Minggu, 07 April 2013

Tiga Minggu lagi bulan Mei


Hari ini hujan,  yaitu sedari pagi rintik kecil bertahan cukup lama sedari shubuh tadi. Ya seperti itu terus saja rinainya berhenti ketika mendekati pagi yang makin terang.Sekarang hari ju’mat, sebuah hari raya yang lain dalam kalender Islam.


Esok itu ada wawancara yang diselenggarakan oleh SUAKA. Dan hari ini adalah membawa barang yang saya telah pesan sedari akhir Maret lalu,sekarang sudah hampir habis Minggu pertama di bulan April.


Dua gulung kain sabet yang nanti saya mau bikin hammuck,segulung kecill kain hitam dan beberapa lembar kain yang rencana akan menjadi bagian dari bisnis kecil saya. Ya saya jadi kepikiran terus ingin buat rental alat-alat kemping, meskipun tidak di banjaran tapi saya bisa pastikan itu akan terjadi dalam beberapa tahun ke depan.


Semuanya seperti paralel saja, saya ingin buat rental yang sepetinya lebih menguntungkan dari pada membuat barang dan segera menjualnya.Ya saya sedang mengumpulkan barangnya dahulu, mengumpulkan beberapa sleeping bag dengan matras dan beberapa puluh carrier saya bisa buat sendiri. Dan rencana selanjutnya tenda, sayang saya terlalu cepat untuk membeli bahan, sehingga keputusan pertama jatuh pada pembuatan hammuck. Ya beberapa puluh hammuck tepatnya.


Hammuck ialah sebuah lembaran kain yang mempunyai lubang untuk tali yang selanjutnya menjadi sejenis ayunan yang biasa dipakai tidur di pegunungan, atau lebih tepatnya di pohon, saya tahu hammcuk dari saudara saya a Elfa, ia seorang PA atau pecinta alam dari Jantera, sebuah kelompok pencinta alam dari jurusan geografi UPI.

Ya dari situ saya mulai mengenal peralatan naik gunung, dimulai dari hammuck hingga terus bereksperimen membuat hal lainnya, semisal sleepng bag, matras, hingga gaiter. Hampir semuanya saya kira sudah cukup untuk saya jual. Namun ada beberapa barang yang saya belum kuasai pembuatannya, tenda.


Saya kerap kali gagal membuat tenda. Entahlah, sepertinya semakin besar barang yang dibuat semakin rumit juga pengerjaannya.


Saya kadang kala aneh kenapa saya terus membeli bahan yang kerap kali saya kurang bisa menggarapnya. Hingga beberapa karung saya simpan saja di rumah jahit. Hingga kini barang itu makin banyak saja.


Dan sepertinya saya baru dapat hikmahnya, saya harus segera membuat rental alat-alat kemping. Dan rencananya dimulai mei nanti. Entah darimana uangnya, tapi Mei nanti tetapsaya akan jelang.


Beberapa puluh hammuck sudah siap. Tinggal beberapa puluhbarang lainnya.


*diketik sembari senggang

Sunting di warnet setempat

di warnet setempat saya panggil ia begitu
ya, sebagian jejak rekamnya saja
seperti itu

hanya melihat tulisannya saja
tanpa tahu raut wajahnya seperti apa
seperti itu

entahlah serasa bingung saja
mencari tulisan dan entah pergi kemana maknanya
seperti seseorang sepertimu
seperti tulisan sepertimu
seperti itu saja

hanya membaca saja
seperti itu saja


*indahnya banjaran dikala cerah

Mencari Slamet di 3400an MDPL


Kata yang saya ingat sebelum pusing terus menjalar dan makin menjalar itu ,“God mau bikin judul apa buat tulisan nanti?” kata Wildan, namun saya kurangbisa fokus untuk kata apa yang nanti akan saya rangkai untuk tulisan saya,sebuah catatan saja, sekedar untuk pengingat lupa dan penawar takut kenanganakan dilupakan.

Saya sudah di Cibiru ketika akan berangkat menuju Cicaheum Kamis sore yang dingin,bukan alasan karena jaket saya ada di dalam tas, dan selembar kaos tipis yangsaya pakai waktu itu menjadi penyebabnya, hujan baru saja datang dan udaradingin itu hampir saya kenal seharian ini, bahkan untuk minggu-minggu ke belakangpun demikian, Bandung sedang musim hujan saat ini, namun dinginnya tak sedinginangin yang menerpa mereka di Dayeuh Kolot yang sedang kebanjiran air hujan duahari lalu, mungkin tanah sedang tak senang dengan air yang datang sering kalimenghujaninya, tanah menjadi lebih keras dibanding semen pabrik setempat.

Angkot hijau telah saya duduki, sebuah tempat di pojok kiri ketika masuksemua angkot, seorang anak kecil menatap tas saya yang hitam dan kuning berpadumesra di pangkuan saya, Cicaheum saya jelang beberapa menit lagi, ternyata ibukyai haji Annisa Prem Andini belum sampai juga, dan angkot telah sampai,sepertinya tak baik menyebut beliau Prem, takutnya sebutan itu hanya akan jadidoa saja, saya tak sanggup jika keponakannya tahu dan anaknya pun menyebutnyademikian.

Setelah tak lama berselang kami bertemu rombongan yang akan berlanjut kePurbalingga tempat eksekusi perjalanan dimulai. Ternyata di luar dugaan tikethabis dan kami berpencar, saya bersama Wildan yang sedang menyelesaikankuliahnya di Widyatama, Fiersa yang merencanakan mini konsernya di Safe Bistronanti Sabtu, Azie yang nanti senin itu kuliah lagi, dan David yang seninnya ituakan melaksanakan ujian, karena jika tak masuk ia akan mengulang tahun depan,Ari yang menunggu penempatan dari pekerjaannya di bea cukai dan Annisa yangterlatih dalam mendaki beberapa gunung, kami dalam bus yang sama, tertulisAlladin dengan besar namun kami tahu itu hanya pura-pura saja nama aslinya ituperusahaan bus angkutan yang pekerjanya tak baik semua karena membuat dua hargadalam satu transaksi, mereka membayar dengan 45 ribu dan kami dipaksa dengan 50ribu. Sedang Dian dalam rombongan lain, ia telah punya tiketnya.

Perjalanan tak singkat di malam hari karena ternyata menjelang Shubuh kamibaru sampai di Purwokerto, dan dilanjutkan dengan menggunakan sejenis angkutanyang kami sebut Elf, menuju Selaganggeng sebuah tempat di bawah gunung Slametdengan sebuah pertigaan kami jelang ketika cahaya matahari makin terang danBambangan akan segera kami jelang sebentar lagi.

Di terminal Purwokerto kami bertemu dengan rombongannya Dewa, kami sebutdemikian karena yang saya ingat itu orangnya cuma itu saja, saya sempatberkenalan dengan rombongan yang lain, namun karena hafalan saya akan namasingkat, saya tuliskan itu lupa lagi. Maklum, sudah tua dan segera masuk surga.

Menaiki mobil sejenis Carry, ya sebutlah demikian karena saya sebagai orangyang tahunya mesin jahit, saya tak tahu jenis jelasnya mobil tersebut, tak tahujuga kenapa mobil tersebut harus secara sengaja mogok dua kali, tak tahu jugamengapa dari kelompok kami yang turun dan rombongan Dewa tetap di tempatduduknya, saya tak tahu akan terjadi demikian. Sungguh.

Sebelum menuju basekamp, ya saya sebut demikian, karena toh tertulisdemikian dari baligo depan dua rumah yang berderet mesra di hadapan masjid tigatingkat di kaki gunung Slamet. Sepertinya salah tulis, tapi saya maklumidemikian.

Pagi menuju siang makin basah saja di tempat singgah nan menyenangkan itu,tempat yang nyaman dengan makanan yang menggugah selera, karena menu bukanmasalah, yang terpenting adanya makanan saja itu sungguh nikmat.

Pagi makin hilang saja, rombongan lain telah pergi menuju tempat tujuan,sebuah puncak yang terlihat merah dikala cerah dan terjalnya bukan main terjal.Ada yang berangkat sebelum shalat Jum’at berlangsung ada yang setelahnya,sedangkan kami menunggu teman kami Dian, tanpanya kami tidak genap dansepertinya akan tambah satu lagi teman mendaki Dian, kami sebut ia Widya,seorang mahasiswi yang kerap kali merasa dingin ketika di Papandayan, dan ituhampir terjadi lagi di kaki gunung Slamet, mungkin udaranya belum menyesuaikandengan keadaan dirinya.

Kami merencanakan berangkat di waktu malam akan berakhir, mencari suasanaterang lebih baik daripada mencari kegelapan di perjalanan, sebelum Shubuh kamiberjalan bersama ditambah mas Erwin yang kami temui di tempat kami tidur, bulansedang cantik-cantiknya malam itu, Shubuh sempat datang dan berhenti sejenak.Udara yang sejuk, langit yang indah, sungguh mempesona mata.

Ternyata diluardugaan Widya ingin segera menuntaskan perjalanannya kali ini,sebelum pos 3 ia diantar Dian dengan mesra berdua saja menuju pos 1, oh iyasaya tak hafal nama tiap pos, saya enggan menuliskannya, bahkan mencatatnya,kala hujan memang membuat malas datang dengan sering. Jika saja saya hafal mungkinakan saya buat sub judul, ‘Perjalanan Penuh Haru Di Gunung Slamet’ untuk Dian.

Di pos 3 kami menunggu Dian untuk meneruskan perjalanan lagi, hujanmengguyur dengan basahnya dan Ratna datang dengan suara batuk yang khas bagitemannya, entahlah mengapa ia memilih ringtone yang demikian untuk batuknya. Ohiya ia seorang calon dokter di masa depan. Saya kira jika pasiennya akantertawa sebentar jika mendengar suaranya demikian, saran saya Ratna segeramenggunakan provider yang baru untuk ringtone batuknya. Tapi ia sendirian,biasanya ratna bareng Tiara, sebuah nama indah dari pernik lautan sana, tapisaya temukan ia di pos 4 dan Nadia di tengah perjalanan menuju ke sana.

Dian akhirnya datang juga, dan kami segera melanjutkan perjalanan lagi, kamiterpisah cukup jauh, Annisa dan Ari telah lebih dulu di atas sana, dan kamisegera menyusulnya, saat langit makin hitam kami bertemu kembali untuk diamdalam satu tenda, sebuah waktu yang membisikkan kami untuk segera beristirahatsetelah makan, udara makin dingin, dan rencana summit attack dimulai pada jamdua malam akan segera digelar.

Ternyata rencana hanya rencana, summit attack dilakukan pada jam tiga lebihdan kami pun melakukannya, perjalanan summit attack dalam pendakian yang hampirmassal itu memang memberikan pengalaman yang berbeda, terlihat sepertirombongan headlamp dan senter sepanjang jalan, ditambah lagi jalur pendakianyang sangat memberikan kesan untuk gunung tertinggi kedua di pulau Jawa.

Saya, Fiersa dan ari duduk saja di punggung gunung, menunggu ufuk  yang segera datang beberapa menit lagi,Fiersa sudah siap dengan kameranya Ari pun demikian, saya sudah siap denganmomen seperti itu, sudah siap untuk tahu betapa dunia ini indah. Indah sekali.Seperti lukisan dengan garis-garis yang tidak mungkin seorang pun mampumembuatnya, tak seorang pun tahu cara membuatnya.

Sedangkan Dian dan Annisa sudah di puncak sana dengan pakaian yangmembuatnya jadi sarjana. Dan kabarnya David menyerah di pos 8, tapi itubeberapa menit yang lalu, karena beranjak terang David terlihat bersama kawanbarunya dan mas Erwin. David tidak menyerah rupanya.

Berjalan pelan menuju puncak dengan beberapa kejadian semisal paniknyaseorang pendaki yang tidak membawa logistik menuju puncak, terlebih lagi iasendirian, batuan yang terus mendapatkan erosi dan yang membuat saya berpikir,“Aneh kenapa harus terjadi demikian?” ialah rusaknya alam oleh ulah parapendaki yang hanya menikmatinya saja tanpa merawatnya.

Perlahan kabut datang dan menyuruh kami untuk segera turun, dengansebelumnya terima kasih sangat banyak untuk penolong perut kami Diklat lapardatang menjemput untuk segera makan. Dan saya harus berlaku demikian sama untukmereka yang memerlukan bantuan seperti keadaan saya ketika itu sebagai syukur.

Ternyata turun gunung itu lebih cepat dan mengasikkan, ternyata Wildan danAzie bertatap muka di perjalanan pulang menuju tenda, akhirnya mereka naik jugasetelah sebelumnya memutuskan untuk berdiam di tenda, tapi mereka tidak menujupuncak dan melanjutkan turun bersama kami.

Bergegas pulang dengan segera, hanya itu dalam pikiran saya, hujan itumembuat pikiran lebih penat dengan dinginnya dan itu sepertinya terjadi jugapada akhirnya dalam beberapa pos terakhir dan kami meninggalkan gunung Slametdengan kesan yang tidak semua tahu.

Bertujuh diakhiri dengan naik angkutan ke Purwokerto dan segera naik busMandalla yang saya coret dalam pilihan saya lagi ketika akan bepergian denganbus. Dan Annisa menuju kota Sri Hamengkubuwono.

Ada yang hilang dalam perjalanan ini seorang Aldy harus mengerjakan tugasnyadi kantor Mandiri di Cikapayang sana. Dan Faisal juga tak ikut, entah ia sedang apa, mungkin banyak hal diBandung ini yang membuatnya tetap di Bandung.

Dinginnya Slamet mengajarkan pada kami untuk cukup tahu bahwa syukur ituseperti itu adanya. Kami hanya cukup untuk bersyukur bahwa masih ada teman yangmau melakukan perjalanan menuju puncak merah, menuju tempat yang akan kamikenang sebagai tempat kami pernah berjumpa di ketinggian itu.

Kami hanya tahu jika indah itu bersyarat, syaratnya cuma dikenang, sepertikami kenang kami pernah berjalan beriring bersama, seperti beriring huruf T, E,M,   dalam kata TEMAN.

Saya turun di Limbangan, maksud hati ingin main ke Banyuresmi dulu, tapisaya urungkan, ada seorang yang lebih ingin saya temui di Cibiru, seorang yangkerap kali saya kirimi SMS yang mungkin konyol, tapi akhirnya saya urungkanjuga karena pekerjaan di rumah memaksa saya untuk segera pulang.

Untukmu saja, have a nice day!



*diketik dengan senang hati, diiringi Falling In Love at a Coffee Shop –Landon Pigg

Mei kami jelang

Sudah lama ini keyboard tak saya gerayami, ya maksudnya untuk mencatat saja, semisal mencatat kejadian-kejadian yang tak terlalu penting, soalnya klo katanya itu kejadian pasti itu sudah berlalu, jadi tak terlalu penting bukan? Soalnya pasti sudah jadi sejarah, ya sejarah saja, sejarah yang penting jikalau diingat, jadi tak terlalu penting untuk saya, siapa saya sehingga harus diingat.

Sekarang dua album Port Blue sudah masuk ke dalam playlist di Alsong, Port Blue ialah proyek lain dari Adam Young, itu loh yang terkenal sama Owl City, tapi saya suka sekali dengan Port Blue, dari semua lagu yang ada telah dibuatnya, Cuma ada satu kata yang itu bisa dipastikan oleh manusia, sisanya itu harmonisasi instrumen mulai dari gitar, drum, piano hingga sint, mudah sekali diingat, hanya hello!

Sebuah sapaan dari EPnya judulnya Albatross, mungkin lagu ini didedikasikan untuk air dan pantai, hampir semua judulnya berkaitan dengan hal-hal beraroma basah.

Jika dengar lagu In The Yacth kesannya lagunya sedih, tapi entah mengapa lagunya tetap jadi pilihan di minggu ini, meskipun lagunya berdurasi pendek.

Sekarang itu hari Minggu, ya maksud saya hari Minggu biasanya, bukan jumlah tujuh hari dalam empat jumlah dari satu bulan, malam ini Chelsea main dengan MU, ya nanti malam, hampir jam 12 malam, sedang saya tak akan menontonnya, saya harus beristirahat dengan tubuh saya yang masih lemah, maklum saja umur berkata lain dengan fisik, mungkin umur fisik saya ketika saya sedang sakit itu sedang tua renta, atau mungkin lebih buruk dari itu, dan kemungkinan itu bisa berkata lain jika variabelnya lain juga.

Begitu pun dengan cara, beragam cara yang berbeda mungkin juga akan menghasilkan hal yang berbeda pula, seperti dapatkan kamu, beragam cara sempat membuat saya berpikir keras untuk mencari cara selain ucapan semoga mimpimu indah.

Sudah lama saya tak hampiri kamu dengan fisik yang saling berhadapan, tapi siapa saya, saya terlalu takut untuk dapati kamu marah dengan semua kekonyolan saya, ya mungkin marah itu hanya akan jadi sejarah saja, mungkin.

Entah kenapa sedari maret ini saya terngiang Mei, sebuah bulan yang selalu menjadi pikiran saya, masih adakah kesempatan saya dapatkan kamu.

Dan Mei mungkin akan kami jelang dengan senang hati.

#diketik sembari senggang