Minggu, 17 November 2013

Tentang Al Ghazali

Tadi ada status dari Yoga, ia seorang pencinta alam yangmasuk keanggotaan dari Mahapeka, itu sejenis organisasi PA dari UIN Bandung,saya kenal dari teman dan berlanjut di dunia maya, dan menariknya ia membuat statusyang membuat menarik perhatian saya, dengan “sadar enggak, kenapa,” seolah menyodorkansaya tentang realitas efektifnya teori kelas, dan ternyata itu sangat diimanioleh Yoga, dengan menganggapnya maslahat.

Dan yang sempat terpikir ialah Al Ghazali, dan saya sadarisaya tak semuanya membaca tulisannya, namun ada yang menarik dari bukunya, meskipunbanyak sekali kontroversi tentang karyanya, tentang penyakit akidahlah, tentangkecurigaan ahli hadis bahwa buku Ihya Ullumuddin itu mempunyai kecacatanakidah, tentang filsafat yang dibawa ke ranah teknis ibadah agama, tentangkematiannya yang memegang buku Shahih Bukhary, tentang cara penafsirannya yanglebih menggunakan rasa ketimbang tekstual.

Ada yang menarik dari Al Ghazali, seorang yang berjenggot danmelakukan poligami dan banyaknya karya tentang agama, agama yang rahmatan lil alami.

Sedikit saja, dalam bab bersuci jika tak salah, iamenuliskan ketertarikannya tentang bab yang memulai dari semua ibadah yang jaditiang agama, dari tulisannya menunjukkan bahwa wudlu tak menunjukkanbukti-bukti fisik semata, tak semuanya praktek ibadah menunjukkan bukti fisiksemata.

Dalam menafsirkan wudlu, Al Ghazali menuliskan bahwa airhanya membersihkan fisik semata, namun ada yang lebih harus dibersihkanterlebih dahulu, membersihkan hatinya, menerima bahwa ibadah itu dengan keikhlasanmeskipun caranya seperti itu.

Penggambaran tentang wudlu ternyata mempunyai efek yangmenarik juga, tentang kategori air yang digunakan, tentang tata caranya, tentangshalatnya, dan yang menarik bagi saya ialah penggambaran bahwa air hanya bagiandari barang-barang di dunia yang dapat membersihkan fisik semata dan menerima ilmuialah yang menuntun bersihnya hati.

Seperti tidak masuk logikanya, seorang yang kentut harusberwudlu lagi, yang polusi itu keluar di pantat tapi yang dibasuh dari muluthingga kaki, bahkan makin tidak masuk akal ketika adanya keadaan darurat, denganterjadinya tayamum, yang kotor kaki tapi yang dibasuh muka dan tangan.

Jadi esensi bersuci tak hanya bersifat fisik semata, adanilai intrinsik lain dari satu benda dan cara.
Ada yang menarik juga melihat dari beberapa hujjah yangsering saya dengar di pengajian, alasan nabi mengusap muka sehabis shalat ialahkarena debu, dan itu menunjukkan bahwa daerah di sana banyak sekali debu, danitu menjadi alasan untuk menjaga terus kebersihan karena akan shalat, tapi yangjadi pertanyaan selanjutnya apakah kotor itu najis, sedang mereka yang menurutiajaran nabi apakah semuanya mempunyai alas kaki, baju yang menutupi seluruhauratnya, dan apakah agama menuntut itu semuanya sama sedang kemampuan setiaporang berbeda.

Dari situ saya mulai paham mengapa Al Ghazali menafsirkanwudlu hanya nilai fisik saja sedang ibadah itu fisik dan intrinsik, ada nilaiyang lebih dari sekedar gerakan-gerakan badan.

Dan bagaimana tentang teori kelas, sedari dulu mulai membacadas kapital, menerangkan bagaimana modal terus bertambah dengan cara-cara yanglebih praktis, namun tidak mensyaratkan saling ridho, dari mulai bab sewahingga bab reproduksi hanya menerangkan benda keduniawian saja dengan kata laincara para kapitalis bertambah kaya dan terus-terusan kaya sedang parapekerjanya 'dikondisikan' untuk melakukan proses ketergantungan.

Saya kira teori kelas dan semuanya tentang ekonomi sosialishanya akan memberikan jarak antara para kapitalis dengan para proletar, sehinggalupa bahwa dari kegiatan badan itu ada hati yang harus senantiasa bersih, takutnyaketika semua hal duniawi ini berakhir harta dan ilmunya hanya ‘kekotoran’ saja.

*diketik sembari senggang untuk Yoga, semoga bermanfaat darisemua kekurangannya semoga bisa menjadi lebih baik lagi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar