Rabu, 13 Oktober 2010

buka bukaan

oleh Godi Rangga 
Hahay bulan Romadon yeuh! pastina beberapa ritus sosial baru yang biasana jarang dilakukeun ku umat Islam akan terulang kembali, semisal meminta maaf.

ya you know lah mulai ti sms hingga datang ke rumah atau berkata secara langsung dilakukan untuk memulai ritus sosial itu, tak semisal bulan bulan sebelumnya, umat islam, ah terlalu general. ya orang yang melakukan hal tersebut, tersebut? ya meminta maaf itu maksudnya. terlenakan karena bukan bulan romadon, mungkin ini subjektif sekali tapi melihat orang-orang di sekeliling yang berlaku demikian sangatlah dimungkinkan bahwa orang lain selain orang-orang di sekelilingku berlaku demikian pula. ah romadon memang bulan yang misterius. sangatlah aneh dan membuat orang menjadi misterius, tak terasa mereka meminta maaf mulai dari bulan syaban.

ya bulan romadon, kau memang bulan yang keren mulai dari arti kata yang bermakna panas, hingga setan yang dikekang, semuanya menjadi misteri tersendiri. ah jikalau kau tahu maka aku akan sangat berteima kasih, karena memaafkan bukan seperti meminta maaf, meminta maaf lebih memerlukan nyali yang besar untuk melakukan hal tersebut, mungkin karena bulan romadon jugalah yang membuat event meminta maaf menjadi sangat menjamur. hah!

is is is! ritus lainnya adalah membeli barang baru, sungguh sangat dominan hal itu terjadi, jikalau saja terdengar atau terlihat kata diskon maka mata akan lebih memperhatikan kata tersebut. D.I.S.K.O.N.
ya memang indonesia terkenal dengan bangsa konsumen, walaupun mayoritas muslim hal itu tak bisa dipungkiri karena barang sisa di beberapa facktory outlet sangat digemari bahakan bandung menjadi salah satu primadonanya atau bahkan barang bekas di cimol setempat, hah! , fashion gitu loh, jika koil bisa membuat lagu tentang fashion maka aku akan setuju dengan lagu tersebut, bukan hanya jika, tapi itu telah terjadi. tak kah kau tahu?

konsumen, dasar konsumen ya itu telah terjadi di negeri ini karena sebelum bulan romadon saja harga-harga pada naik, maklum lah namanya juga munggahan, tapi hal tersebut bukan terjadi di kotaku saja sehingga kata maklum mungkin sangat bisa dimaklumi. tradisi selalu menjadi tameng yang kuat bagi kegiatan diluar cateris paribus.

yes, kita mulai kepada makanan, sangat banyak sekali makanan di bulan romadon itu dan kau tahu tak tahu mengapa kalau buah korma selalu menjadi identias bulan romadon di negeriku ini, mungkin di arab pun demikian, padahal penghasil korma salah dsatunya amerika tepatnya di california, tak tahu? makanya baca kemasan sebelum makan isinya.

korma buah yang sangat fenomenal, hingga salah satunya jenisnya nabi, tak tahu juga? makanya sering cari tahu. buah keren asal arabic ini tentunya manis sekali dan ini menjadi berbagai penghias makanan di bulan ini, mulai dari sari kurma, jus kurma, kolek mungkin atau mungkin nanti ada perkedel kurma atau bahkan akan ada soto kurma. macam-macam saja.

nah setelah seringkali makanan menjdai soroton mata dalam bulan romadon sangat diperhatikan tak seperti bulan-bulan sebelumnya sehingga banyak sisa sehingga banyak yang terbuang, ah mubazir mungkin. tapi aku yakin tak semata-mata allah memberikan manusia perkara mubazir tanpa disertai pelajaran yang berharga bagi manusia.

nah ritus lainnya ia buka bersama dan sahur bersama, tak tahu kapan akronim bubar menjadi sebuah istilah di kalangan bangsa indonesia, ya maklum bangsa indonesia, bahasanya juga baru mulai terbuat dari tahun 1945.

buka bareng, ya itulah ritus lainnya seperti ritus sosial lainnya, hanya ada di bulan romadon, muali bari buka bersama, buka-bukaan, hingga buka hati dan telinga, ah itulah lirik maliq n the essential. buka mungkin sebuah kata yang biasa namun jika dengan kata lain ia bersanding akan sangat dalam maknanya buka mata, bisa saja terbangun namun tersadar juga demikian, buka hati mungkin itu istilah bedah namun jikalau memaknainya sebagai menerima sebuah keikhlasan itu mungkin akan lebih bermakna, begitu juga dengan buka bersama, tak hanya sekedar penawar lapar dan dahaga namun dengannya juga tali silaturahmi akan terus tersambung.

Sabtu, 10 Juli 2010

Tertanggal 29 Juni 2010

Ahahahahahahayyy Tahukah kamu aku sedang berada dimana, aku berada di sebuah kamar di daerah Garut, dan perlukah aku terangkan namanya Rancabango. Terima kasih Allah yang Maha Keren telah memperkenalkanku dengan teman-teman yang luar biasa.

Sekarang itu adalah tanggal akhir dari bulan Juni, sebuah tanggal yang genap, dan tahukah kamu bahwa sehari sebelumnya temanku Khaerul Ervan meninggalkan statusnya sebagai orang biasa dan menjadi calon ayah bagi anaknya dan meninggalkan gelar calon suaminya untuk istrinya, namun sayang penanggalan gelar-gelar yang ada dalam dirinya tak bisa kami lihat. Ya tentunya di tempat ia melaksanakan akad nikahnya.

Dua hari sebelumnya aku dapati pesan tentang pernikahanya, tapi bukan alasan untuk tak mendapati ia meninggalkan masa lajangnya, dan itu juga adalah haknya sebagai teman.

Senin tadi, ya senin sebuah senin yang malang buatku karena merasa telah terjadi penolakan yang sangat membuatku susah tertidur di perjalananku menuju Garut. Ditambah lagi perilaku sang kenek yang tak menyenangkan, ya ketahuilah jika uang kembalianku yang seharusnya telah berkurang oleh sang kenek mobil Elp gitu nulisnya atau apalah itu jika tak salah nulisnya Elf.

Malam itu tepatnya jam sekitar sebelasan, aku telah duduk bersila di depan Tugu Intan, bukan untuk menyembah tugu namun menunggu teman dari Rancabango, aku SMS in mereka untuk menjemputku, ternyata lumayan lama aku duduk dan hasilnya aku bosan walaupun jika kau tahu suasana malam itu sangat indah, sang bulan bersinar terang namun bintang tak ramai malam itu. Malam itu sedikit mendung.

Deru motor sering melintas di depanku, banyak yang aku dengar mulai dari seorang bapak bapak yang menawariku untuk naik motornya namun meminta balasan untuk itu tentunya. Setelah bosan dan duduk aku segera berjalan menuju arah Rancabango, namun ketika aku berjalan tiba-tiba SMS datang pedaku untuk menunggu di depan sebuah Supermarket di jalan itu, jalan apalah itu aku tak tahu namanya.

Irsyad datang dengan sebuah motor yang sulit aku hidupkan, oh terima kasih ya Allah yang Maha Keren sekali, akhirnya temanku menjemputku. Setelah membeli beberapa potong martabak rasa keju yang dibungkus oleh kertas dus. Ya motor itupun aku kendarai untuk segera memasuki area pesantren. Kau tahukah aku sangat rindu dengan tempat ini. Disini aku kembali mengingat memori kecil tentang teman.

Dengan sapaan santai ternyata telah benyak teman hadir di ruangan tersebut, ternyata teman ke resepsi pernikahan Khaerul Ervan telah disediakan, menggunakan mobil temanku Andi Ramdani, dan diisi oleh beberapa orang mulai dari yang berukuran kecil ditempati oleh Irsyad dan yang paling besar oleh Butha, ataupun Rusyad apaaa, gitu aku lupa lagi terusannya.

Kau tahu? Jikalau kamu tahu aku sedang mengobrol banyak dengan teman-temanku malam itu, walaupun obrolannya tak sepenting materi perkuliahan ataupun tugas akhir yang aku kerjakan tetap saja itu sebuah obrolan di malam hari ketika pagi menjelang.

Sang pagi akhirnya datang juga. Jikalau kamu tahu pagi itu aku sulit untuk menuju lantai 1 karena malu, Subuh ini aku tak menuju mesjid untuk menshalati mensjid dua rakaat. Tapi akhirya shalat juga dengan berteman sejadah kamar sebelah.

Pagi itu aku terbangun juga, sang langit telah menampakkkan birunya. Oh aku rindu pagi di Garut, seolah aku kembali ke jamanku masih menjalin statusku sebagai santri.

Karena pernikahan ini pernikahan yang pertama bagi Khaerul, mungkin yang terakhir juga jika Allah menghendakinya demikian. Aamiin. Tak tahu celetukan dari siap untuk menghadiahi sebuah alat kontarsepsi, oh jikalau kamu tahu kotaknya itu buatan aku sendiri, dengan dibantu oleh Anggun dan Adam sebagai peniup dari balon itu. Tragis ia harus meniupnya karena omongannya sendiri.

Setelah semua siap, ya maksudnya rombongan tersebut. Ada Anggun, Adam, Andi, Husni, Saya, Icad, Butha, ada juga Seblu sebagi pendatang terakhir di rombongan itu, ada juga Lena, Eva dan Leli dan tak lupa Rivan juga, eh iya ada Zaki dan temannya itu siapa aku tak ingat itu apa namanya.

Berbekal pakaian seadanya mobil itu, Innova tepatnya dinaiki oleh kami ya tentunya dengan seijin pemiliknya. Aduh pusing sekali naik mobil itu hampir-hampir saja aku memuntahkan cairan yang aku minum beberapa waktu sebelumnya. Namun dengan pertolongan temanku mobil berhenti dan aku menaiki motor untuk mencapai daerah pemeungpeuk.

Jikalau kamu ikut kamu pun akan turut senang karena dapat melihat pemandangan hijau yang menyenangkan pemilik mata yang memandangnya, langit yang awalnya biru dan udara segar, sungai yang bersih dan penambang yang keluar dari lubang tambangnya, kata temanku Zaki, Garut punya potensi yang sangat besar untuk segera menjadi raksasa, dan itu aku yakin bisa dengan syarat masyarakat dapat hidup baik. Baik dunia maupun akhiratnya sesuai petunjuk jaman.

Ada nama-nama yang aneh di telingaku ataupun mataku untuk dibacanya, Cisurupan, ada ya nama seperti itu,Ci itu air sedang Surupan apa itu artinya aku mengenal dengan kesurupan, masa ada air yang kesurupan, Cikoneng adalah tempatnya Khaerul Ervan melaksakan resepsi pernikahannya.

Dengan melewati sasak Padengdeng dengan sebelumnya gunung Gelap aku telah lewati. Ban motor itu akhirnya diam juga di depan alun-alun kota Pamenungeuk. Oh udaranya sangat lumayan panas ternyata, seperti yang mereka katakan bahwa Pameungpeuk itu daerah pantai.

Jas hitam dan kebaya orange bersanding mesra di pelaminan itu, sangat indah untuk mengenangnya.
Setelah makan, aduh hiburannya itu lho yang membuat selera berkurang, ada bencong, bukannya mendiskreditkannya tapi yang ini perilakunya itu tak berkenan untuk yang baru menemuh perjalanan jauh.

Eh ada Samsul,seorang teman penghuni daerah sekitar akhirnya bisa berjumpa kembali, ia datang dengan motornya yang kuning. Setelah berbincang lama dengan hujan yang membuat udara panas berkurang kami pun menuju sebuah pantai yang ada di Garut tersebut. Mereka menyebutnya Cilaut Eureun.

Pantai yang indah dan tampaknya belum banyak mengalami kerusakan lingkungan mungkin sebelum Tsunami menerjang pantai itu lebih indah.

Pasir itu tak terlalu putih untuk menyenangkan kami namun bermain bola dan berfoto ria sudah cukup indah bagiku mengisi liburanku ini, namun sayang punggung tak terlalu nyaman untuk menemaniku di liburanku ini karena dengan secara sengaja aku dilempar ke laut dengan posisi yang tak benar dan akhirnya punggungku sakit juga dan malam itu aku lumayan tersiksa karena tidur yang aku alami lumayan menyakitkan.

Tahukah kamu? Kami menginap di sana, dan malam itu aku tak tahu bagaimana keadaan karena aku sibuk dengan rasa sakit di punggungku. Ah sayang.

Pagi itu, ya pagi setelahnya punggungku telah lumayan untuk bersandar di tembok, ya setelah menikmati udara laut pagi itu kamipun bergegas untuk menuju rumah Samsul, karena ada jamuan dan bakar ikan, sebesar bayi, ah sangat besar sekali ikan itu dan harga yang lumayan besar sekali sepertinya. Tapi ada Andi yang cover. Keren.

Rumah Samsul ternyata tak jauh dari tempat resepsinya Khaerul, dengan senda gurau tadinya mau mengajak Khaerul untuk turut serta makan, namun ia sepertinya ada urusan dengan istrinya.

Aduh jikalau kau ada dan merasakan nikmatnya ikan itu, ikan yang dibakar itu, sungguh mungkin kau kan mengeluh akan nikmat yang membuat kepalamu pening sedangkan ikannya masih banyak. Keren sekali.

Sesungguhnya jika dirunut dari awal mungkin banyak kejadian tak tertulis ataupun percakapan yang terbilang aneh untuk ditulis namun ingatanku terbatas sehingga setelah makan itu, ya maksudnya makan-makan itu, aku tertidur karena ingin.

Eh ternyata mobil Andi telah bersih, namun aku tak tahu ukuran kebersihannya seperti apa, Karena mungkin Andi punya ukuran tersendiri seperti para pemilik mobil lainnya. Dan kau tahu dalam perjalanan pulang, cuaca kadang terasa dingin dan kadang terasa panas, dan kaupun harus tahu jika jalan yang kami tempuh itu sangat berkesan untuk dilalui, apalagi ketika beberapa kali mobil harus berhenti karena aku ingin muntah. Tragis namun pengalaman itu sangat indah.

*diketik malam-malam dan diedit juga malam-malam, tentunya dengan senang hati

Ketika malam di Juli ini

Oh, jikalau kau tahu Juni ini banyak sekali kegiatanku yang bermanfaat hingga tak bermanfaat, namun sekarang itu bulan Juli, sehingga Juli ini aku ingin bercerita, sekedar penawar sakit lupa.


Tahukah kamu siapa ini yang menulis, ya ini aku, hanya aku sendiri, bukan mereka tentunya. Biasanya temanku memanggilku ‘God’, seperti panggilan atas tuhan dalam bahasa Inggris, mungkin mereka menyembahku. Tapi aku husnudon aja mereka kan orang Indonesia, ya sebagai warga lokal mereka kurang tahu bahasa. Aku maklum.

Tahukah kau, bulan Juni itu aku putuskan untuk tak memaksakan kehendakku untuk magang menjadi pacar dari bidadari asal Cianjur, ya mungkin aku ini telah bosan ataupun ungkapan rasa menyerahku. Tapi tak apalah kenangan itu akan aku tulis saja. Biar menjadi kenangan yang akan aku kenang untuk masa depan, itupun jika umurku masih ada.

Malam itu, tanggal berapa ya? Aku lupa lagi namun aku masih ingat bulan telah melewati purnama, aku mengajak temanku untuk sekedar makan surabi di Setiabudhi, sebuah rencana yang telah aku rancang jauh hari, akhirnya bisa aku laksanakan juga. Namun malam itu hanya seperti malam biasanya. Aku masih saja gugup walaupun hanya untuk mengobrol dengannya, nya siapa? dan tak kah apalah juga. Cuma tulisan, perlulah aku sebutkan Nenden namanya. Kukira kau akan tahu dengan membaca.

Oh, aku telah khilaf untuk menulis namanya itu, ketika ia baca ia pasti tak akan suka dengan hal tersebut. Kau tahu kenapa ia begitu, jikalau kau tahu ia sendiri yang berbicara itu padaku.

Untuk beberapa kalinya aku hanya tersenyum, melihat tingkahnya, ia seperti tisyu yang putih, dan tak rusak oleh kepalan tangan kotor dan tak berubah warnanya, ah kenapa jadi begini model tulisnnya kau tak akan pernah tahu aku menulis kebenaran atau kebohongan. Tebak saja.

Ia hanya mengobrol seperlunya, kau tahu hal itulah yang paling aku sukai darinya, ia tak pernah berubah dari dulu aku mulai mengenalnya, jikalau kau tahu sampai kapan aku berada di Setiabudhi itu sampai jam dua belas malam mungkin kau akan marah karena membawa anak gadis orang untuk hanya sekedar menjadi teman makan nasi goreng seafood, dan segelas Nutrisari panas tentunya.

Dalam perbincangannya, aku mulai menanyakan tentangnya padaku, jadi curhat, tapi kau juga kan tak tahu ini benar atau bohong adanya, dan ku yakin kau tak akan percaya.

“Gimana udah menerima pendaftaran belum?” ujarku
“Daftar apaan ?” jawabnya

Memang telah lama aku tanyakan tentang kapan ia membuka pendaftaran untuk menjadi pacarnya, namun.

“duka,” jawabnya singkat

Dan kau tahu, aku hanya tak habis pikir mengapa ia bingung seperti itu, namun ketika ada cermin di ruangan itu aku mulai mengerti. Aku seperti labirin.

Hingga akhir jam kami berada di Setiabudhi, ternyata dalam perjalan ketika aku tanyakan ulang masih memberikan jawaban yang sama.

Dan akhirya aku pulang ke SUAKA, dan mungkin dengan perasaan sedikit lega. Namun malam ini jika kau tahu, aku mengurangi minatku untuk magang menjadi pacarnya, dengan beragam alasan, jika hanya alasan mulut bisa berkilah namun tulisan tak pernah bisa berkilah.

Aku telah mulai lupa dengan tanggalnya, namun jika kau tahu siang hari itu aku mengajaknya sekedar untuk berjalan-jalan, ya hanya sekedar untuk mencari jawaban selain, “duka,” dan aku harapkan itu adalah jawaban lain, namun masih saja sama.

Yang kau tahu siang itu setelah aku mengantarnya pulang aku menonton The Trees And The Wild dan Rosemary, oh itu sungguh menarik jika tak ada gangster yang merusak acara.

Namun perasaan itu masih terngiang hingga malam belum menutup mataku untuk tidur, dan kau tahu SMS terakhirku padanya adalah menunggu jawabannya sampai hari Ahad aja, berarti hari itu adalah hari Rabu, dan jikalau kau percaya hingga hari itu jawaban masih belum berubah. Bahkan setelah hari Selasa berlanjut menuju rabu ketika sepatuku menginjak kendaraan asal Garut. Di sana, ya maksudnya di ELF itu, aku berfikir itu adalah sebuah penolakan. Dan aku berterima kasih untuk hal itu.

*ditulis dengan senang hati

Jalan-jalan ke Sumedang


Tahukah kamu aku sedang berada dimana? Aku berada di kamar kost temanku Iqbal dan aku ini Godi Rangga Budi Anshary, seorang mahasiswa asal Banjaran dengan konsentrasi jurusan D3 MKS, sebuah jurusan yang membuatku mengenal banyak orang yang akan aku kenang selalu untuk hidupku yang singkat ini.

Horee! Semester yang menjemukkan ini akhirnya usai sudah, tapi apakah kata selanjutnya setelah kata horee, yang aku kenal itu pasti liburan, sering kali aku tanyakan liburan mau kemana? Tapi tak dihiraukan jua, namun aneh sekali ketika semester ini akan usai mendadak, bukan mendadak dangdut tentunya, bukan aku yang menanyakan liburan kemana tapi aku diajak liburan. Horee masih terus berklanjut.

“God jadina ka imah c heppy, nginep brangkatna poe rebo jam opat ngumpul di poliklinik,” ujar Iqbal temanku, tapi kalo ga salah teksnya bukan seperti itu dalam SMS-nya, ataupun percakapan pendek dalam telepon, tapi yang penting mungkin bisa dimengerti maksudnya. Aku akan berlibur ke Sumedang.

Setelah aku membayar, dengan uang tentunya, dan kepada Iqbal tentunya juga, dan apa ya aku lupa lagi yang pasti itu aku bayar hari Selasa. Tapi perlukah aku perjelas aku telah membayar. Saya kira tak perlu, tapi aku telah mengetiknya. Jadi tak apalah.

Hari Rabu pun datang, sebenarnya aku telah berangkat ke kota Bandung sejak jam 10an, tapi aku harus pulang lagi ke rumah, dan badan ini terasa sangat cape dan hampir saja aku ingin tak jadi ikut namun melihat kondisi motorku yang pegas belakang atau yang dikenal dengan sokbrek atau apalah itu aku menulisnya jika salah mohon dimaklumi, aku makin bersemangat untuk tidak ikut. Tapi setelah aku pikir dua kali dan beberapa kali setelahnya aku pun memutuskan untuk berangkat walaupun aku sangat lelah. Dan ternyata terbayar juga.

Temanku Ihsan Saepul Millah yang dikenal dengan nama Sally, menyampaikan SMS yang kalo ga salah kata-katanya “Cepetan,” pokoknya mah gitu we lah karena teks aslinya telah aku hapus untuk itu maaf jika salah teksnya. “Otw d riung bdg,” jawabku dan tentunya via SMS juga.

Sesampainya di halaman poliklinik aku terperangah karena teman-teman ternyata belum semuanya ada, aku pikir mereka telah meninggalkanku ternyata mereka belum datang, lega juga akhirnya aku segera melaju ke SUAKA tentunya untuk mengecas HP ku yang sedang mengalami kekurangan daya listrik. Tak berapa lama aku berangkat juga menuju poliklinik, “God boncengan sama Lina ya,” ujarku temanku Lina dan kau tahu apakah yang akan aku katakan selanjutnya kepadanya, “Maaf Lin sokbreknya pecah euy, maaf aku mah jalannya sendirian aja, ga apa-apa?” ujarku berkilah. Tapi memang begitulah kedaannya aku bukan bermaksud untuk pelit sih walaupun aku merasa berat. Bukan berat badan tentunya.

“God kadieu, kieu mobil teh pinuh teuing, jadi maneh mawa hiji, si Nden jeung maneh,” ujar temanku Iqbal, dan kulihat mobil penuh juga, dengan senang hati akhirnya aku mengendarai motorku bersama seorang warga Cianjur, tepatnya Ciranjang. Nama yang aneh bukan? Ranjang kok pake Ci.

Tahukah kamu apa yang Lina katain kepadaku, “Ih Godi mah sama Lina mah ga mau, tapi sama Nenden kok bisa,” ujarnya menggerutu, dan aku hanya bisa tersenyum puas melihat temanku yang lucu mulai marah-marah.

Jikalau kau jadi aku mungkin akan mengungkapkan banyak hal bersama seorang bidadari asal Cianjur itu, namun berbeda denganku aku tak bisa berkata banyak dengannya karena aku selalu gugup berbicara dengannya, “Launan jalanna,” ujarnya, oh akhirnya ia berkata juga kepadaku, “Ceuk ce nur,” ujarnya lagi, ah ternyata itu bukan kata-kata petuah yang tulus darinya.

Aduh aku jadi curhat tapi ya begitulah mungkin,wong ini tulisan saya jadi kalo mau baca, baca aja jangan protes.

Sepanjang jalan Cinunuk telah berlalu, ternyata perutku mulai menagih jatahnya sebagai perut untuk diiisi, “Eureun heula nya dek nambut jaket,” ujar Nenden kepadaku namun karena perut ini yang lapar dan kendaraan yang sedang melaju kencang, “Ke we nya sakalian jajan lapar,” ujarku dan apakah reaksinya ia malah menggerutu.

Setelah jaket hijau muda punya Ovi itu menempel di tubuhnya. Motor itu, ya motor saya maksudnya mulai berjalan lagi melaju maksudnya klo berjalan kan pake kaki. Lanjut, dan tahukan kamu jalannya menuju Sumedang ternyata macet dan itu sungguh tak enak untuk dilihat. Hanya bemper mobil besar dan kecil yang aku lihat. Tapi menaiki kuda besi ternyata memberiku jalan yang lebih baik baik dari pada menunggu dan tepatnya di depan plang hijau bertuliskan NUURUS AZMI aku dan Nenden berhentii untuk meminum beberapa tetes, ga ketang Cuma sebotol Tebs dan sebotol lagi air mineral yang sudah dibeli dan dibayar.

Horee akhirnya bisa berlanjut lagi. Pinginnya mah aku teh ngobrol apaan gitu sama Nenden teh pas waktu istirahat tentunya, tapi tetep aja ga bisa aku gugup saja. Untuk gungkapkan perasaan saja sulit apalagi ngomong klo godi teh suka, tapi sulit ngomongnya, atau pake bahasa inggris I care gituh aku teh sulit, tapi ternyata diam adalah pilihan saat itu. Secret admirer.

Ow damn! Tetep aja aku gugup, padahal udah se-jok. Ga bisa aku teh mulai ngobrol nanyain pendapatnya tentangku dan apapun lah itu nanyanya kaya yang PDKT gitu, tapi tetep we gugup. Ah perjalanan yang membosankan.

Eh aku mau mengabsen teman-temanku yang datang dan tak ikut, ada Iqbal, Heni ga ikut, Leni, Nenden, Mila ga kut sama juga kayak Miliya, tapi Ika ikut, Mala juga, siapa lagi yah yang ikut, oh ya Kamaludin Sidik ikut dan Bengkeng juga, sama Lukman juga, sama Hardi juga, sama Ira juga, sama Ida juga, sama Upit, Ovi juga, Agnes gitu maksudnya, dari pada jadi Stress, sok milih mana? Oh iya Imas ga bisa ikut tapi Nita ikut, eh iya ada Neng Pia trus Hawa juga, trus siapa lagi ya, Lina dan Mira sama Nurhasanah juga ikut tapi sayang, Hana ga bisa ikut Natsir juga, Geria juga, Ahmad juga, Uji juga, Fajar juga, tapi Ihsan sama Mir’atu ikut dan yang paling keren yaitu tuan rum,ah Heppy makasih banyak untuk tempatnya dan potongan memori indah untuk kami semua. Untuk mereka yang tak bisa hadir dan yang hadir aku sangat berucap makasih pisan sangat banget sekali banyak untuk sudi menjadi temanku.

Oh iya dalam perjalan juga ada turis domestik yaitu Agnel pacarnya Mala sama pacaranya Mir’atu juga ikut. Tapi mereka sangat membantu dan memberikan memori lebih. Makasih juga.

Lanjut saja dalam perjalan ke Sumedang yang macet itu lho, ternyata banyak sekali mobil yang aku salip, dan aku mengikuti mobil yang Iqbal dan teman-temanku tumpangi diiringi senandung riang teman-teman, serius seperti angkutan para TKW gitu tapi ini TKWnya mahasiswa, hehehe.

Berhenti dulu di depan bank gitu atau apalah itu namany logony mah mirip BRI, tapi aku takut itu menjadi pitnah. Karena dari sedari awal kegiatan moto-menpotret telah banyak dilakukan akhirnya itu berlanjut dan kebanyakan hanya poto-poto, walau malam tetep we. Poto-poto.

Udara malam mulai mendingin eh apa ya kaya yang paling baik untuk mengungkapkan udara dingin yang mulai terasa ketika itu, sepertinya udara malam yang mendingin. Perlahan namun pasti ban yang ada dalam mobil mulai melewati belokan-belokan yang akhirnya sampai juga di rumah Heppy, awalnya aku heran kenapa parkir disana dekat dinding tak langsung masuk garasi, eh ternyata itu bukan rumah yang dimaksud, “Rumah aku mah yang ini,” ujar heppy sambil menunjuk ke atas, ternyata ia mempunyai rumah diatas rumah orang lain.

Sepertinya tak perlu dibahas klo di dalam rumah kegiatan menjadi terpencar ada yang fokus nonton TV walaupun TV nya dirusak Ihsan, ataupun mengobrol. Namun kejadian ganjil terjadi di luar rumah, para lelaki bermain kartu gapleh dengan hukuman yang syariah. Adzan, tahukah kamu siapa yang menjadi korban pertama, saudara Kamaludin Sidik adalah yang beruntung disusul Bengkeng dan Hardi, jikalau kau dengarkan alunan rusak adzan mereka mungkn kau juga akan tertawa karena adzan mereka direkam dalam HPku. Menyenangkan tertawa bersama.

Aduh giliran aku yang menjadi bahan perbincangan, nanyain kesan-kesan boncengan san Nenden lah ini lah, itu lah namun aku tak bisa menjawab, diam saja sudah cukup rasanya.

Sedang selanjutnya bakar ikan, namun di dalam ada yang ngobrol, ditato gambar absurd hingga gambar T.I.T.I.T bahkan ada yang sibuk dengan dirinya sendiri, ya main HP gitu maksudnya. Namun ketika makan, ajaib semua orang hadir, dengan makana yang enak tentunya dan peserta terakhir yang makan adalah Ovi namun kerena Ira sama Mira mereka malah asik bermain batu Ceragem. Dan akhirnya dua ikan lain ikut digoreng dan dimakan oleh mereka.


Oh malam yang sangat panjang karena aku cuma diam dan banyak godaan untuk nenden, namun aku tidur karena lelah dan makan ketika waktunya tiba. Oh malam yang sangat panjang karena jam 2an aku baru mau tidur itu juga tidurnya di mobil, dan terjadilah beberapa percakapanyang tak jelas karena mengantuk sangat. Pagi buta kira-kira jam setengah enam ada seorang pemuda yang mengetuk kaca mobil dan Iqbal bangun dan aku setelahnya aku bangun juga setelah shalat, dan beberapa rutinitas yang biasa di waktu pagi lainnya dilakukan olehku dan teman-temanku lainnya semua siap untuk menuju tempat yang namanya curug. Dengan sebelumnya ada video opera sabun dari Hardi di WC. Wkwkw.

Eh iya wilayah yang aku kunjungi itu namanya Kebon Seureuh, mungkin dulunya ada kebon seureuhnya gitu atau apalah itu ceritanya, dan itu terlertak di Sumedang Selatan, sedangkan curug yang akan kami kunjungi itu namanya curug Gorobog, nama yang aneh bukan, semoga saja itu bukan cerita aneh juga yang melatar belakangi kenapa nama itu itu ada. Sebelum kami menuju tempat itu kami maka-makan dan poto-poto di tempat yang namanya Cibingbin, nama yang aneh juga ya? Tapi perlu diketahui moment itu tak akan pernah kami bisa lupakan untuk sejarah kami. Semoga kenangan indah tetap ada.

Setelah cukup dengan makan-makan dan poto-poto akhirnya tujuan awal yaitu curug itu kami jambangi juga, namun sayang ternyata ditutup dan yang paling bersejarah ialah ban motor Kamal itu bocor dan yang memakai Hardi dengan secara bersejarah bannya itu dicopot dan diperbaiki di tukang tambal.

Aduh itu adalah kenangan yang lumayan indah soalnya bisa poto-poto dan mengabiskan waktu dengan secara sewenang-wenang bersama kawan-kawan.

Eh Hardi datang juga dan memperbaiki motor Kamal secara berjamaah hingga baik lagi, bisa dipakai gitu maksudnya, dan ternyata sebuah kejadian adalah suatu sejarah yang akan dikenang dengan banyaknya saksi sejarah membuat kami tahu bahwa teman itu adalah teman itu adanya.

Setelah berembuk akhirnya kami memutuskan untuk segera pulang dan beristirahat sejenak untuk pulang sebelum meninggalkan kota Tahu itu. Sebenarnya jerih payah telah terbayar dengan udara yang nyaman untuk dihirup pemandangan karpet hijau padi muda yang jarang dilihat di kota Bandung dan air yang dingin dan nyaman menyentuh kulit sudah cukup memuaskan.

Eh tahu ga? Pulangnya Nenden itu tak bersamaku, ya tak apalah. Toh kenangan ini telah menjadi sejarah. Dan indah rasanya bisa mengenal Lina, Leni, Mira, Miratu, Ira, Ika, Ovi, Upit, Bengkeng, Kamal, Lukman, Iqbal, Hardi, Ida, Nurhasanah, Hawa, Nita, Neng Pia, Heppy, Mala, dan Nenden tentunya. Makasih banyak untuk waktunya saling berbagi waktu di hari rabu sore hingga kamis yang indah.

Semoga tali silaturahmi ini masih erat terjalin di hari esok. Amin.

*Diketik di hari Kamis malam dan diedit hari Jum’at dengan senang hati.

Sabtu, 05 Juni 2010

D3 yang aku ikuti part II

Aku punya teman yang sejurusan denganku, akupun tak pernah tahu alasan ia memilih jurusan tersebut, karena ada aku kah, atau karena ada sesuatukah, kuharap mereka bersyukur karena telah mengenal aku sebagai orang yang baik hati, hehe.

Berikut ini adalah teman saya, orang tua dia sendiri menamakan dirinya itu lqbal, walaupun aku sering menyebutnya dengan nama ‘gede’ atau pun cukup dengan Bal saja, ia teman seperjuanganku di MKS, hidupnya sungguh sangat teratur saking teraturnya menambah berat badan hingga ia besarnya sebesar dua tubuhku. Tak perlu lah aku sebutkan ia itu berukuran xl.

Yang aku pahami ia sangat cerdas, dan mempunyai seorang pacar bernama Iva Arva apa itu, aku lupa akhirannya jika pun kamu tahu orangnya itu berasal dari Majalaya, sama seperti kota temanku yang lainnya namun ia jurusan jurnalistik namanya Yogi Hafidzin.

Kadang kala aku sangat iri dengan Iqbal, tak apa sepertinya dalam part II ini aku mengupas tentang temanku yang satu ini. Ya sudah lanjut kembali dengan temanku yang satu ini, aslinya ia orang yang berasal dari Ciamis, sama seperti salah satu dosenku di jurusanku tentunya tapi ia masuk UIN bukan karena KKN, tapi hasil jerih susah payahnya, Mungkin.

Eh, jikapun engkau tahu ia kini ngekos, kau pasti tahu menyewa sebuah kamar di salah satu kamar kos di Bandung ini. Jika engkau hendak mencarinya, maka carilah dengan seksama. Tahukah engkau jika kosannya itu berada dekat sebuah rumah makan yang kini telah berubah menjadi rumah makan juga namun berbeda pengelola. Tapi itulah yang paling bisa aku ingat ketika aku mulai mengenalnya.

Ada suatu kekecewaan yang membuat kesalku padanya hampir tidak hilang. Begini ceritanya, pada
waktu itu aku sudah mempunyai sebuah tiket suatu acara, aku lupa lagi apa nama acara tersebut yang pasti bintangnya ada Goodnight Electric dan Pure Saturday, tahukah engkau jika dua pementas itu yang aku tunggu dari acara tersebut ternyata Iqbal mau ikut, dan aku menyanggupinya, eh ternyata setelah berhujan ria dan basahnya jaket menghentikan langkah menuju acara tersebut, tiketnya tertinggal di kamar kosnya.

Aku sangat kesal dan hanya bisa ketawa-ketawa satir dan pusing mau apa, akhirnya aku jalan-jalan bukan pakai kaki tentunya pakai motor yang dikendarai tentunya motor aku atau iqbal ya, aku lupa bagian tersebut, untuk Iqbal temanku yang dirahmati Allah maaf karena menghitungmu jadi dua soalnya konteksnya masih kesel. bertiga naik motor tentunya karena Iqbal dihitung dua. Untungnya sang polisi tak menghiraukan kami.

Tak lama perjalanan makin tak jelas karena ya mungkin disebabkan sebagian basah, tapi tak apalah itulah mungkin sebuah perjalanan jika tak dengan rencana yang baik. Tapi jadi kenangan indah kami bertiga.

Sepertinya tak perlu aku ceritakan semua hal yang aku kenal tentang temanku ini, soalnya ia itu orangnya unik dan jarang punya teman sekelas sebaik dia. Ia itu dulunya ikutan filsafat mungkin karena ia mengakui dan menyadarai dirinya tentang kekurangan ilmunya untuk menerima ajaran filsafat yang begitu agung ternyata ia kembali ke jurusan ekonomi bersama kami di MKS.

Sebenarnya Iqbal sangat setuju dengan ilmu di MKS, namun karena banyak sekali pengulangan ia pun kurang menerimanya ditambah lagi banyak kerancuan antara ilmu dan fakta, seolah ekonomi islam itu bukan rahmatan lil alamin.

Mungkin jika baca tulisan ini ia akan marah-marah dan menghina saya, atau pun mengumpat dan memarahi saya ketika bertemu saya, tapi tak apalah demi perjuangan saya dan tugas agama saya, saya akan terus menulis. Eh mengetik.

Tak terasa dua halaman akan aku jelang dalam menulis ini, dan tentunya. Sepertinya tulisan ini harus diteruskan.

Lanjut. Sekarang mungkin kau yang baca telah mengenal sedikit tentang temanku ini, semoga kau yang telah kenal dengan Iqbal temanku ini akan menjadi lebih kenal, ataupun bagi yang belum kenal mak kenalan lah lebih lanjut, karena jika dalam pemaparan saya terlalu subjektif.

Mungkin nanti temanku yang lainnya akan aku ceritakan di bagian ke III. Amin, tapi mereka marah ga ya?

D3 yang aku ikuti part I

Aduh, malang nian nasib mahasiswa D3 MKS, sebuah jurusan yang kini aku ikuti di kampus yang ada di Bandung Timur, aku sangat riskan untuk menulis bahwa namanya uin, dengan huruf kapital tentunya.

Yang aku maksud malang di paragraf awal itu bukan Malang sebuah kota tapi sebuah kondisi, tapi gimana yang mau menuliskannya soalnya tahun ini tak ada lagi jurusan D3 mks, katanya mah sih mau jadi universitas jadi we jurusan itu harus hilang, jurusan tersebut membuatku banyak belajar tentang kelicikan dan bersiasat.

Jika mau bercerita awalnya aku memilih jurnalistik tapi banyak alasannya untuk merubah pilihan menjadi PA, santai belum sampai ke alasan menjadi D3 mks, nah alasan yang paling cocok untuk pindah pilihan karena, pada masa itu, sebaiknya jangan kalimat pada masa itu soalnya siga jaman baheula kitu, lebih baik pada waktu itu, jadi pada waktu ekonomi perbankan syariah mulai booming bahasa kerennya mah padahal mah biasa aja, soalnya di desaku BMT sudah dikenal sejak aku kecil, jadi aku telah terbiasa dengan produk BMT.

Nah jadi we aku teh memilih D3 MKS, walaupun D3 tapi mending lah daripada gak ada, tul ga? selanjutnya aku mulai mencari info tentang jurusan tersebut. Sesuai dengan usulan orang tuaku aku ikuti jurusan tersebut, dan hasilnya lumayan menarik.

Aku mendaftar biasa saja dengan mengisi formulir seperti mahasiswa pada awamnya, namun perasaan males datang ketika tes, sepertinya itu bukan tes karena pada tes tertulis khususnya bahasa arab aku mengisi seenaknya, dan tentunya itu bukan jawaban karena aku keluar lebih dahulu dibandingkan yang lainnya. dan selanjutnya yaitu tes lisan ternyata bukan aku yang menjawab karena sang bapak pemberi wewenang tes terus berbicara dan hampir saja waktunya habis karena dari semua percakapan aku hanya menyebutkan nama, asal, dan alumni mana? dan yang paling patut disyukuri oleh semua orang ternyata aku lulus di D3 MKS. Hingga saat ini aku hampir menyelesaikan studiku untuk D3 MKS, dan menjadi Amd. Aamiin.

Semester satu aku sangat bingung dengan jadwal kuliahku namun aku punya teman untuk bingung lainnya, namanya Fajar ia tinggal di sebuah kamar dalam rumah orangtuanya tepatnya di Soreang, namun karena ia itu baik sekali dan aku juga sangat baik sekali orangnya, aku akhirnya menjadi teman seperjuangan di MKS.

Namun perjuangannya harus terhenti di beberapa semester awal karena 'pen' gitu? atau apalah itu namanya yang harus menempel ketika seorang mempunyai kaki yang retak dan harus memakai beda itu, kembali ke perbicangan akhirnya benda itu diangkatnya, tentunya oleh dokter yang Fajar percayai.

Dalam beberapa semester awal kukenal ia sangat cerdas karena argumennya yang tepat sasaran, ditambah lagi ia mempunyai tubuh yang gempal ,namun tak segempal temanku Iqbal, nanti lah ku ceritakan juga.

Oh ternyata beberapa bulan ia tak masuk kuliah, akhirnya tak ada teman untuk kebut-kebutan bersama di jalan Soekarno-Hatta ketika pulang kuliah. namun hal yang mengejutkan ialah aku mendapat surat undangan darinya. ia menikah.

Jafra teman-temannya memanggilnya, namun aku dan Iqbal lebih suka memanggilnya Fajar atau Jar, dan ia salah satu teman baikku, dan semoga ia baik-baik saja. Aamiin.

Jalan Malam

Aku harap sekarang ada teman disampingku, namun ternyata hanya bisingnya jalanan dan suara air turun dari atas sebuah atap minimarket.

Aku mulai bosan dengan kegiatan menulis ini karena aku mulai kehausan, dan ingin segera minum, tapi aku enggan untuk masuk ke dalam minimarket karena untuk minum saja uang kertasku akan berkurang, tapi itu tak membuat pikiranku buntu, aku masih punya minuman di tasku yang berwarna hitam.

Aku akan minum sekarang. Nikmatnya minumanku, walaupun itu air bening yang aku ambil tanpa minta izin kepada orang tuaku, semoga mereka ridlo untuk semua itu.

Beberapa waktu yang lalu aku hanya diam dan duduk bersila dan hanya mengetik walaupun beberapa orang telah melewatiku tanpa berkata punten karena mereka semua akan masuk, dan aku memakluminya karena aku ridlo dan tak tahu siapa mereka, kapan mereka dilahirkan, agama mereka ataupun isi dibalik kepala mereka, otakkah, atau apalah itu yang membuat mereka hidup. Semoga rahmat Allah SWT terlimpah ruah bagi mereka. Aamiin.

Di samping kananku berjajar galon-galon plastik berisi air, dan kotak amal tentunya. “Oh kapan hujan ini akan reda,” gumamku dalam hati, tapi itu hanya harapanku , namun untuk mengisi waktu luangku dengan yang bermanfaat aku bisa mengetik dan membuat sebuah cerita, apapun itu yang penting aku bisa tulis, tapi banyak ide yang ingin aku tulis. Aku memilih keadaanku saja saat ini, walaupun itu berita namun bisa juga opini, karena subjektif tapi mungkin tulisan ini akan aku kenang nanti ketika aku baca di kemudian hari. Aku telah menulis sebuah sejarah untukku sendiri. Jika orang lain beruntung mungkin ia juga akan tahu sejarah ini.

Aku sangat ingin untuk melakukan kegiatan menyolok alat yang ada di ujung kabel chargerku, namun itu sepertinya tak akan terlaksana karena tak ada sakelar disampingku.

Sepertinya hujan ini bukan untuk aku tunggu. Aku akan berangkat menuju temanku yang lainnya. Untuk bersosialisasi tentunya.

Tafsir Bebas

Biasanya seorang ahli tafsir itu seorang yang mempunyai ketentuan lebih, dari segi ilmunya, pengetahuan, buku yang dibacanya, berat badannya, atau pun istrinya jika ia lelaki atau suami jika ia seorang wanita atau mungkin juga simpanannya mulai dari berbentuk hidup atau pun tak hidup.
Secara pengetahuanku tafsir itu sebuah gambaran saja bukan sebuah artian yang sebenarnya hanya sebatas analisa atas sesuatu, jika saja kau tahu siapa itu seorang mahasiswa namanya, yang ia mengatakan bahwa tafsir itu ialah meraba hal yang tak mungkin teraba, seperti menjambak rambut
kepala orang botak mungkin.

Kadang kala aku sering menafsirkan banyak hal yang mungkin kata orang itu tak berhubungan sama sekali, atau mungkin berhubungan secara tak kasat mata.

Kembali lagi ke tafsir bebas yang menjadi topik dalam tulisanku ini, kata tafsir mungkin berasal dari bahasa arab, soalnya prasangka burukku mengatakan hal tersebut bukan berarti menolak arabisme tapi itulah yang aku ketahui, bahasa yang aku anut seringkali tidak original atau malahan tak ada originalnya sama sekali, semuanya serapan dari bahasa yang beragam pula toh umur bangsa Indonesia dimulai dari 1945.

Kata ‘tafsir’, sering kali aku potong-potong menurut opini ku sendiri, ‘ta’ dan ‘fsir’, kata tak sendiri mungkin aku asumsikan itu merupakan sebagian dari tafsir yang berarti tidak, soalnya aku sering kali berangan-angan membuat bahasa sendiri, tapi karena aku orang sunda aku lebih suka bahasa sunda. Jadi tak apalah, mereka yang selain aku tak atau mengerti bahasaku. Kembali lagi ke ‘ta’, aku ingin mengartikannya sebagai ungkapan ‘tidak’ dan ‘fsir’ tak bisa aku artikan karena tidak tahu mau kuartikan apa, jadi tafsir itu tidak tidak tahu, sehinga pantas saja mereka selain aku atau juga termasuk aku mencoba menafsirkan, mereka juga asalnya tahu tafsir hanya prediksi atau ungkapan ketidaktahuan saja.

Tafsir, kata yang menarik sekali bagiku seperti kunci menuju sebuah labirin yang ujung dari labirin sendiri ialah labirain lagi, memusingkan tapi mengapa orang mencoba membuat terkaan bagi suatu hal, tersirat maupun tersurat, mencoba mencari hal tersirat dalam tersurat atau mencari hal yang tersurat, jadi lebih baik menurutku saling bertukar surat saja, toh pesannya akan tersampaikan jika itu diterima dan dapat dibaca, tapi itulah menariknya pesan.

Ada yang menarik dalam kata tafsir, biasanya tafsir merupakan sebuah refresentasi subjektif pesan seseorang menurut tafsiran mereka sendiri, aku berani menulisnya subjektif karena tafsiran nabi, tidak dikatakan tafsir tapi hadis. Dan mungkin tulisan ini juga merupakan hasil tafsiran saya sendiri dan itu ku akui subjektif.

Aku sering berkhayal kenapa Allah tidak langsung memberikan pesannya ke setiap individu di dunia ini, namun ia memberikan kesempatan manusia untuk menerima utusannya, dan lewat akal para penerima pesan lewat utusan tersebut menafsirkan banyak hal yang mendekati mungkin, jadi hanya sebatas opini saja. Sehingga banyak sekali hikmah yang aku dapat dan bersyukur dapat menafsirkan karunia Allah dengan lebih besar.

Indonesia Milikku

Hey, tahukah kamu arti atau tafsiran dari kata Indonesia, secara kata Indonesia terdiri dari beberapa kata mulai dari bahasa Indonesia sendiri atau pun bahasa daerah hingga bahasa serapan internasional yang disebut dengan inggris dalam transliterasi bahasa Indonesia, atau yang awam disebut KBBI.

Indonesia, terdiri dari tiga kata dua bahasa inggris dan satu lagi bahasa daerah, khususnya Jawa Barat, terdiri dari kata in, done, dan sia, masing-masing mempunyai arti atau tafsiran secara kata, sehingga diartikan menjadi suatu tafsiran lengkap.

In artinya ‘dalam’ jika bahasa indonesia, namun karena keterbatasan kata dalam bahasa inggris dan begitu luasnya artian dalam bahasa Indonesia sehingga mempunyai arti yang ambigu ataupun tak jelas, kata dalam bukan berarti suatu posisi di bawah suatu lapisan tertentu karena itu artinya kedalaman, bukan juga suatu kata penghubung sehingga menghasilkan arti benda seperti celana. Karena begitu ringkasnya bahasa inggris sehingga arti ‘dalam’ bisa disebut on, ataupun under. Bisa juga in adalah menunjukan suatu tempat karena kata in there berarti menunjukan tempat, begitu juga dengan kata check in.

In di tulisan ini berarti suatu proses karena inginnya saya begitu, jika pun kamu protes maka buatlah sendiri tulisanmu tentang Indonesia, kembali ke topik in, aku artikan sebagai proses karena kata dalam dalam artian bahasa Indonesia berarti proses. Kata dalam rangka ataupun identifikasikan dengan dalam proses.

Sekarang kata selanjutnya yaitu done, tak ada yang istimewa dalam kata ini masih saja berarti selesai, atau pun sudah kecuali dalam pengucapannya kata ini lebih menarik jika dikonversi ke dalam bahasa Indonesia, karena suatu tata nilai yang berbeda kata done disebut ‘dan’ sehingga terkesan merupakan bahasa Indonesia, begitupun jika pengucapan yang salah terkesan menjadi nama seorang pelawak legendaris, Dono. Eh, jikalau kamu tahu ia adalah jurnalis handal dan seorang akademis yang tangguh. Ia seorang Dosen.

Selanjutnya kata ‘sia’, jika dalam tata bahasa dan nilai orang sunda kata tersebut adalah kata yang kasar karena biasanya merupakan ungkapan kekesalan, kata tersebut diabadikan dalam judul lagunya Tjukimay, oh, lagu yang sangat kurang mendidik, terutama dalam pendidikan norma berbangsa dan bernegara. Ada yang unik dari kata ini, jika dalam bahasa Indonesia adalah ‘kamu’ namun jika kata tersebut terjadi pengulangan maka menjadi sia-sia sehingga berarti tiada gunanya. Atau jika menurut hukum Islam yang aku patuhi berarti mubazir atau tak bermanfaat.

Selanjutnya arti dari keseluruhan Indonesia adalah berada dalam suatu proses yang sudah olehmu, namun secara tafsirannya Indonesia adalah suatu yang tak harus dilakukan sia-sia olehmu bangsa Indonesia dengan kekayaan kata yang dimilikinya tak boleh disudahi sampai disini.

Tertanggal 21 Mei

Malam ini hujan, tak kah engkau tahu bahwa malam ini hujan dengan suara bising kendaraan yang melintas sebuah minimarket di bilangan Bandung Timur dekat sebuah POM bensin, tak perlu aku tanyakan lagi bahwa POM bensin itu bermerek Al Masoem dan minimarket itu Alfamart, sebuah minimarket yang buka dua puluh empat jam atau dengan kata lain seumur hidup kecuali ada perintah untuk libur tentunya. Tapi apakah ia akan buka di hari kiamat? Hanya Allah yang tahu.

Bandung Timur sekarang hujan rintik-rintik, sebenarnya hujannya dikatakan sangat kecil namun mereka datang bergerombol, tetap saja aku menjadi basah, bukan tubuhku tentunya tapi ratusan benang yang menempel di tubuhku tentunya. Tak perlu dibahas lah proses pembuatan benang itu menjadi kain.
Aduh! Sekarang tujuanku adalah bumi perkemahan Kiara Payung, padahal aku tak tahu tujuan sebenarnya, semua kudapat dari undangan temanku Rais, ia seorang anggota LPIK, sebuah Lembaga Pengkajian Ilmu Keislaman, jikalau kamu tahu ia itu seorang laki-laki. Dan tak perlulah aku perjelas bahwa ia anaknya seorang PNS di Subang.

Di depanku ada sebuah tong sampah berwarna kuning, dari samping tertulis ‘hawaii’ namun aku malas untuk melihat dari depannya tertulis apa. Terus didekatnya ada sebuah keset berwarna merah, namun sekarang warna itu telah berubah sebagian karena banyaknya telapak kaki atau alasnya menginjak keset tersebut. Alangkah malangnya keset diciptakan oleh penciptanya dengan seijin Allah tentunya, namun ia selalu diinjak-injak.

Oh ya baterai dari nettbook ini mungkin tak akan bertahan untuk beberapa minggu karena ia hanya tahan untuk waktu dalam jam bukan seperti Alfamart berjam-jam ia akan buka.

Tahukah kamu bahwa jalan di seberang aku memarkir motorku bernama jalan raya Cinunuk, untukmu yang tahu semoga tetap melestarikan jalan yang ada diseberangku, melestarikan kebersihannya dan keindahannya. Namanya memang unik sekali, sangat unik untuk diingat karena ‘Ci’ itu dalam bahasa sundanya berarti air sedang ‘Nunuk’ aku tak mengerti, oleh karena itu aku akan mencoba untuk memecahkan misteri dari nama Cinunuk itu. Sungguh misterius.

Tak terasa hujan mulai reda aku ini sedang duduk dan menekan keyboard yang ada gambarnya mirip huruf, tak penting kiranya aku perjelas bahwa yang buat adalah alfabet. Hujan ini mungkin sebuah rahmat, namun bagaimana jika hujan di daerah Dayeuh Kolot. Masihkan ia menjadi rahmat dikala dinginnya malam. Sungguh kasihan jika mengingat aku juga harus berlama-lama duduk di jok motorku bersama bapakku ketika terjadi macet dikala banjir menggenang Dayeuh Kolot.

Oh ya tadi ada seorang bapak melewat di depanku, lalu ia membuang puntung rokok yang masih panjang kelihatannya. Mungkin melihat di pintu masuk minimarket ada tulisan dilarang merokok. Aku juga tak setuju dengan adanya asap rokok, semoga yang merokok berhenti benci terhadap rokok dan membuat kebatilan dengan membakarnya hingga yang tersisa hanya puntungnya.

Aku harap semua tempat menjadi Alfamart, karena semua tempat menjadi ada tulisan dilarang merokok, aku juga berharap tulisan dilarang merokok dihilangkan dari semua SPBU, sehingga kata merokok habis dari KBBI.

Oh tahukah engkau barusan aku tulis hujan mulai reda, ternyata Allah SWT berfirman lain atas nasib umatnya. Hujan mulai membesar lagi. Dan aku tak tahu kapan sang hujan akan mulai berhenti.

Riwayat obrolan sehabis Jum'atan

Berikut percakapan antara saya dan Luthfian Anwar, ia seorang juniorku di Teater bohlam, tanggalnya saya lupa lagi, tapi yang jelas itu setelah Shalat Jum'at,

13:23Saya
upi kamu ga jumatan
13:24Luthfian
ngga euy
13:24Saya
oh kamu pasti ada di kutub
utara atau kananya utara
13:24Luthfian
ngga saya abis kecelakaan kmrn
13:25Saya
oh turut berduka cita atuh
semoga lekas sembuh banget pisan sangat sekali atau duakali
13:25Luthfian
terima kasih god
13:26Saya
jangan god ah, terima kasih mah k allah swt aja
13:26Luthfian
hahahahahhaha
terima kasih godi mksdnya
13:26Saya
oh iya itu saya ngerti
gimana sekarang udah merasa baik-baik saja
13:27Luthfian
sudah lumayan sekarang
13:27Saya
lumayan teh apaanya
kecelakaan dimana dan kapan
13:28Luthfian
lumayan membaik
kecelakaan di laswi
13:28Saya
oh
kenapa memilih kecelakaan d laswi
13:30Saya
ah kamu ga bales jadi we saya berpulang dulu k dunia nyata
13:29Luthfian
saya ga memilih tapi kebetulan
13:30Saya
oh sangkain teh udah di jadwal, maafkan segala kesalahan orang lain jika berkenan itu juga
assalamualaikum
13:31Luthfian
walaikumsalam
13:31Saya
semoga rahmat allah terlimpah ruah bagimu dan bagimu negri biar aman sentosa
amin
dan amin rais

Maaf jika percakapan di atas terkesan sangat memaksakan untuk dimengerti, tapi ya begitulah adanya.

Hari ini temanku menikah

Godi Rangga Budi Anshary

Hari ini hujan rintik bukan menjadi latar Bandung Timur, hujannya sekarang lebih besar dan lebih lama terasanya, karena tak terasa dari ba’da Ashar hingga Isya menjelang hujan tak kunjung reda. Jadi ingat lagu KOIL tentang hujan, sungguh nyaman sekali didengar, namun sayang tak dapat kudengar,
hanya pelipur lain yang datang, track A Movie Script Ending dari Death Cab For Cutie.

Kamar kos temanku kini berwarna abu-abu, dengan kain hordeng yang terlihat baru, berwarna biru. Aku datang ke kosannya setelah menepati janjiku untuk datang ke pernikahan temanku, Gugun seorang veteran aktivis LSPI dari statusnya sebagai mahasiswa. Seorang teman debat yang lumayan teguh memegang prinsipnya pada politik islam yang fundamentails. Sangat keukeuh.

Aku mengenalnya ketika ada diskusi di SUAKA, tentang hukum positif tepatnya, terlebih lagi pada pelaksanaan demokrasi di tataran masyarakat. Ia sangat menolak dengan konsep demokrasi dengan efek negatif dari sebagian untuk sebagian sedangkan berbeda denganku yang lebih sosialis dengan konsep utopia dan masyarakat madani versi Marx menjadi obrolannya sedangkan Wicaksono Arif yang dikenal dengan panggilan Wicak lebih mengusung demokratisasi dan paham konsensus yang selama ini ia usung.

Walaupun perdebatan berlangsung pendek dan sengit namun itu lebih pada kita mengungkapkan pendapat, toh hubungan kami yang berdebat tentang paham yang kami usung tetap saling menghormati. Tak ada dendam antara kami.

Beberapa hari yang lalu aku mendapat SMS dari Gugun, perihal pernikahannya, walau pun sebelumnya proses taarufnya, telah ia perbincangkan antara kami bertiga, tapi itulah akhirnya ia konsekuen dengan calonnya. Ia menikah tadi pagi.

Dari pemaparannya tentang proses pencarian jodohnya terbilang sangat cepat, dengan perkenalan dengan cara yang tidak umum menurutku tapi mungkin bagi sebagian mereka tahu itu umum, tapi itu cara yang keren dan berani mengambil langkah menuju sebuah keluarga yang sakinah. Amin.

Dalam phonebook di HP ku tertulis Gugun Humas, sebuah panggilan baginya yang kerap aku berkirim SMS untuk menanggapi pernyataan paranoidnya terhadap sistem pendidikan barat yang cenderung membebaskan. Bahkan terlalu bebas.

Hari ini ia menikah, sebenarnya dari pagi aku telah persiapkan rencana ke pernikahannya jam 10 pagi, namun karena tempatnya yang aku belum tahu jadi kuperkirakan jam 11. Namun ketika aku ke kostan ternyata tak ada air untuk mandi, sehingga untuk menunggu jam keberangkatan menuju tempat resepsi aku sempatkan untuk memperbaiki helmku. Dengan lapisan kain baru tentunya.

Jam 12 telah berlalu beberapa menit, ada SMS menanyakan buku dari Husna aku jawab “Buku apa?” eh tak ada balesan, aku datang ke Suaka, ternyata semuanya sudah beres ujar Agus.

Dalam perjalanan yang aku pikirkan, adalah rencanaku untuk segera menghabiskan masa mahasiswaku ini, pokoknya minggu ini proposal harus beres. Tak dikira awan mendung terlihat ketika banyaknya pedagang tahu sumedang di pinggir jalan terlewati. Di pinggir Kahatex aku bernaung dari derasnya hujan yang mulai mengguyur kawasan industri di Bandung Timur.

Aku mengajak Sopi Sopiah, seorang juniorku di SUAKA, karena ia memang orang Rancaekek dan aku berharap ia tahu akan lokasi tersebut, dengan sebelumnya mengajak Tina, seorang Pemred media GERAK di SUAKA, tapi ia tak bisa karena ada tugas akuntansi ujarnya di SMS.

Sembari menunggu hujan aku menanyakan perihal tempat resepsi pernikahan Gugun padanya, ternyata ia mau mengantarku ke sana, semoga lokasinya ia tahu dan tak banyak tersesat.

Setelah reda hujan, ia menungguku di depan sebuah jalan menuju Perum, aku melihat sebuah umbul-umbul perikahan temanku, ternyata ini tempatnya ujarku dalam hati, tapi tanggung aku telah mengajak juniorku, aku melaju lebih jauh menuju tempatnya berada dan berharap ia lebih tahu tempatnya dariku.

Karena aku tak tahu tempatnya aku terlalu jauh mengendarai laju motorku, menuju Parakan Muncang, setelah berputar dan bertemu dengan kawan pengantar, aku harap ia menjadi guide yang baik menunjukkan tempat resepsi tersebut.

Ternyata, lokasinya sangat mudah ditemukan, dengan umbul-umbul pernikahan Gugun dan Nia telah tersaji di pinggir jalan dan tempatnya pun tak terlalu sulit dicapai.

Gugun berpakain serba putih sementara mempelainya dengan warna kuning keemasan. tampak serasi. Tak berlama-lama karena ia menyuruh kami segera makan, dan aku pun mengiyakannya, karena aku memang belum makan. Sementara menunggu sang mempelai aku mengobrol dengan Sopi, ia pernah bertemu dengan mempelai wanitanya sewaktu di LDM, dan ia pun kenal dengan tempat resepsi karena seringkali ada pasar tumpah di dekat area tersebut.

Setelah Gugun datang, kami menyegerakan pulang, berdoa untuk kedua mempelai, dan pulang mengantarkan Sopi menuju rumahnya. Dalam perjalanan aku bertanya dan menerka-nerka bagaimana nanti pernikahanku, apakah banyak temanku yang datang?

Jatinangor 13 mei 2010 sewaktu hujan mulai reda

Sukabumi - Surade

Sukabumi mereka memanggilnya demikian dengan udara yang sejuk, warga yang ramah, dan yang paling kuingat dari nama kota tersebut adalah luasnya, jika aku bisa berjalan-jalan ke semua daerah yang pantas aku kunjungi aku akan sangat bersyukur karena bisa melihat potensi yang tertidur pulas.

Siang hari itu langit kota Bandung timur terlihat cerah, warna biru dan awan putih menemani sejak pagi hari, “Jadi teu berangkatna?’” tanyaku dalam pesan ke Nenden teman sekelasku.

Setelah beberapa saat menunggu di SC (Student Center) kampus kami yang lekat dengan mitosnya kampus islami, akupun menunggu di jalan Manisi sesuai dengan instruksi teman seperjalanku.

Teman sekelas memanggilnya Nenden Komalasari, mungkin nama itulah yang diberikan orang tuanya ketika ia lahir, mojang asal Cianjur itu tak tahu mengapa seolah terus berlari di pikiranku, tak tahu bagaimana pada semester 1 akhir aku menyatakan cinta padanya namun akhirnya ia menolakku. Kusadari mungkin aku harus banyak berbenah atas diriku yang mungkin tak pantas untuknya atau mungkin hal lainnya yang menjadi alasan hal tersebut.

Sempat aku melihat cermin sebelum berangkat ke Sukabumi hari itu, kulihat seseorang dengan selera musik yang beragam, sangat menyukai Tan Malaka, dan F. Engels dan mungkin suka menggambar lewat Corel.

Setelah naik angkot Cileunyi-Cibiru akhirnya sampai di dekat Tol Cileunyi. Setelah membayar dan menyeberang jalan akhirnya kursi Bus Karunia Bakti bisa kududuki dengan seorang bidadari di sampingku. Sungkan mungkin jadi alasanku untuk mengobrol banyak dengan Nenden, tak tahu mengapa rasanya sealu sungkan dan tak menentu perasaan ini ketika berada di dekatnya. Mungkin aku saja yang aneh. Akhirnya kebanyakan aktifitas di perjalanan ke Sukabumi diisi dengan kegiatan tidur.

Akhirnya terminal Degung Sukabumi sampai juga setelah sebelumnya berhenti sebentar di depan terminal Rawabango Cianjur, akhirnya sesuai rute yang diberikan Mila Fitriyani teman sekelasku aku mencari jurusan Lembur Situ, jurusan tersebut satu-satunya jalur untuk mencapai Surade Sukabumi.

Setelah naik jurusan angkot lain dan beberapa saat berjalan kaki menuju angkot jurusan terminal Lembur Situ, akhirnya angkot tersebut kulihat juga, warnanya kuning cerah, mirip angkot jurusan Cigondewah yang sering aku naiki ketika mengantar ibuku mencari kain di Cigondewah.

Dalam perjalanan ke Surade serasa naik mobil trail atau jalanan yang sangat terjal, mending jika hanya terjal saja tapi kelokan yang tajam menjadi bonus indah bagi perjalanan ke Surade, lelah dan pusing karena dari siang belum makan, sehingga pikiranku tak bisa berpikir jernih yang kuingat hanya ingin tidur dan tak ingin melihat jalan, walaupun kata teman sekelasku, pemandangan disana bagus sekali, “Mana alusna, poek kieu,” ujarku dalam hati karena hampir lebih dari setengah perjalan lampu rumah jarang sekali aku lihat.

Akhirnya, alun-alun Jampang aku lewati sesuai instruksi dari Mila, aku harus berhenti di depan GOR Surade, setelah melewati beberapa kilometer, akhirnya sampai juga.

Di pinggir jalan telah menunggu seorang pria dengan sepeda motor. Inginku langsung duduk dulu dan rebahan atau memakan sesuatu di warung terdekat. Tapi pemuda tersebut langsung mengajakku dan Nenden naik motornya, ternyata itu adalah saudaranya Mila, dalam perjalan menuju k rumahnya Mila ternata tak jauh berbeda dalam perjalanku ke Surade, lumayan terjal dan gelap.

“Punten nya ngarepotkeun!” ujar Mila ketika kutemui ia di depan rumahnya menunggu tamu dari arah Bandung yang akan mengunjunginya, “Santai,” ujarku. Perjalananku ke Sukabumi ialah upayaku memenuhi janjiku padanya.

Setelah membasuh tubuh akhirnya aku bisa makan juga, syukurlah akhirnya perutku terisi juga, dan berisitirahat untuk esoknya melihat temanku yang akan menjadi istri bagi suaminya. Mila Fitriayani mereka memanggilnya tapi untuk biasanya aku memanggilnya Mi, bukan sebuah jenis makanan tapi hanya untuk mempermudah pemanggilan saja.

Langit biru menemani terbukanya mata pagi itu, deretan karpet, telah tersedia di halaman depan dan ruang tengah, sungguh berbeda dengan suasana pagi hari di kosan samping kampus, dengan udara yang segar, langit yang biru, dan melihat para pelajar SMP dan SD lewat depan rumah, rasnya seperti jaman dulu saja, menuju ke sekolah dengan berjalan kaki tapi sekarang setiap kali aku berangkat kuliah yang kulihat hanya deretan sepeda motor dan kendaraan lain yang dipenuhi oleh anak sekolah.

Tak lama rombongan datang, calon suaminya Mila, belakangan aku tahu bahwa ia adalah seorang guru Sosiologi dari tempat Mila menimba ilmu, dari pemaparan Mila awalnya ia kurang suka padanya namun ternyata jalan hidup berkata lain, ada rasa lain yang tumbuh dan membesar hingga akhirnya berbunga perkawinan. Hari rabu itu mungkin hari yang paling bersejarah baginya, ketika panggilan itu datang ia masuk ke ruang tengah seperti yang canggung mungkin karena pakainnnya yang serba putih dan lain dari pada bisanya ia terlihat sangat cantik.

“Sok calik di palih dieu,” ujar naib. Prosesi itu terbilang aneh bagiku karena berbeda dari biasanya keluargaku bisanya di ruangan yang besar atau aula, sedangkan ini ruangan tengah menjadi saksi bisu akad nikah, aku hampir tak dapat melihat wajah temanku itu karena kebanyakan ia hanya menunduk, kumaklumi ia berkelakuan begitu. Namanya juga pernikaannnya, apalagi ini yang pertama.

Acara prosesi akad berjalan sangat lancar, hanya tangisan anak kecil yang menjadi bumbu acara tersebut selebihnya pesan-pesan dari yang dituakan dan naib setempat. Namun pada saat sungkeman atmosfir serasa berbeda semuanya termenung dan hampir sepi, dan pendek cerita garisan tetesan air mata terlihat di pipi kiri temanku. Ia menangis.

Sesuai jadwal setelah akad pernikahan diteruskan dengan acara makan-makan, dengan hidangan yang tersedia, orang-orang berjajar dan berbaris rapi. Namun kurasakan udara makin menghangat dan waktu itu terasa sangat panas, setelah kutanyakan pada saudara Mila, memang begitulah adanya, ditambah lagi daerahnya yang dekat pantai. Panas.

Acara selanjutnya ialah pendokumentasian pernikahan tersebut, mungkin kebiasaan disana akad dulu baru hajatannya, tapi berbeda dengan kebiasaan keluargaku biasanya akad pernikahan bareng hajatan, sepaket atau kata lainnnya.

“Kamana?” tanyaku, “Ka Villa, urang foto-foto,” ujarnya. Karena aku tamu ya aku ikut saja, ditambah lagi aku tak tahu apa-apa tentang Surade, ternyata daerah tersebut daerah dataran rendah dan menyimpan banyak sekali potensi pariwisata, misalnya Ujung Genteng, Mina jaya, dan resort lainnya yang jika dikembangkan bisa saja seperti Pangandaran sekarang ini.

Beberapa spot rombongan kami berfoto ria, dan tentunya, pendokumentasian bersama Nenden, dalam hatiku, “Akhirnya bisa juga ambil foto dengannya,” tapi tak apalah walau tak optimal hasilnya, aku tetap bersyukur untuk kenangan yang mungkin akan menjadi beberapa sejarah dalam hidupku.

Setelah berpulang ke rumahnya Mila, Nenden minta untuk segera pulang, dan aku pun menyetujuinya karena mungkin Nenden lebih punya perhitungan tentang kuliahnya pada hari kamis esok, dengan alasan itu menurutku sudah cukup untuk segera pulang.

Dan akhirnya aku pulang bersamanya. Dengan rute yang sama Sukabumi-Bandung, di tengah Jl Soekarno Hatta, bus kami menambal banya terlebih dahulu, sehingga kami harus menunggu setengah jam lebih, Nenden hanya tidur, dan aku mendengarkan track Green Eyes dari Coldplay, jika saja ia mengerti mungkin ia kan tahu lagu indah itu untuk siapa, tapi ia hanya tertidur. Sungkan rasanya untuk mengajaknya mengobrol, karena aku kadang jadi salah tingkah di depannya dan pilihan terakhir. Aku hanya diam dan mungkin itulah jalan terbaik.

Kusayangkan sepanjang perjalan aku cuma diam dan hanya duduk di kursi penumpang, karena dari percakapan pendek saja aku sudah bosan dengan topik pembicaraan kami, hanya itu-itu saja dan tak menarik bagiku, sehingga aku pilih diam atau tidur dari pada mengobrol dengan topik-topik yang menurutku sangat berbeda banget dengan yang aku kategorikan menarik bagiku untuk jadi bahan obrolan, atau mungkin aku tak mau untuk membuat diriku tertarik.

Aku berjalan menuju kosan Nenden dari pintu jalan Panyileukan, karena sang Angkot tersebut mogok, dengan kondisi lelah, aku mengantarnya beserta satu dus oleh-oleh dari Mila, tak tahu aku isinya apa yang pasti itu dari Surade.

Esoknya kondisiku sangat lelah sekali, aku enggan mengobrol dengan siapapun karena aku pusing sekali, kurang tidur sepertinya.

Aku bergegas pulang, mandi air hangat dan tidur pulas. Semoga mimpiku banyak lebih indah daripada beberapa hari sebelumnya perjalanan ke Sukabumi.

Waktu itu pakaian mereka basah

Sore itu, udara sangat dingin ketika motorku melaju di depan terminal Cicaheum, hujan rintik telah menjadi teman perjalanku sore itu, tak disangka hujan berubah drastis, mengganas hingga kurasakan percikan air di tanganku walaupun telah terbalut oleh sarung tangan, disertai angin yang membuat penglihatan kurang jelas, karena air hujan yang deras, jarak pandang yang pendek dan yang paling utama adalah genangan air sepanjang jalan Antapani membuat laju motorku tetap dibawah 40 Km perjam.

Mungkin penggalan janji yang membuatku berbasah-basah ria dalam perjalananku ke Pasar Baru, untuk memenuhi pesana ibuku membeli dua paket Coklat pesanannya. Dengan hampir semua kain yang menempel pada kulitku basah dan itu rasanya sangat tidak nyaman. Akhirnya pesanan tersebut beres sudah.

Selanjutnya rute berikutnya ialah Banjaran, sebuah kota satelit di Bandung Selatan, dengan industri dan limbahnya yang memuakkan membuat populasi petani berkurang dan menjadi pekerja pabrik dengan secara tak sadar merusak lingkungannya.

Rusaknya lingkungan di daerahku mulai terasa dengan kualitas air yang berkurang dan seringnya banjir menemani beberapa tempat di Banjaran, ketika aku pulang air hampir menjangkau jembatan di Sasak Dua, sebuah daerah yang harus kulalui jika akan menemui rumahku.

Aku sangat bersyukur rumahku berada di dataran yang lumayan tinggi, karena jika saja di rumahku banjir 10 Cm, mungkin Banjaran dan Bandung akan tergenang dan danau Bandung jilid dua akan menjadi sejarah Bandung kedepannya.

“A, enggal ka Kamasan,” ujar ibuku ketika aku baru sampai di pintu rumahku, aku baru sadar rumah paman dan nenekku ada di Banjaran yang beberapa tahun terakhir menjadi langganan luapan air.

Dengan berjalan kaki dari Ciapus menuju Kamasan, aku ditemani adikku, ternyata kebanyakan warga telah diungsikan ke balai desa Kamasan, aku cari semua keluargaku dan rencananya aku akan membawa mereka semua k rumahku, tak kudapati semua keluargaku. Aku pun mulai cemas, tapi telepon dari rumah menentramkanku. Ibuku bilang mereka semua sudah di rumahku.

Tinggal melihat kondisi rumah saudaraku hanya untuk memastikan kondisinya saja, dengan celana yang sepenuhnya basah oleh arus air aku terus melaju menuju rumah nenekku, di sana ada pamanku yang berjaga, “Sok we uih, mang Amet mah di dieu nungguan beres,” ujarnya, aku pun bergegas pulang di tengah perjalanan pulang ibuku menanyakan kabar rumah aku paparkan, air mencapai lebih dari setengah pintu rumah dan ada pamanku yang berjaga, “Dititipan artos teu?” tanyanya, aku tak ingat bahwa ibuku menitipkan sejumlah uang untuk keluargaku di sana, aku putuskan membeli nasi timbel dan roti bakar, adikku membeli nasi timbel dan ayam goreng dan aku membeli roti bakar.

“Kumaha bumi teh?” tanya ibu penjual roti bakar kepada seorang ibu muda yang duduk disampingku, aku perkirakan demikian karena kemiripannya dengan bibiku yang baru mempunyai dua anak, “Sakedik deui bu,” ujarnya santai, “Sakedik deui kumaha?” tanya ibu penjual roti bakar, “Enya sakedik deui seep bu,” ujarnya santai, “Innalillahi, sing tabah we nya, da musibah mah teu aya nu apal,” ujarnya.

Aku melihat dan mendengar tersebut hanya termenung seolah tak percaya tapi begitulah yang terjadi, di sela-sela menunggu roti bakar siap, kulihat sang ibu muda menelepon, “Kang bumi kakeueum,” ujarnya lirih dan tetesan air mata terurai dan diusapnya dengan kerudung putihnya.

Sepanjang perjalanan masih terngiang peristiwa tersebut. Dan ketika aku menyerahkan makanan dan sejumlah uang untuk pamanku yang berjaga dekat rumah nenekku, aku sempat menanyakan keadaan di daerah selatan, “Wah di ditu mah seueur nu kakeuem," ujarnya singkat.

Semoga saja lingkungan menjadi cerminan atas kesadarannya untuk tetap melestarikan lingkungannya.

Masuk UIN*

Damn! aku masuk UIN setelah satu tahun aku tak meneruskan studiku yang malas dan akhirnya aku masuk juga dan jadi mahasiswa D3 MKS yang kupilih dengan alasan mungkin manajemen yang berbau syariah bisa menjadi ilmu yang bermanfaat, mungkin. Namun mungkin itu semakin tidak jelas ketika aku mulai Ospek atau istilah di UIN itu ta’aruf. Damn! universitas yang sangat kompeten dengan menempatkan mahasiswa yang banyak dalam aula berdebu tebal yang tidak mencukupi kapasitas, dengan para petugas yang katanya bertugas itu dengan enaknya hanya diam ketika mahasiswa lainnya mulai merokok sehingga mengganggu mahasiswa lain untuk bernapas lega dan mereka hanya lewat begitu saja, dan dimulai dengan absen dan diakhiri dengan absen pula ku akhiri ta’aruf tanpa kesan yang baik.

Di awal kuliah aku mulai kembali pusing dengan MKDU yang ditawarkan Universitas karena ada PPKN dalam jurusan manajemen mungkin selintas berhubungan jika mau menghubungkan PPKN dengan Manajemen Keuangan Syariah tapi rasa pusing itu ku hilangkan sejenak dan mencoba berpikiran positif saja, mungkin dari hal itu ada hikmah yang dapat diambil, dan ternyata memang ada hikmahnya ternyata mata kuliah PPKN hanya mengajarkan Pancasila dan memaksa kami untuk membuat makalah yang menerangkan tentang UUD 1945 beserta hasil revisinya dan beberapa sila dalam Pancasila. Damn! ternyata sangat relevan dengan jurusan yang aku pilih.

Lama sudah aku habiskan waktuku di UIN hampir empat bulan kurang aku belajar dan itu menjadi satu semester dalam pembayaranku pada saat registrasi, damn! sangat seimbang satu semester dengan pengurangan dua bulan lebih yang menjadi libur panjangku yang kuhabiskan dengan hal yang tak terlalu penting dengan mengikuti FDBS se-Jawa Barat (Festival Drama Basa Sunda se-Jawa Barat) dan akhirnya aku hanya sebagai peserta saja, kesal memang namun pagelarannya lumayan juga.

Damn! semester duaku diawali dengan pembayaran registrasi ulang dan kuliah yang membosankan dengan tugas dan tugas.

*dibuat sekitar dua tahun yang lalu untuk syarat artikel masuk jadi anggota Suaka, sekedar pengingat sejarah melawan lupa