Jumat, 30 Desember 2011

Tujuh hari setelah hari buruh

Hari ini temanku menikah, dua orang temanku tepatnya, satu teman sudah seperjuangan semenjak ibtidaiyah, orang tuanya memanggilnya Aniq Ziyannul Jannah, aduh pakai bahasa arab, jadi aku tak tahu pemaknaannya itu seperti apa persisnya, ataupun bagaimana bu Heni ibunya itu memaknai nama itu, yang pasti ‘jannah’ itu artinya itu surga, ia itu teman yang sangat menyenangkan karena bersikap apa adanya, tak berlebihan ataupun bersikap tak menyenangkan, kami sekelas sangat beruntung bisa berteman dengannya, bukan pula karena ia itu anak seorang ustadah, ya bu Heni tadi , namun sebagai teman yang baik tentunya, memberikan saran dengan baik, dan sebagaimana khalayak ramai memaknai teman baik.

Ia itu tinggal di komplek pesantren yang aku sekolahi dulu semasa aku tsanawiyyah, atau mungkin ia itu yang punya pesantren itu dan menyamar jadi santri, entahlah? Ah aku mah sih husnudon aja, ia itu kan berbeda jenis kelamin denganku, karena ia itu pake kerudung sehingga aku bisa pastikan ia itu perempuan walaupun kelakuannya sedikit kelaki-lakian, aduh ia pasti marah membaca notes ini, Karena masa lalunya sedikit dipitnahi oleh saya, kan dalam rangka bercanda. Hehe.

Ia itu orangnya pintar sekali, bahkan untuk ukuran santri yang paling pintarpun di kelas kami ia itu tetap pintar sekali, soalnya kan saya itu tidak pintar seperti khalayak ramai di kelas saya, banyak sekali kisah cerita yang kami buat ataupun yang kita bagi di kelas kami, oh tak lupa kelas kami itu namanya kelas C yang klo identikkan jaman dulu itu santrinya sering sekali membuat pundung ustadnya, aku masih ingat ia itu satu-satunya santri yang membelaku ketika aku memperdebatkan rokok kepada ustad Diding di kelas, dan terima kasih banyak sehingga aku tidak terlalu tersudutkan olehnya, jujur saja aku tidak suka kepada pengajar yang menganggap bodoh, karena secara tidak langsung ia telah menyatakan dirinya sebagai pengajar yang tidak kompeten.

Dulu sekali mungkin anak-kelasku itu sangat berterimakasih telah mendapakan makan sahur gratis dari Aniq sekeluarga, dengan baiknnya mereka membaginya, aduh memang kami sekalas sering membuat riweuh bu Heni, dan tentunya Aniq juga. Dan saya dan teman lainnya tak akan lupa kebaikannya, semoga kebaikannya diterima di sisi-Nya, eh naha jadi siga turut berduka cita gini ieu teh, tapi santai da kita mah baik.

Beberapa tahun yang lalu,saya sempat duduk bersama satu ruangan, mendengar ocehan dari para ustad dan teman sebaya yang melimpahkan tanggung jawanb ilmunya kepada kami, aku, dan juga engkau, namun hari ini, setelah lama tak jumpa kabar pun tersiar, kau akan melaksanakan pernikahanmu, mungkin pagi tadi kau telah siap menunggu sang mempelai tiba dengan kawalan kedua orang tuanya, karena fitrahnya kau akan menyatukan dua keluarga yang berbeda tempat, usia, jenis kelamin dan hal lainnya yang membuat perbedaan.

Pagi tadi mungkin banyak sekali orang yang menunggu prosesi akad nikahanmu, maaf aku tak datang melihat ikrar sang mempelai, banyak sekali alasannya untuk dikatakan, ataupun dituliskan, namun sebuah catatan harian saja tak cukup untuk memberikan alasan hari ini aku tak datang karena tanggung jawabku dan usahaku.

Pagi hari tadi mungkin kau telah berias dan mengenakan baju akad nikahan yang telah lama siap, sayang aku tak bisa lihat kau untuk akad nikahnya, dengan kebaya dan sejenisnya, apalah itu aku tak bisa menyebutkan, massa aku harus mengabsen dari sendok hingga hidangan yang telah disiapkan. Aku kan tak tahu semuanya.

Panggung mungkin telah disiapkan juga, dan begitupun teman-teman sekelas dulu telah hadir dan menyaksikan pengantin itu mengucapkan ikrarnya sebagai lelaki, sungguh beruntungnya ia, dan betapa tidak beruntungnya mantanmu yang dulu pernah kau ceritakan.

Dan tadi ketika hujan gerimis mengguyur Banjaran, dengan pakaian seadanya aku datang, mengisi absen pengunjung, mengucapkan selamat, makan dan tak waktu lama aku pulang, maaf tak bisa lama, aku masih punya tanggung jawab yang lainnya di rumah jahit yang kelola.

Berpapasan dengan beberapa teman mungkin sedikit pelipur lara, dan mungkin teman-teman lain mengobrol lama dengan bercerita tentang ini dan itu, maaf aku tak bisa hadir sepenuhnya di pernikahanmu itu tentunya, hanya doa semoga kau menjadi istri yang baik dan ibu yang baik pula untuk anakmu kelak.

Satu teman lainnya Hana Maulani Sofiyanti, salah atau benar urutan namanya tapi itulah yang aku ingat, untuk urusan nama aku kadang lupa kadang ingat.

Maaf aku tak bisa hadir di resepsi pernikahanmu tadi siang, kabarnya anak-anak kelas b pasti datang bergerombol dan membawa kado yang dicanangkan bersama-sama.

Karena ku tak datang maka aku yang membejaan sebagian temanku itu tentang resepsi pernikahanmu, sebagian malah berpesan “Kok mendadak sekali” ujarnya, bahkan aku juga tahunya itu hari Jumat, bahkan itu juga kebetulan saja ketika aku menghabiskan pulsaku untuk sekedar menelepon temanku Lina di tempat ia berada, mungkin terkesan picik, aku yang memberitahunya pun tak datang, maaf, aku telah berijin dahulu untuk hal itu kepadanya,tapi santai saja hadiahnya telah disiapkan kok.

Yang kukenal itu ia itu orangnya baik sekali, tak banyak ambil pusing, namun untuk kenal lebih jauhmah aku tak terlalu akrab dengan para wanita di kelas, namun mereka tetap jadi teman yang mengasikkan untuk diingat ketika kuliahku dulu aku jalani.

Semoga menjadi istri yang sangat solehah sekali pisan, dan menjadi ibu yang keren untuk anakmu kelak.



*diketik dan diedit pagi hari

Di Kelas

Berteman segelas susu coklat dari warung setempat
mulai kuingat memori pagi hari di kelasku dulu
Kau duduk terhalang satu baris di depanku
Jikalau kau tahu seragam putih abu itu

Selalu membuatku ingat kau
Tak etis juga jikalau kukatakan aku suka kamu
Sedang temanku juga telah jadi pacar mu

Urutan absen pun aku masih ingat
Kau ada delapan baris dibelakangku
Awalan hurup S itu selalu terngiang ketika
kau bilang “hadir”

Sayang aku tak bisa melihatmu tersenyum ketika
berkata demikian
karena yang kutahu dari temanku, itulah
saat paling cantik kau ada di kelas


diketik 17 april 2011, di rumah jahit

Teruntuk Nenden Komalasari

Dikelas itu, ya maksudku kelas di gedung x itu, mungkin kau juga tahu itu adalah tempat kelas kita biasa berkumpul untuk menempuh mata kuliah, dan jikalau kau tahu kelas itu sangat berkesan bagiku. Karena telah menemukanmu.

Pagi yang cerah di bulan Agustus membawaku melihat kau, awalnya kukira kau itu orang Bandung, ternyata perkiraanku meleset jauh, kau itu mojang Cianjur, sebuah kota yang kerap kupanggil untukmu.

Diawal pertemuan kau mengenalku mungkin aku ini kurang ajar, suka mengkritisi atau mungkin tak berbakat untuk menempuh kuliah dengan benar dan baik, dengan pakaianku yang nyaris kusut tiap hari aku pakai, bahkan motorku saja jarang aku bersihkan, dan kebiasaanku yang jarang menyisir rambut membuat penampilanku jauh berbeda dengan teman-teman sekelilingku.

Dan aku masih ingat, di minggu awal bulan Februari aku menyatakan rasaku padamu, dan kau ingin aku jadi temanku adalah jawabannya, kau tahu dihatiku berbisik tiga bulan lagi aku akan mengatakan hal yang sama padamu, mungkin banyak yang mengatakan aku ini kurang waras jika menyangkut perasaan.

Tiga bulan selanjutnya, aku melakukan hal yang sama, namun ketika itu waktu liburan sehingga, sebelum deadline aku harus melakukan sesuatu, aku pergi ke Cianjur, dan kau tahu ketika kutahu kau itu sedang sakit aku ingin sekali bermain ke rumahmu, dan ingin tahu mengapa kau bisa sedemikian dingin terhadapku.

Padalarang itu telah aku lewati, dan Ciranjang adalah tujuan selanjutnya, dan kau pun menolak kehadiranku disana, sempat aku ketus, namun ada ide gila lain dipikranku, aku mengajak temanku yang lain untuk sekedar bermain-main di kota pengasil beras itu, ternyata itu kota yang kecil, dan sebagian besar waktuku habis di bendungan Cirata makan ikan dan tidur-tiduran, karena aku mulai rindu kamarku yang acak-acakan, aku segera pulang dan berpamitan lewat sms saja padamu.

Aku pikir, aku telah ditolak habis-habisan oleh mu, namun karena aku ini jarang menyerah sehingga aku mencoba kembali, menjelang akhir semester genap itu, aku akhirnya bisa mengajakmu hanya untuk sekedar menonton band kesukaanku dari SMP, Pure Saturday, dan ketika lagu Desire dilantunkan, aku ingin berbisik padamu, lagu itu refresentasiku untuk mu, namun karena suara yang hingar bingar niat itu tak terlaksanakan.

Selanjutnya aku mengajakmu maka surabi di Setiabudhi, tempat yang lumayan nyaman, namun kau tetap saja menatapku asing, yang aku pikirkan mungkin ini baru kedua kalinya aku ajak kau keluar dari kosanmu lewat waktu Isya.

Kau tahu aku sangat senang melihatmu, sungguh senang sekali bisa makan bareng denganmu, walaupun akhirnya kau tak memberi jawaban untuk perasaanku, ketika motorku mengantarkanmu menuju pintu kosanmu di Cibiru.

Hal itu membuat aku terus berpikir mungkin ada yang salah pada diriku, atau ada yang salah padamu, ah entahlah, itu membuatku pusing ditambah kepusinganku yang lain.

Mungkin karena pola makanku yang tak baik dan benar sehingga Thipus mulai lagi mengisi dua mingguku di rumah sakit, dan hanya ada satu teman yang datang yang paling kuharap sekedar sapaan darimu namun itu tak kunjung datang jua hingga aku mulai untuk kuliah lagi, Setelah itu malas sekali kerjaku, yang kukerjakan hanya bisnis dan bisnis lalu menghitung laba rugi di catatanku, mungkin hasilnya tak banyak, tapi aku bangga telah bisa membantu keluargaku.

Hingga akhirnya kau diwisuda juga, kau tahu aku menunggumu di gerbang depan Fakultas Psikologi, dan kau tak hadir juga, dengan sedih akupun pulang untuk menghadiri resepsi pernikahan saudaraku.
Akhirnya setelah beberapa kali aku mencoba untuk mendekatimu namun kandas juga, mungkin kurang keras usahaku ataupun caraku yang tak benar, bahkan mungkin kau bukan jalan dari takdirku.

Hinga kini aku tak tahu kabar darimu, bahkan untuk sekedar SMS pun kau tak menjawab. Mungkin aku ini terlalu mengganggu untuk diingat, semoga catatan ini bisa jadi katalis yang baik jikalau istilah teman itu masih ada.



*diketik malam-malam dengan hati yang senang. penawar ingatan melawan lupa

17 April tahun ini

Malam ini bulan lebih terang daripada lampu yang menerangi lingkungan setempat, bahkan lebih terang menerangi kamarku, menelusup dari kaca jendelaku, dan mungkin semua jendela yang ada di rumah-rumah yang ada di desaku, semuanya tampak jelas, cahaya bulan itu tak redup oleh sinar lainnya, bahkan bintangpun demikian, kerlipnya terlihat cantik untukku yang kadang aku enggan melihatnya sedemikian cantik malam ini.

Lingkunganku tak dialiri listrik malam ini, oleh PLN mungkin sedang diadakan penghematan atau mungkin juga sebuah perbaikan di suatu tempat, entahlah yang pasti malam ini gelap, dan bulan adalah juaranya.

Anak kecil mulai hingar bingar di ruangan depan rumahku, ibuku yang sedang mengajarkan anak orang lain mengaji bahasa arab, dengan fokus bacaan Al Quran tentunya. Kegiatan iitu berhenti dan mulailah murid ibuku itu membicarakan orang lain, dan kegiatan itu terhenti total.

Beberapa langkah aku keluar dari kamarku, sembari membawa handphoneku jam 19.08 tertera di layarnya, aku mulai lupa dengan keadaan seperti ini, ketika bulan indah tak aku pedulikan lagi, aku harap aku tak menyesal untuk bersyukur kali ini, namun pastinya aku menyesal, mengapa tak dari dulu aku bersyukur atas pemandangan ini.

Suara kucing bersahutan di bagian rumahku yang lain, tak ada suara lagu dari komputerku, diganti dengan demikian suara hewan itu, sulit sekali menulisnya.

Berjalan menuju warung punya bibiku, menjadi hal yang tak sulit, karena jalannya diterangi bulan malam ini, setelah membeli sebungkus susu siap seduh, aku mulai menulis, menulis sebuah kisah dari keseharianku.