Tadi ada status dari Yoga, ia seorang pencinta alam yangmasuk
keanggotaan dari Mahapeka, itu sejenis organisasi PA dari UIN
Bandung,saya kenal dari teman dan berlanjut di dunia maya, dan
menariknya ia membuat statusyang membuat menarik perhatian saya, dengan
“sadar enggak, kenapa,” seolah menyodorkansaya tentang realitas
efektifnya teori kelas, dan ternyata itu sangat diimanioleh Yoga, dengan
menganggapnya maslahat.
Dan yang sempat terpikir
ialah Al Ghazali, dan saya sadarisaya tak semuanya membaca tulisannya,
namun ada yang menarik dari bukunya, meskipunbanyak sekali kontroversi
tentang karyanya, tentang penyakit akidahlah, tentangkecurigaan ahli
hadis bahwa buku Ihya Ullumuddin itu mempunyai kecacatanakidah, tentang
filsafat yang dibawa ke ranah teknis ibadah agama, tentangkematiannya
yang memegang buku Shahih Bukhary, tentang cara penafsirannya yanglebih
menggunakan rasa ketimbang tekstual.
Ada yang menarik
dari Al Ghazali, seorang yang berjenggot danmelakukan poligami dan
banyaknya karya tentang agama, agama yang rahmatan lil alami.
Sedikit
saja, dalam bab bersuci jika tak salah, iamenuliskan ketertarikannya
tentang bab yang memulai dari semua ibadah yang jaditiang agama, dari
tulisannya menunjukkan bahwa wudlu tak menunjukkanbukti-bukti fisik
semata, tak semuanya praktek ibadah menunjukkan bukti fisiksemata.
Dalam
menafsirkan wudlu, Al Ghazali menuliskan bahwa airhanya membersihkan
fisik semata, namun ada yang lebih harus dibersihkanterlebih dahulu,
membersihkan hatinya, menerima bahwa ibadah itu dengan
keikhlasanmeskipun caranya seperti itu.
Penggambaran
tentang wudlu ternyata mempunyai efek yangmenarik juga, tentang kategori
air yang digunakan, tentang tata caranya, tentangshalatnya, dan yang
menarik bagi saya ialah penggambaran bahwa air hanya bagiandari
barang-barang di dunia yang dapat membersihkan fisik semata dan menerima
ilmuialah yang menuntun bersihnya hati.
Seperti tidak
masuk logikanya, seorang yang kentut harusberwudlu lagi, yang polusi itu
keluar di pantat tapi yang dibasuh dari muluthingga kaki, bahkan makin
tidak masuk akal ketika adanya keadaan darurat, denganterjadinya
tayamum, yang kotor kaki tapi yang dibasuh muka dan tangan.
Jadi esensi bersuci tak hanya bersifat fisik semata, adanilai intrinsik lain dari satu benda dan cara.
Ada
yang menarik juga melihat dari beberapa hujjah yangsering saya dengar
di pengajian, alasan nabi mengusap muka sehabis shalat ialahkarena debu,
dan itu menunjukkan bahwa daerah di sana banyak sekali debu, danitu
menjadi alasan untuk menjaga terus kebersihan karena akan shalat, tapi
yangjadi pertanyaan selanjutnya apakah kotor itu najis, sedang mereka
yang menurutiajaran nabi apakah semuanya mempunyai alas kaki, baju yang
menutupi seluruhauratnya, dan apakah agama menuntut itu semuanya sama
sedang kemampuan setiaporang berbeda.
Dari situ saya
mulai paham mengapa Al Ghazali menafsirkanwudlu hanya nilai fisik saja
sedang ibadah itu fisik dan intrinsik, ada nilaiyang lebih dari sekedar
gerakan-gerakan badan.
Dan bagaimana tentang teori
kelas, sedari dulu mulai membacadas kapital, menerangkan bagaimana modal
terus bertambah dengan cara-cara yanglebih praktis, namun tidak
mensyaratkan saling ridho, dari mulai bab sewahingga bab reproduksi
hanya menerangkan benda keduniawian saja dengan kata laincara para
kapitalis bertambah kaya dan terus-terusan kaya sedang parapekerjanya
'dikondisikan' untuk melakukan proses ketergantungan.
Saya
kira teori kelas dan semuanya tentang ekonomi sosialishanya akan
memberikan jarak antara para kapitalis dengan para proletar,
sehinggalupa bahwa dari kegiatan badan itu ada hati yang harus
senantiasa bersih, takutnyaketika semua hal duniawi ini berakhir harta
dan ilmunya hanya ‘kekotoran’ saja.
*diketik sembari senggang untuk Yoga, semoga bermanfaat darisemua kekurangannya semoga bisa menjadi lebih baik lagi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar