Senin, 23 Januari 2012

jika saya punya rencana baik

Ketika sebuah tulisan “ditunggu tulisannya” ada di komentar catatan facebook saya kemarin yang saya baca, saya jadi tak bisa berkomentar, seolah saya harus membuat sebuah solusi atas masalah yang saya sampaikan.

Jika saya punya rencana baik, mungkin pertama kali yang saya pikirkan ialah sekre, melihat pembangunan yang berjalan, sadar tak sadar sekre akan segera lenyap, dan jika rumah saja tak punya maka akan kemana isinya? Maka rencana saya adalah memperjelas masalah sekre ke rektorat, jikapun benar harus ‘mengungsi’ dari kampus, maka sebaiknya memilih kosan yang dipilih sendiri, karena jika memilih dipilihkan oleh birokrasi kampus, sepertinya ketidakpercayaan saya sudah akut, sehingga anggapan saya tak ada gunanya percaya pada yang tidak baik. Dan sebagai solusi selanjutnya ialah mengumpulkan upaya ‘kejelasan’ bersama UKM lain.

Selanjutnya yang saya anggap urgent ialah open recruitment, saya akan makin gencar dengan selebaran dan pamplet yang akan ditempel di setiap kampus jauh, ya semisal Karyabudi, Tadikapuri, STT MANDALLA, dan Al Jawami, yang menjadi kampus sementara bernama UIN, saya takut jika kebanyakan Maba sudah masuk PMII dan HMI, atau KAMMI, atau organisasi ekstra kampus yang haluannya politik Islam ga jelas, yang gawenya hanya demo, tanpa bisa berkarya secara ilmu yang ia pikul. Alasannya bukan karena sirik terhadap organisasi ekstra kampus bukan pula karena saya sudah sedikit tahu tabiat buruk yang secara turun temurun organisasi ekstra kampus lestarikan di lembaganya, namun lebih kepada menyayangkan saja jika kesempatan Maba untuk masuk Suaka harus terhalang oleh AD/ADRT Suaka yang sangat membatasi kiprah mahasiswa dengan dasar independensi yang Suaka junjung.

Untuk open recruitment selanjutnya dilakukan PJMTD, dalam pemikiran saya jika punya rencana baik, saya sepertinya akan fokus pada skill, keberanian dalam menulis, dan bangaimana senior membimbng juniornya dalam menulis.

Jika saran saya untuk PJMTD:

1. Membuat program kakak angkat, meskipun kan menjadi kontroversi, namun banyak hikmah yang saya pikir menjadi tolak ukur sebuah penghargaan. Dibalik tali silaturahmi yang semakin erat antar kakak angkat dan adik angkat, akan ada kompetisi, sehingga akan terciptanya iklim kompetisi yang sehat.

2. Mengajak alumni untuk berpartisipasi, melihat dari banyaknya alumni yang saya pikir sangat kompeten dalam hal menulis, saya sangat setuju jika para alumi nya saja yang memberikan materi, bab ini sama siapa, dan bab itu sama siapa, sehingga mereka semakin dekat dengan kami di Suaka. Ditambah lagi mereka yang sudah mempunyai link, akan lebih baik lagi dalam memberikan usulan yang jelas bagi kami di Suaka, ya gampangnya minimal dapat pulpen sama notebook kertas dari perusahaan yang mereka ikuti.

3. Melakukannya di kampus saja, melihat dana yang minim di Suaka sepertinya itu jadi alasan yang kuat, karena tempat sepertinya sudah siap, ya pake kelas aja, ataupun itu mau sifatnya roadshow di tempat lainnya, ya itu sesuai maunya pemateri misalnya di Cikapayang, di lapangan Tegal Lega, di rumah pemateri atau sudah direncanakan sebelumnya maunya dimana sama panitia dealnya dengan pemateri.

4. Waktu pelaksanaan diperpanjang, ya bukan di gebregkeun beberapa hari, soalnya kalau menurut pemahaman saya itu sangat tidak efektif, soalnya menurut saya penyerapan ilmu yang baik itu, membutuhkan waktu yang relatif panjang.

5. Menggunakan sponsor yang besar dalam bargaining, media partner yang jelas, maksud saya ya bikin media partner terlebih dahulu, setelah itu mulai bikin proposalnya yang jelas, soalnnya mereka butuh publikasinya, dan kita butuh uangnya.

6. Bikin undangan pembukaan acara yang banyak, sebaiknya undangan disebar ke semua elemen mulai dari HMJ, UKM, Senat, Dema ga jelas, Dosen, Satpam, PD, Dekannya, pokoknya semua orang yang ada di kampus sebagai yang ikut serta dalam birokrasi kampus, selain untuk memperkenalkan Suaka lebih jauh, kita dapat menjalin hubungan yang relatif sangat dekat dengan mereka. Tak lupa undangan buat organisasi ekstra kampus yang dianggap berguna maupun ga berguna. Dan yang terpenting ialah pemerintah, mulai dari Presiden, Menteri, hingga Bupati, Gubernur, Balai Bahasa, dan Media. Meskipun terkesan nanti akan jadinya kayak ondangan, selama mampu didanai mah kayaknya bagus juga buat kesan yang ditimbulkan oleh Suaka nantinya.

7. Materi, jika menurut saya materi itu sangat fleksibel, soalnya materi yang dipilih haruslah yang menarik, dan tak lupa setelah pemberian materi harusnya ada evaluasi dalam materi tersebut.

8. Yang terakhir adalah komitmen, ini yang paling membahayakan dari semua hal, jika komitmen sudah hilang maka tak ada lagi yang bisa untuk diperjuangkan.

Selanjutnya, saya akan menyarankan bagian Litbang, untuk mentradisikan straight news, dan membiasakan menulis feature, bagaimana membuat karya yang timeless, mungkin saya pun sangat tidak kompeten untuk hal itu, oleh karenanya saya akan mengundang para alumni suaka dan Dosen yang kompeten sebagai pemateri dari latihan penulisan dan setelah latihan penulisan, selain memperdekat ikatan antara alumni dan pengurus hingga anak magang, hal tersebut akan membuat sebuah kesan bahwa dalam kepenulisan jalinan silaturahmi itu tak akan hilang, meskipun tersampaikan oleh tulisan saja.

Selanjutnya saya kira akan UP GRADING, di internal dulu, ya membiasakan sangsi sosial bagi mereka yang merokok ga gableg makan calacahnya, ya bagi mereka yang merokok dan tak bisa membuang kuntung dan calacahnya sebaiknya sangsi sosial saja, sehingga nantinya ada program carekan untuk yang tidak tertib, termasuk bukan untuk bab merokok saja, namun untuk hal lainnya juga, semisal tidak sholat, tiduran wae, kebersihan, liputan, dan yang terpenting dari sangsi sosial yang diberikan selain memberikan kesan galak maka akan tercipta kesadaran bahwa Suaka itu dibangun oleh banyak orang.

Selanjutnya fasilitas, jika saya punya rencana baik, sepertinya saya akan sarankan Pimpinan Perusahaan membuat proposal donasi dan pengadaan barang pada perusahaan besar, semisal kamera, recorder, notebook dan komputer yang saya ajukan ke perusahaan besar, saya yakin dana CSR mereka sudah cukup untuk itu, jikapun mereka tak bisa memberi yang baru, mintalah yang bekas juga ga apa-apa klo CSRnya ga malu mah, sehingga ga ada alasan kurangnya fasilitas membuat kemandulan dalam berkarya.

Link, link yang banyak sebaiknya bisa dipertahankan, mulai dari iklan hingga hubungan baik harus mulai diperjelas, semisal susunan pelindung dan dewan pers, yang hingga kini di Suaka belum ada kejelasan, siapa jadi apanya dan siapa pegang apanya.

Uang, kadang-kadang masalah dana ini jadi masalah akut di Suaka selain karena sangat ketergantungan oleh uang, hal lain pula membatasi uang sehingga kesannya tak ada logika ketika tak ada logistik, dalam pemikiran saya, jika tak ada maka udunan lah, sehingga tak perlu terpatok oleh uang, namun lebih pada karyanya. Jadi mulai berkaryalah.

Selanjutnya untuk perbaikan internal, secara personal, saya sarankan ketika yang dipilih itu asas Islam maka kepatuhan atas asas itu sangat penting, maka saya sarankan untuk memperkuat nilai-nilai islami yang telah ada, sehingga agama itu bukan hanya omongan saja, bukan masalah NU, Persis Muhammadiyah namun bagaimana teori menjadi aplikasi.

selanjutnya rencana baik bisa dipikirkan oleh setiap orang, jika ia mau.

jika saya punya rencana jahat

Ini hanya jika saja saya orang jahat dan akan menghancurkan SUAKA, sebuah organisasi intra kampus yang berlabel pers mahasiswa. Dengan berjuta cita-cita dan harapan akan munculnya karya yang berkualitas, mahasiswa yang kompeten dengan perkembangan jaman saat ini, bertanggung jawab atas ilmu yang dipikulnya dan menjadi kebanggan umat di jamannya.

Jika saya jadi orang jahat saya akan lestarikan kebiasaan mengobrol di SUAKA, hanya mengobrol saja tentang ini itu, tentang pak dekan yang homo, pak rektor yang cabul ataupun anggota SUAKA yang sedang pacaran bahkan maksiat di sekrenya, dan tak lupa membubuhi fakta sinis dan kebohongan massal, setelah mengobrol saya akan lestarikan diskusi yang percuma, sebuah diskusi yang membuat lawan diskusinya bingung, ini diskusi manfaatnya untuk apa dan bagi siapa sehingga akhirnya hanya cekikikan atas diskusi ini merasakan bagaimana nyatanya ironi sebagai mahasiswa sehingga waktu akan habis dengan mengobrol dan melupakan liputan hari itu, hari ini dan hari selanjutnya adalah mengobrol ria.

Saya akan ajarkan bagaimana melupakan cara untuk menulis, menulis sebuah fakta diganti dengan fiksi, menulis opini diganti dengan kenyataan dalam dunia fantasinya, saya tidak akan ajarkan bagaimana menulis yang menjadi ciri khas seorang insan berkarakter baik, saya akan lestarikan melupakan menulis feature, menulis tanpa by lines tanpa fire wall, saya akan ganti bacaan Bill Kovach dengan bacaan dari situs cerita porno, akan mengganti nasihat para alumni untuk terus berkarya dengan hanya diam di angan-angan saja dan ketika ditanya kamu hari ini nulis apa? Saya akan ajarkan bagaimana berkilah yang baik dan bisa dibenarkan secara akademik, sibuk kuliah lah, sibuk pacaran lah, sibuk bisnis lah, sibuk nonton film lah, sibuk ngurusin ini, sibuk ngurusin itulah, sibuk apapun sehingga lupa menulis dan rumah kedua di sekre itu tidak ada lagi dalam ingatan, saya akan ajarkan bagaimana lebih baik menulis cerpen, puisi, dan karya lain dan melupakan bagaimana menulis berita, saya akan lestarikan bagaimana melupakan jika menulis berita itu dimulai dengan body of knowledge, akan saya ajarkan bagaimana berbohong dengan silogisme, sebab akibab dan genelarisir tulisan dengan premis yang dibenarkan, dan bagaimana membuat delik pers yang fenomenal.

Jika saja saya orang jahat saya akan diskusi saja, tentang ini, tentang itulah, diskusi tentang premanisme terselubung oleh satpam kampus, pungutan liar oleh birokrat kampus, kebiasaan mabuk-mabukan di UKM lain, perilaku dosen yang makan gaji buta, keamanan kampus yang tak becus menjaga kampus dengan alih-alih sering hilangnya barang di kampus UIN, poliklinik yang tak jelas bagaimana manajemennya dengan setiap sakit dikasih obat yang sama, dokter yang tak ada pas ada yang sakit, bagaimana jual beli nilai di tiap jurusan, bagaimana preman kampus yang suka demo, ataupun bagaimana keburukan-keburukan yang ada dikampus ini, hanya bertukar pikiran saja, dan tak perlu menulisnya secara nyata, akan saya diskusikan bagaimana sistematika perekrutan organisasi ekstra kampus yang buruk, bagaimana mereka melakukan bargaining ketika akan ada event besar seperti OPAK, bagaimana mereka berdemo dan meminta uang kegiatan di kampus dan hasilnya hanya ritus sosial dan seremonial saja.

Jika saya jadi orang jahat saya kan buat image SUAKA buruk dengan berperilaku tak senonoh di kampus dan berbuat onar, akan memusuhi UKM lainnya sehingga SUAKA itu dikenalnya menghasilkan kader yang buruk budi, tak bermoral dan bermasa depan suram, akan saya berbuat buruk saja sepanjang hari demi sakit hati saya pada SUAKA.

Jika saya jadi orang jahat saya akan lestarikan program tidak menulis di saya sendiri dan saya akan tularkan kepada anggota lainnya, tak usah menulis karena akan membuatmu cape lebih baik hanya mengobrol, tiduran di SUAKA hingga siang hari menjelang, bahkan untuk bangun harus mendengar adzan Ashar dulu, akan saya lupakan semua literatur dan yang didengarkan itu musik saja, dan bagaimana membangun peradaban yang bobrok dalam rangka meneruskan generasi yang tak ada gunanya, bagaimana mendapatkan beasiswa dengan embel-embel tulisan orang lain di SUAKA, ini karya saya, saya juga turut serta padahal ia hanya ikut rapatnya saja, dan yang kerja itu anggota lain, saya akan lestarikan bagaimana hidup itu dengan alasan saja, tak perlu berkarya dengan tulisan, tak perlulah belajar bagaimana menulis itu dengan sembilan elemen jurnalisme, dan bagaimana melupakan aturan etika jurnalistik, tak ingat by line, tak ingat aturan titik koma, tak ingat aturan sumber anonim, tak ingat akan nama narasumber yang diwawancara tadi, tak ingat pake judul, tak ingat menulis titik diakhir paragraf.

Jika saya jadi orang orang jahat saya akan ajarkan anarkisme, feodalisme, rasa superior karena sudah jadi wartawan kampus, dan menghilangkan kepedulian terhadap teman-temannya se-SUAKA, ada teman yang sakit hanya dibiarkan saja, ada teman yang kesusahan akan saya ajarkan untuk dimaki saja karena tak ada gunanya dan tak perlu dikasihani, mengasihani hanya urusan tuhan, dan anak suaka bukan tuhan, jadi tak perlu ada rasa peduli tak perlulah disapa, kemarin sakit apa? Gimana kabarnya sekarang? Atau sekedar permintaan maaf karena belum bis menjenguk akibat ini itu apalah itu yang jelas itu retorika saja, dan yang terpenting menghilangkan nama tuhan dalam kamus sehari-hari, semuanya berjalan atas individunya, tak ada tuhan dan tuhan telah mati, setiap mendengar adzan akan saya sediakan tempat duduk yang nyaman, tempat tidur yang nyaman untuk beristirahat dan melupakan bagaimana bunyi takbir dan bagaimana akhir dalam shalat, dan Islam pun akan mati dengan sendirinya dan menggantinya dengan alunan musik yang membuat mata segera menutup kelopaknya.

Jika saya jadi orang yang sangat jahat akan saya biarkan saja keburukan terjadi di SUAKA, tak memberi saran yang membuat perubahan baik, akan saya lestarikan nama apatisme menjadi ajaran inti dari SUAKA.

Jika saya jadi orang jahat saya akan buat acara yang tak penting dan menggunakan uang organisasi dengan sembarangan, sehingga hasilnya defisit dan semuanya nombok kecuali saya, dan membuat kelicikan secara struktural, saya ini PU, saya ini Pimpinan Perusahaan, Saya ini Litbang, saya ini bla-bla-bla dan terus saja atas nama jabatan, bahkan untuk anggota saja saya akan terus berkilah dan terus beralasan karena cara saya di SUAKA itu hanya beralasan.

ini hanya jika saja, jika pun mau teman bisa melakukannya lebih jahat lagi

*diketik di SUAKA

rencananya

hari kakak angkatan saya akan dinikahi oleh calon suaminya, kami tahu, eh kami ketahui, klo kami tahu berarti kami terbuat dari kedelai, ah gak penting juga, yang kami ketahui ia itu dipanggil teh Putri, dan aku ketahui ia itu yang mengospekku dan teman-teman seangkatanku pastinya dikala Pesta, yah itu loh sebuah ritus sosial yang ada di teater kami, Bohlam tentunya kami memanggilnya.

kabarnya itu datang dari Gilang lesmana, teman dari teman-temannya seangakatanku, dan begitu pun kami memanggilnya teman, ia mengsms saya perihal akan dilaksanakannya akad nikah nya teh Putri di LEN dekat LPKIA, eh bener ga ya nulisnya? ah.. dan yang mau bareng kumpul di lunatik jam 10an, ya sebelumnya aku menulis note ini dulu, sayang aku belum siap2 dengan kadonya, apa yang akan kuberikan, dan pastilah biasa saja. bukan mobil, apalagi mobil-mobilan, dan bukan juga barang biasa orang kenal.

sekarang itu jam sembilan kurang setengah jam an, klo nulis jam sembilan kurang setengah jaman, kayaknya rancu ya, tapi itulah ejaan indonesia yang harus disempurnakan.

lagu yang sedang menyala di spiker saya itu lagunya TOE, itu dari jepang, lagu yang aneh awalnya tanpa ada vokal, namun sepertinya lebih harmonis dengan demikian.

siang ini sepertinya Banjaran sediikit mendung dengan awan yang ada di atas langit Banjaran, tapi saya tak mengetahui ini kan hujan atau hujan ikan lele, soalnya saya itu bukan BMKG yang suka jadi paranormal.

aduh mulai bosen menulis, dan sekarang itu maunya mah nulis kalo rencana hari ini apa.

aku ingin mendoakan teh putri, kayaknya begini doanya:

Demi Alloh yang maha keren atas kuasanya, dua orang telah menjadi suami istri, jikalau aku harus beriman padamu dengan sabda mu silaturahim itu akan memperpanjang rizki hambanya, maka anugrahkan rizki yang sangat baik untuk mereka berdua, karena telah menyambungkan tali silaturahim dua keluarga, dan berikut asbabul aspek variabel lainnya yang ada pada keluarga tersebut

Alloh yang maha spesifik, telah kau berikan detail jalan yang indah dengan akad kedua mempelai, detail jalan hidup yang ada dalam aturan yang kau ridhoi, berikanlah spesifikasi indah nya hidup dalam ridhomu

Alloh yang maha keren, berikanlah sifat kerenmu bagi mereka berdua, seorang calon ibu yang sangat baik sekali, seorang calon bapak yang sangat lebih baik sekali pisan, dan Alloh yang mengetahui masa, berikanlah mereka masa depan yang indah yang akan segera mereka jelang, dan masa lalu yang indah pula yang akan mereka kenang

Halleluyah! demi waktu pagi dan sore yang akan kujelang, Semoga Allah memberikan indahnya hidup bagi mereka berdua. Amin!

kayaknya bakal banyak orang yang protes engan ungkapan saya yang sedikit semena-mena, tapi karena mereka pikir semua akan baik jika dengan niat dan ihktiar yang baik, maka tak apalah jua.

beikutnya rencana lainny tk bantak bisa aku tulis soalnnya alfabetnya cuma ada hurup dari a-z dan tak ada huruf lainnya, sehingga membuatku bosan, tapi itu hanya alasan soalnnya aku mau membungkus kado dulu.

semoga rencana baik berjalan baik dengan indahnya izin dari yang punya waktu

*diketik pagi hari dan senang hati

Setelah panas dihari jumat

Sebuah nilai kecil ataupun besar sebenarnya itu terpisah oleh pandangan seseorang dan nilai yang dijungjung tinggi oleh sebuah masyarakat.

Siang itu telah panas, ya sepanas hari pada umumnya di Bandung sekarang ini, tepatnya di daerah Buah Batu di jalan rajamantri kulon.

Parkiran masih banyak motor berjajar rapi, banyak pelajar yang dengan tenangnya merokok di depan sekolahnya, dengan asiknya mereka menghisap rokok yang terlihat jelas itu rokok warnanya putih. Dan pikirku, mungkin mereka telah mendapatkan izin sepenuhnya dalam menghisap kepulan asap itu dari yang memberikan mereka nafkah.

Dengan berseragam sepasang pemuda pemudi bergandengan tangan dengan mesranya, menuju parkiran sesaat setelah aku isi daftar kunjungan yang telah tersedia di samping pintu masuk sekolah. Dan pikirku mungkin sebentar lagi mereka akan menikah, dan kemungkinan lainnya mereka tak ingat yang namanya martabat.

Ketika aku masuki banyak sekali piala yang telah menyambut kami, kami itu saya dan teman saya namanya Riza Pahlevi, namun teman-teman sayangi ia dengan nama Jawa saja.

Dengan koridor yang lengang, dan kantin yang lumayan rame aku lewati lab biologi juga, dan sebentar lagi sekre teater bohlam aku jelang, dan selanjutnya itu menyimpan benda yang telah beberapa menit lalu menempel di pundakku dan punggungku tentunya, isinya buku dan nettbook dan mungkin kalimat ini tak terlalu penting.

Dan ketika aku menulis ini, Architecture In Helsinki mendendangkan lagunya di speaker disampingku, Neverevereverdid, membuat suasana yang lumayan nyaman, serius lagu itu keren sekali, dan temanku Upi harus tahu itu.

Rencananya saya itu mengantar Jawa saja ke tempat tersebut, ia mau bikin situs dan mungkin setelah itu ia akan menguasai Banyuwangi tempat dulunya ia dilahirkan dan besar untuk sementara waktu, namun setelah melihat banyak semangat adik angkatan di teater Bohlam dalam melaksanakan latihannya saya menjadi ingin lebih berlama-lama lagi, dengan adik angkatan yang semakin besar dan mungkin juga mereka akan lebih pintar dari saya yang bodoh ini. Hanya doa selamat menerima beban ilmu dan bertanggung jawab atas ilmu yang telah kau ketahui

Urusan yang menjadi alasan datang ke tempat itu telah sselesai, dan setelah makan-makan bersama teman-teman seperjungan,hatiku jadi gundah selama motor ini menuju tempat yang tak lama kemudian aku menulis ini.

Kegundahan akan kekhawatiranku akan masa depan aku dan mungkin keturunanku nanti, jikalau agama sudah tak jadi panduan, dan nilai moral itu telah luntur, dan aturan itu hadir untuk dilanggar.

Mungkin karena sudut pandang yang berbeda akan terjadi harmoni, namun setelah lama aku pikirkan ternyata, perbedaan adalah awal dari perpecahan.

*diketik dengan senang hati

Perihal mahasiswa

Menjadi mahasiswa mungkin menjadi sebagian cita-cita sebagian orang, dengan banyak alasan tentunya, mungkin untuk edukasi sebagian besar tujuanya, ya karena itulah dasarnya, adapun motif lainnya dari jenjang kuliah yang ia capai, semulai dari D3 hingga S3 semuanya mempunyai jenjang yang telah ada aturannya tersendiri.

Mahasiwa, saya awalnya aneh dengan kata mahasiswa, ya tentunya setelah sebelumnya menjadi mahasiswa lebih dulu, sadar tak sadar istilah itu seolah menjadi beban karena stigma yang hadir itu, ‘agen perubahan bangsa,'

Ada teman yang memaparkan kalo kata mahasiswa itu hanya hasil dari budaya hiperbola dari proses edukasi, sebagai perbandingan, untuk masyarakat awam itu ada guru, sedangkan untuk mereka yang ego untuk dihormati lebih itu mereka panggil itu mahaguru, ibarat ilmu padi memang semakin tinggi ilmunya maka semakin tinggi pula derajatnya dan korelasi selanjutnya itu ego atas penghargaan maka muncullah mahaguru.

Begitupun untuk mereka para siswanya, mereka mengklaim bahwa mereka harus lebih tinggi dari siswa lainnya, mereka lalu mengklaim mereka itu mahasiswa, sebagai strata baru di masyarakat dunia pendidikan dan melebar menjadi pekerjaan, seperti yang tertulis dalam KTP bahwa mereka itu pelajar namun karena mereka itu lebih dari biasanya mereka anggap itu suatu yang ‘maha’ lalu dengan ijin masyarakat mereka menjadi mahasiswa.

Jikalau menilik pada arti kata siswa sendiri, artinya itu orang bdoh yang harus diajari, atau perlu diajari, baik itu hal, nilai, dan norma maupun ilmu eksakta ataupun sosial, harus diajari, sehingga secara tersirat dan tersurat mreka itu menjadi sebuah pekerjaan yang tergolong muda dan rentan dengan segala penyimpangan atas ilmu yang diserapnya.

Sebagai studi kasus, masyarakat itu tidak menyebut anak SD itu dengan pelajar SD, tetapi siswa SD, sehingga dengan kata lain kategori siswa itu sangat lah muda, baik secara fisik, psikologi dan ilmu.

Sedangkan kata ‘maha’ sendiri mempunyai arti yang sangat melebihi suatu hal lainnya, sehingga ketika keterbatasan pengungkapan atas sesuatu yang lebih dari biasanya mereka panggil maha.

Setelah diartikan perkata yang mempunyai makna sama, maka dapat disimpulkan kalau mahasiwa itu orang yang sangat bodoh sekali yang harus diajari, mulai dari norma, nilai hingga ilmu yang menjadi konsensus sebuah masyarakat.

Sadar tak sadar mungkin itu jikalau diartikan perkata, namun jikalau kata mahsiswa itu sebuah artian baru, yang bukan terdiri dari dua kata, maka akan beda lagi artinya.

Mahasiwa itu belajarnya sejak dulu sudah pakai sistem semester, atau enam bulan pembelajaran, tapi setelah saya jalani terntaya kurang dari itu. Dan sisanya itu tak jelas, mungki karena saya itu kuliah di UIN tak tahulah bagi mereka yang kuliah di universitas lain, mungkin mereka lebih menderita daripada saya, hingga semester sembilan ini untuk D3 saja saya belum lulus dari genggaman status mahasiwa.

*diketik dengan senang hati

Buat UIN

Saya ini mahasiswa yang mungkin hampir DO, ya mungkin juga tidak, sebenarnya banyak sekali unek-unek tentang kampus UIN ini yang dulu saya kenal dengan IAIN, dan mungkin setelah saya masuki, semua infrastruktur, kurikulum, pengajar, dan kurikulum masih IAIN.

Saya tahu tempat ini dari teman PA (red-Pecinta Alam) saya, yang memperkenalkan saya dengan UIN, menjuruskan saya yang homo ekonomikus ke jurusan D3MKS. Sebuah jurusan yang masih merangkak sebagai jurusan yang mumpuni di kelasnya, maaf saja aku kategorikan demikian karena kurikulum banyaknya repetasi dari tiap semester ke semester, jikalau main ke jurusan manajemen yang lain di universitas yang lain ternyata kurikulumnya berbanding jauh, mereka lebih kuantitatif sedangkan kami, kualitatif pun masih gamang.

Yang aneh di kampus kami itu, kami diajarkan ekonomi yang berbasis syariah, sedangkan para pengajar kami dibayar oleh bank konvensional yang syarat dengan ribawi.

Aneh sekali kampus ini, pada awalnya aku kira banyak sekali raksasa tidur dengan mimpinya yang tinggi namun efek politik senantiasa meninanabobokan hampir semua raksasanya, aku kira problemnya Cuma satu, yaitu adanya organisasi ekstra yang masuk kampus, setelah beberapa tahun memperhatikan aku pun mulai jengah, sepertinya kekotoran mereka telah menjadi kemutlakan dalam berpolitik.

Fakultas ini oleh ekstra mana, dan senat ini oleh ekstra mana, begitulah yang tersirat, itu contoh kecil.

Dan sekarang itu contoh besarnya, hampir semua pendidikan organisasi ekstra yang saya kenal itu pendidikanya dogmatis, dan bertahap, setiap tahapan mewakili tingkatan yang harus ia kuasai, tahap 1 biasanya kuasai kampus, ya itu semisal jurusan, dan senat setempat, tahap keduanya kuasai wilayah, semisal wilayah Bandung, Kabupaten Bandung, ataupun jabatan asal mahasiswa itu berasal. Dan tahap ketiganya kuasai pimpinan pusatnya, yang ini tahapnya lebih bahaya lagi, menguasai Indonesia, terkesan hanya ambisi yang terlihat, wajar saj jikalau , profit yang dicari itu keuntungan. Mulai dari beasiswa, pengaruh, ilmu mungkin, teman yang mungkin bisa membantu, pengalaman, pacar mungkin, dan beragam keuntungan lainnya.

Setiap semester beasiswa biasanya muncul dari seniornya yang terlebih dahulu menjabat direktorat, bahkan klo mau jujur-jujuran seolah-olah setiap semesternya jatah beasiswa terlanjur dikucurkan buat mereka-mereka tukang demo, mungkin untuk meredam, tapi lihat hasilnya.

Untuk demo banyak sekali cerita yang saya tahu, mungkin banyak yang tidak sadar kalau yang demo itu terkesan mulia, tapi dekati lebih dekat, ada saja yang berbau alkohol, mulai dari kasus MUSEMA tahun 2010, hingga kemarin bangunan yang rusak akibat pelemparan batu baterai yang aku lihat sebagai pemicunya, dan yang aku curigai para mahasiswa belum tahu apa sisa botol buat mabuknya masih disimpan di ruangan sekre masing-masing.

Tentang keberpihakan, kebanyakan setiap organisasi kampus terkesan berpihak, semua dapat terbaca dari background organisasi ekstra yang ada di belakangnya bahkan PR III yang kemarin mengundurkan diri, yang aku tahu ia sangat berpihak pada salah satu pihak jikalau ada demo. Dan jikalau mau tahu, semua itu seolah menjadi mafia yang terlihat jelas dengan jaringan organisasi ekstra, mungkin tujuannya mereka maunya bagus, namun klo hemat saya sebaiknya mereka melakukannya di luar kampus UIN.

Satu cerita tentang demo Dies Natalis 25 IAIN, pada siangnya itu para organisasi ekstra sibuk dengan demonya dan hampir berbuntut rusuh, dan pada saat itu, Jatnika Sadili berjanji pada esok harinya akan membawa massa yang lebih besar lagi. Namun ternyata esoknya sangat sepi untuk kegiatan demo, setelah mengobrol dengan teman yang sekarang jadi ketua umumnya, jawabnya, “Apakah salah seorang kakak memberikan uang pada adiknya” ujarnya membela diri, yang aku anehkan mengapa mereka mau menerima uangnya pada saat esoknya mau demo dan hasilnya demo pun tak ada.

Semoga UIN lebih baik lagi dengan mahasiswa yang baik pula, dan tanpa organisasi ekstra.

*diketik dengan senang hati

jakarta

kemarin saya main ke jakarta

sebuah tempat yang rindang dengan dinding beton

di sekitarnya udara pengap

bahkan di samping jalan di sore haripun demikian

udara sudah tak lagi sehat

sehingga serasa gampang naik pitam di gang-gang setempat

namun pribumi tetap baik hati

walaupun tempatnya bukan lagi menjadi penengah

kalah sama kapitalis bermodal gede katanya

jadi warga pribumi namun

ada di pinggiran

Sore dalam keterangan bohlam

Sudah beberapa menit halaman dalam ms word ini terus kupandangi, entah mungkin karena rasa dari buah jambu yang baru dipetik membuat nyaman untuk terus melihatnya, atau mungkin comporting sound dari mew telah melelapkan sejenak perasaan untuk segera menulis, menulis sebuah kisah di malam yang syahdu.

Sehari sebelumnya, sms undangan perihal buka bareng aku baca dari layar hpku, sebuah pesan bahwa ada buka bareng angkatan dari 2001 hingga 2011, itu pun jikalau tak salah jumlah angkatannya tapi jikalau itu salah mohon maaf juga karena kemalasanku untuk menulisnya padahal aku bisa baca dan menulis kembali pesan dari Giles, kau tahu Giles itu loh seorang mantan siswa dari SMUN 22, yang secara sadar menjadi kakak angkatanku, nah berarti angkatanku itu di bawah Giles dan kau tahu siapa aku ini, ah tak penting untuk tahu aku ini apa, eh apa siapa maksudnya.

2006 sebetulnya aku ini telah resmi dikeluarkan dari SMUN 22, sebuah sekolah yang secara sadar aku masuki dengan teater bohlam sebagai ekskul yang secara sadar juga menjadi ekskul yang aku pilih sebagai suatu hal yang aku kategorikan sangat penomenal, eh nulisnya jikalau harus fenomenal terserah karena hal itu buka suatu masalah untukku, tapi bahasanya saja yang sedikit tak karuan.

Sore, ya tepatnya sore hari dan kau tahu itu tanggal berapa, tak perlulah aku sebutkan tanggalnya karena toh itu bulan Ramadhan dan itu adalah hari Kamis jikalau itu penanggalan masehi dan Jumat jikalau itu penanggalan hijriah.

Langit Bandung telah dingin dari panasnya siang itu, aku pegang kemudi di motorku ketika ban luarnya menempuh jarak kurang lebih 35 lima kilometer di luar gang rumahku, dan buah batu pun aku jelang, kau tahu lunatik, itu loh sebuah warung depan jalan raja mantri kulon ya tentunya sebuah tempat singgah yang lumayan sering disinggahi.

Otong terlihat nyata di hadapanku pada saat itu, ya maksudnya sore itu dan di depan lunatik pula, ternyata kami buka bersama pada waktu yang sma yaitu setelah adzan maghrib, namun pada bukan tempat yang sama, kayaknya rancu yah kalimatnya, namun karena kamu yang baca maka, baca sajalah.

Ternyata otong itu, mau bareng cepi dan juga luki juga ada bagus nya juga, kami berempat beberapa saat kumpul dulu tentunya untuk mengisi waktu dengan minum dan makan tentunya, kan itu teh saatnya kita buka puasa, dan tentunya untuk membuka mulut dan mengisinya dengan hal yang bermanfaat pula. Hah!

Singkat cerita, ngopi doeloe, klo gag salah namanya itu atau apalah itu namanya tempatnya, kami jambangi pula, ternyata tempat itu nyata adanya apa. Dan secara sadar aku masuki dengan berpakaian lengkap. Hahahai. Mulai gak penting.

Tapi yang ini penting. Di ruangan telah banyak orang, dan begitu pun orang-orang tersebut aku kenali, ada teh amal, bagja, panji, giles, teh putri, teh fani, edo, egge, danef, dita, tira, indah, sani, nana, upi, tapi ini bukan universitas ya, zam-zam tapi ini juga bukan sejenis air, apalagi air kemasan, dan juga odong, namanya aslinya klo tak salah sevty maulida sari atau apalah itu yang bagus disebutnya dengan nama itu, namun teman-teman lebih sayang dengan memanggilnya odong.

Dan ditambah lah kami yang baru dalam perjalanan, dan bertambah lagi muhamad Iqbal, galuh, dimas dan eky dia akhir injury Time.

Sebetulnya banyak sekali wacana dalam pertemuan tersebut, dimulai dari saling spa dan saling bertanya, tentang kesibukannya masing-masing, ada yang sibuk pura-pura jadi mahasiswa kayak saya, ada yang jadi mahasiswa beneran, dan semoga menjadi menteri atau pun minimalnya jadi presiden, jikalau tak bisa buatlah negaramu sendiri, ada yang sibuk dengan pekerjaannya sebagai trainer dan sibuk dengan pekerjaannya di bank, dan begitu juga sibuk dengan pekerjaannya di hotel yang akan segera menjadi ibu untuk anaknya kelak dan perusahaan farmasi lulusan FISIP.

Dalam berbincang kami belajar tentang yang namanya keterbukaan, dan saling memberikan pesan yang positif, dan begitu pun dengan pengalaman yang dibagi, sebuah pengalaman yang jujur sebagai teman. Terkesan ada jarak sebenarnya dalam riungan tersebut, mungkin karena angkatan yang baru masih canggung untuk berbicara, namun ternyata itu adalah sebuah cara mereka untuk adaptasi dalam komunikasi, itu pun pernah aku alami, ada banyak ide yang muncul, mulai dari membuat sebuah karya, mengadakan sebuah acara, atau bahkan sebuah korporasi yang akan menguasai dunia, namun karena itu tak mungkin maka sepertinya harus ada liburan bersama, namun ternyata karena itu belum pasti ngapainnya, maka aku sendiri menunggu untuk kabar selanjutnya.

Terkesan serius sekali perbincangan kami malam itu bahkan sampai-sampai jendela rusak, dan itu kami biasa aja, karena memang begitulah kami, ga ketang sebetulnya mah serius tapi disertai dengan bercanda, dan untuk yang tidak ikut mungkin akan menyesal di kemudian hari.

Sebetulnya, makanannya enak sekali, sofa yang enak juga untuk diduduki, dan begitu pun teman-teman yang indah untuk dikenang, namun jikalau harus menginap di tempat itu maka aku tak sanggup, dan aku pun segera harus pulang.

Tangan kami telah menggenggam tangan lainnya, dalam genggaman erat, doa mulai terpanjatkan di malam Jumat di bulan Ramadhan itu.

Ya allah yang maha keren, atas kekerenan mu kami telah ada, dan Allah yang menguasai masa, kami panjatkan terima kasih, telah memberikan kami masa lalu yang indah, dan masa depan yang cerah yang akan segera kami jelang.

*diketik dengan senang hati

*disertai gubahan seperlunya, maaf jikalau ada kata-kata yang tak berkenan di mata dan turun ke hati

Sederhana

Aku ingin hidup yang sederhana

Sesederhana kumaknai hidup itu lima huruf

Aku ingin mati pun sederhana

Sesederhana kulihat ujung paragraf bertanda titik

mengobrol dengan jam

Sembari senggang mengobrol dengan jam2, klo dilihat dari kalimatnya mungkin terkesan menunjukkan waktu tertentu apalagi jikalau pake AM atau PM. Ia pun jikalau dilihat seperti nma sekilas akan terlihat jamak bahkan majemuk, namaun ia tetap orang yang mulia minimal dimata ia sendiri, namun untuk pandanganku ia orang yang sangat berbakat untuk menjadi pemimpin bangsa Uganda.

Tak banyak tulisan lagi soalnya ia itu orangnya sangat komplikasi dalam bertahan hidup.

Godi Rangga:

jam

?

Zamzam Bayu Lusiwidaya:

oit

whats up god?

Godi Rangga:

engga nanya jam aja?

kamu gimana sehat jam?

Zamzam Bayu Lusiwidaya:

oooh saya juga nnyain knp tuhan nanya jam k saya

alhamdulillah drtd kentut trs god

ari enjeun?

haha

Godi Rangga:

oh iya eng, saya lupa klo nama lain say tuhan

kamu kebanyakan makan angin jam, ga cocok di bandung

saya lagi lemes jam eng barusan ibdaha haji di afrika

Zamzam Bayu Lusiwidaya:

oooh skrg ka'bah kaya liberty bisa d'pndah2 god?

hebat yah zaman skrg

saya kn pemakan segala god drpd perut kosong mnding mkn angin

hahaha

Godi Rangga:

iyah soalnya tuhannya sekarang itu lebih kotak dan aa di setiap rumah *tv

ih kamu ya pemakan segala bearti hemaprodit

Zamzam Bayu Lusiwidaya:

oooh

baru tau saya

trnyta prkmbngan zaman jg berefek pada perkembangan tuhan yh god?

Zamzam Bayu Lusiwidaya:

yaaah bisa dibilang gt god

eh hemaprodit th apa?

Godi Rangga:

iya eng, kna tuhan itu sifatnya Allah

Zamzam Bayu Lusiwidaya:

dkrain th pemakan hemaviton hemaprodit th

Godi Rangga:

hemaprodit teh itu teh bahasa indonesian jam!

kamu orang mana masa ga tau

Zamzam Bayu Lusiwidaya:

iya mkany kasih tau biar tau god

aduh gmn sh ini th tuhaaan

hahahaha

oooh trnyta tuhan th sifat Allah yh

knp bs gt god?

Godi Rangga:

tuh kan kamu gak tau ya?

berarti kamu bukan mahluk tuhan

jam

?

gimana klo kamu bikin rumah

jam urang pamit dulu nya tapi percakapan tadi jadi note

Zamzam Bayu Lusiwidaya:

hahahaha

okok god

ati2 aah

*diketik dengan senang hati.

Pagi-pagi

pagi ini sungguh nyaman mendengar vampire weekend, suara nya itu loh membuat kesan pertama yang bagus dengan a punk nya dan begitu juga oxford coma nya juga demikian, dan entah kenapa aku ingin menulis hari ini, ya di hari rabu ini maksudnya.

ada perasaan gembira hari ini, dengan bangun tidur nyenyak, dan tak minum obat setelahnya rasanya lebih baik, tidak seperti hari-hari sebelumnya yang penuh dengan agenda makan obat.

suara campus tak buat bising di pagi hari, klo biasanya pagi lain aku dengar interpol dan foals, mungkin sebaiknya hari ini kudapat yang lebih tenang, dan jikalau kau tahu, lagu ini sungguh mengingatkanku akan suasana di kelasku dulu, seolah dulu kelas c yang aku ingat dengan semua masalah yang aku buat karena inginku sendiri dan kelas 1-4 yang sangat membuatku berubah dalam cara berfikir, dan teman-teman yang lama aku tak temui, teman yang mungkin saja telah melupakanku, lupa karena usia, ataupun lupa karena memang seharusnya mereka lupakanku, tapi entah mengapa aku selalu ingat mereka pernah berjabat tangan denganku, biasanya aku lupa akan nama, namun untuk wajah mungkin juga aku lupa sebagaimana temanku yang dulu melupakanku.

kadang aku berfikir, apakah tiap pagi mereka itu sama denganku, duduk di depan komputer dan mulai menulis apa saja yang ingin mereka tulis, ataupun menggambar pakai corel ataupun alat sejenisnya, mendengar musik yang berubah-ubah, mulai dari penyanyi meksiko yang mirip mariachi dengan penuh efek delay yang menurutku keren sekali, ataupun petikan gitar beyond coma and despair yang selalu terngiang jikalau aku sedih, ataupun lagu desire setiap aku ingat yang aku kategorikan menyenangkan, ataupun lagu sedih vaka dari sigur ros, hingga trowing back the apple dari pale saints, dan lagu lainnya yang aku senangi.

pagi-pagi mungkin sebuah waktu yang pendek dan menyenangkan, kulihat adik kecilku dengan seragam sd tas pink yang memenuhi punggungnya yang kecil, pamit dan minta uang untuk bekalnya, sesekali ada burung entah itu apa namanya klo filmnya mah tau woody woodpecker namun dengan warna yang lebih hitam dan abu yang mendominasi ada di samping pohon dekat rumahku, melihat para pekerjaku menjahit orderanku.

ada mitos klo pagi itu dimulainya hari, misalkan saja kecantikan dan penampilan yang paling natural itu dimulai saat bangun pagi.

aku paling suka menikmati pagi dengan berbagai cara, hari ini apa, esok apa, dan mensyukurinya, menginagat beberapa waktu aku bangun pagi dengan selang yang menancap di tangan kiriku, dan itu sangat berkesan, dengan tahu sejarah mulai dari yang pahitnya hinga yang paling manis sekalipun.

aku suka sekali sejarah, sejarah yang membuatku tahu masa depan seharusnya sejarah masa depan seperti apa.

*diketik sembari senggang

Villana kang?

Sore itu kantin sekolah itu porak-poranda, tak ada bangunan yang tersisa, bahkan kenangan untuk duduk berbaris panjang itu pun dihapus, semuanya telah hilang, mungkin kegiatan mengenang dan saling menasihati, ataupun menguak memori indah akan terulang nanti malam.

Lapangan telah sepi ketika aku lihat di ujung koridor, namun ternyata banyak juga anak Bohlam yang ada di sana, ya maksudku di sekre Bohlam tentunya, ada orang deh pokoknya, maaf bukan tak mau menulis semuanya, namun aku takut salah menulis namanya.

Rencananya kami akan menunaikan malam di sebuah villa di daerah Maribaya, itu lh daerah pakaleran Bandung, tiis we pokona mah. Untuk villanya ku tak tahu namanya, soalnya aku tak tahu saja, dan lupa untuk bertanya, jika mau tahu tanya aja ke Sany, ya, kan ia yang ngajakin saya.

Karena makin sore perpindahan tempat kami jelang, yaitu Lunatik, sebuah warung yang kerap kami panggil demikian, entah kenapa juga dipanggil demikian.

Ada Gesa, Ihsan, Bimbim, Selvi, Danef, Saya, Luky, Rykart, Sany, Marisa, Abew, Didik, Panji. Saya dan Omen nungguin Eky, yang nyusul bareng saya, klo Giles mah malaman cenah, mereka duluan pake motor disusul kemudian yang pake mobil.

Villanya jauh pisan, ternyata, namun karena Eky telah berpengalaman dalam berjalan momotoran, jadi jalannya lebih cepet sepertinya, karena saya belum hapal jalannya secara jelas ini jalan apa namanya, yang pasti jalan kehidupan. Halah.

Tepatnya setelah Maghrib perjalanan saya naek motor dimulai, seriusan jalannya lancar pisan, Cuma di Dago na we rada macet, aya perbaikan jalan, selebihnya lancar pisan, makanya klo jalan momotoran baiknya ajak Eky, ia lebih tahu Bandung dari pada Bandungnya sendiri.

Sialnya, motor mati di jalan setelah plang Maribaya terlihat, seriusan serem pisan lah, tapi aya Aa anu nulungan ka sisi, jeng mariksa motor saya, bensin aya keneh, tapoi naha pareum nya? Setelah beberapa kali mencoba, akhirnya hurung juga, dan akhirnya nelpon Luky jadi kurang berguna, karena mengabari motor mogok, setelahnya motor kembali melaju, dan perkampungan pun kami jelang, seriusan dingin pisan, jadi baiknya bawa sarung tangan klo momotoran.

Setelah ketemu Eky lagi, perjalanan dimulai kembali, dan Villa itupun kami jelang, tempat yang nyaman, dengan ilusi optik dari TV platnya, dan air yang dingin, selimut yang banyak dan cukup menghangatkan kami, sepertinya akan menjadi malam yang nyaman untuk tidur.

Namun tidur buka pilihan sepertinya, karena kami sibuk dengan cerita-cerita indah tentang Bohlam kami yang telah kami bangun sinarnya dengan kerja keras kami, saling bercerita tentang indahnya pendidikan yang dibangun tanpa kepentingan nilai, dan saling mengutuk menjadi orang keren.

Banyak cerita termuat, dan terlontar, baik dengan tangisan maupun tawa yang terbendung oleh dinginnya malam, beriring petikan gitar, dan padamnya lampu di ruang utama. Semua kejadian berpacu cepat sekali, sepertinya tak cukup untuk menggambarkan syahdunya malam itu, namun hanya kami saja yang tahu, tentang cerita-cerita kecil yang hadir malam itu.

Sebuah harapan akan mereka jelang dengan hadirnya predikat alumni pada mereka, Didik, Maris, Sani, Selvi dan Abew juga teman lainnya yang tak bisa ikut, esok hari mereka akan sepenuhnya jadi insan pembangun bangsa, selamat have fun dengan semua kesibukan kalian, dan kau tahu malam itu aku harap kau mimpi indah dengan semua cita-cita yang akan kau nikmati nyatanya di hari esok, dan aku yakin semua akan jadi kenyataan jikalau kau mau.

Pagi ini dingin, namun udara siang mengalahkannya dengan hangatnya, semoga perjalanan pulang jadi lembaran baru dalam berpikir bijak untuk kalian.

*diketik dengan senang hati

Bersepeda

bangun tidur kali ini sungguh nyaman, dan aku bersyukur bisa membuka mataku lagi, sore ini tepatnya, dan aku bingung karena tak ada kegiatan yang jelas. Agenda hari ini apa, dan sedikit pegal karena kurang tidur.

Aku bersepeda saja, stangnya telah aku pegang dan suara musik di HP telah menyala, Beyond coma and despair telah terdengar merdu ketika gang depan rumahku telah aku lewati, aku tak tahu gang depan rumahku itu apa namanya, karena aku lupa atau tak tahu saja, sedang Ciapus sendiri sebagai lembur aku tak tahu semua gang yang ada di dalamnya.

Jalan di daerahku, jalan Banjaran maksudnya jadi makin jelek saja, ditambah lagi dengan banyaknya polisi sepanjang jalan yang suka tidur sembarangan, jika hitung itu polisi sampai depan gang depan rumahku , terhitung 39 polisi yang tidur di jalanan, dengan jarak satu kilometer kurang beberapa meter.

Perilaku orang tonggoh yang suka kebut-kebutan mungkin jadi indikator lainnya sehingga banyak munculnya si polisi yang tak gentar digilas itu, sehingga untuk bersepeda kenyamanannya berkurang. Sungguh.

Sebetulnya mah jalanan yang aku ingin pijaki ialah jalanan yang bagus saja, dengan kenyamanan yang maksimal, namun itu tak bisa aku jumpai di Banjaran ini. Sungguh. Akhirnya Pajagalan jadi pilihanku selanjutnya, sebuah daerah yang konon jadi ajang pemenggalan kepala, tak tahu itu kepala hewan ataupun kepala manusia, di daerah itu aku menjalani pendidikanku untuk beberapa tahun, sungguh menyenangkan dengan teman yang banyak, begitu pula lawan dalam diskusi pun banyak, hingga mungkin sebagian ustad tak suka padaku karena kebiasaanku yang jujur dalam berkata itu salah menurutnya, dan sering sekali aku ucapkan bahkan aku tulis, sehingga pernah aku disebut dalam prosesi upacara, klo aku itu bukan muridnya, dan aku terima itu sebagai ganjaran dari perilakuku yang suka melawan.

Pajagalan oh Pajagalan, banyak memori termuat disana, mulai dari indah hingga horor menurutku, dengan banyaknya nilai yang aku terima di raporku dulu, hingga kisah indahnya semuanya serasa terngiang lagi kepala ketika sepeda ini aku kayuh pelan saja, aku ingin nikmati ingatanku saja.

Jalan rel dan jembatan telah aku lewati, selanjutnya ialah Sindanglengo, awalnya aku aneh dengan namanya daerah itu, tapi ternyata tiap daerah punya nama yang aneh secara pasti, dan aku maklum dengan keanehannya, eh rumah Rika Mustika Riani telah aku lewati, ia itu temanku sejak dulu di ibtidaiyah, ia masuk jurusan sastra Indonesia, secara prestasi ia pasti ada di atasku dengan kepintarannya aku kalah telak untuk ilmu yang ia pelajari, ia sangat pintar, cantik pula pokoknya klo lelaki normal akan berpikir keras untuk mendapatkannya, klo gosipnya mah orang Garut mengincarnya, tapi gak tau juga gimana juga akhirnya, moga langgeng aja, Danil juga moga jadi anak yang baik dan calon suami yang baik juga. Kau tahu Danil itu siapa, ia temanku dari Garut, ia suka sekali bernafas hingga sekarang.

Berikutnya rumah Milah terlewati, biasa kupanggil demikian karena memang terbiasa demikian, mojang Banjaran ini klo dari jauh mirip keturunan arabic gitu, tapi ga tau juga ya, secara fisik cantik sangat lah, namun lama tak jumpa, mungkin ia sibuk apalah itu aku tak tahu, sehingga aku tak tahu kabarnya hingga sekarang, ia lagi sibuk ngapain dan entah mengapa seolah ia menghindar dari teman-temannya yang dulu pernah duduk sekelas. Dan kau tahu aku Rika dan Milah itu sekelas waktu dulu, mereka tau klo aku ini pelajar yang bodoh.

Sindanglengo ternyata jalannya tak kalah jelek dari Ciapus, namun akhirnya jalanan yang lebih bagus aku lewati juga, nyaman sekali dengan langit yang cerah dan matahari hampir membuat lembayung di samping kananku.

Alunan lagu kali itu Blur, sebuah lagu dari Polyester Embassy mengajakku menuju Waas, aku lupa lagi arti secara harfiah lembur tersebut, namun daerah itu jalannya tak kalah jelek dibandingkan dengan Sindanglengo. Selanjutnya ialah menuju Pameungpeuk dan apa itu Pameungpeuk, aku tak tahu juga, apalah artinya itu.

Didepan sebuah persimpangan menunjukkan ke Pameungpeuk menuju jalan raya, dan menuju desa Rancatungku aku jelang, jalannya sama juga kurang nyaman menurutku, sebelumnya aku juga lewati sungai yang jadi legenda di dunia persilatan karena kekotoran airnya, mungkin juga dengan orang di sekitarnya.

Sepanjang perjalanan sering sekali aku berpapaan dengan banyak muda-mudi sedang berduaan di satu jok motor, aya iyaklah berdua aja cukup mungin, masa arus bertujuh dalam satu jok motor, namun yang aku aneh, melihat seringnya aku melihat demikian aku jadi aneh kepada orang tuanya, apakah mereka mendidiknya demikan, akhirnya aku husnudon saja mereka mungkin sudah menikah, karena mereka berdekapan erat ketika bermotor, asik sih kayaknya tapi aku ga mungkin gigituan melihat kondisiku yang berantakan. Hach!

Kadang sering sering seali aku melihat banyaknya muda-mudi berpakaian kaos saja, dengan celana pendek sekali bermomotoran, mungkin bagi yang berpaha bagus ya itu mah hiburan aja ngeliatnya juga, tapi klo yang maksaiin saran saya mending momobilan we.

Aduh persimpangan lagi, saya maunya berhenti dulu, namun lagunya kan Urang Mah Bae, jadi aja terus aja ke Kalapatilu, ternyata jalannya bagus loh, sepanjang jalan aku tak temukan lobang dan polisi tidur tang sedikit pula, eh ada yang pake sepeda sama sepertiku, klo mang adem ah panggil sepedaku itu jengki, namun tak apalah karena ia lebih ahlinya, ia punya ontel bagus pisan, dan ia tahu lebih banyak sepertinya. Yang punya sepeda sama denganku itu sedang beristirahat sepertinya, ia hanya mengangguk saja dan saling berpandangan saja, inginnya sih ngobrol atau apalah, karena aku ingin tahu jenisnya ini sepeda apa, tapi jika aku berhenti dulu , akan terasa lebih lelah.

Bersepeda dengan alunan lagu yang disukai sungguh membuat lebih nyaman, karena dengan pemandangan langit yang indah, dan banyaknya daerah yang bisa dilihat dengan lebih seksama, jikalau pake motor kan tak bisa liat lebih seksama. Tak terasa Cirengit akan aku jelang sebuah daerah yang banyak dengan temanku, disana ku berpapasan dengan Falah dan siapalah itu aku lupa lagi, di lembur itu ada Hidayat, yang kini menggeluti ustad sebagai karirnya disana, mungkin dia lebih cocok untuk itu, eh ada Aep juga, kabarnya mah ia telah jadi seorang bapak dari anak perempuannya, keren lah kamu udah bisa membuat istrimu bisa melahirkan, moga jadi bapak yang keren untuk anakmu kelak.

Imma juga ada, ia itu sekarang jadi mahasiswa, jurusannya hampir sama denganku namun sepertinya ia lebih baik dariku, ada juga Iki, kami memanggilnya demikian, aku lupa nama lengkapnya, karena sudah lama tak jumpa, juga ada Hamdan, sepertinya ia lagi sibuk menjadi penggarap lahan sawah yang baik.

Persimpangan selanjutnya aku jelang, mau langsung ke Banjaran atau berputar arah lagi? lebih baik aku menempuh jarak yang lebih jauh lagi, soalnya lembayung sedang bagus, ditemani She Pretendnya Cascade, asik juga, eh ada rumah Bayu dan Reza, dua orang kakak beradik yang berbeda menurutku, sang kakak suka teknik, dan adik lebih mau hukum sebagai jurusannya, eh kemarin Bayu bawa CBR 250, keren sekali Bay, cocok, warna kuning gitu, keren lah, sok cing apik makena.

Selanjutnya banyak pohon bambu yang aku lewati dan persimpangan tadipun aku jelang, Pameungpeuk pun aku jelang, dan tujuan selanjutnya yaitu rumahku tentunya.

Banyak sekali rumah temanku yang secara sadar aku lewati, namun belum bisa aku masuki sekedar bertegur sapa atau meminta makan di rumahnya, mungkin karena banyaknya, ataupun aku hanya sedang ingin mengingat memori indahnya saja, banyak hal telah terjadi, disaat aku makin tua, disaat aku ingin pulang ke rumah keduaku di Cibiru sana, disaat aku merasakan hembusan angin sore sebelum adzan Maghrib menyambut kepulanganku ke kamarku.

*diketik dengan senang hati

Ke Cimanggu

Sore ini durian yang mahal itu enak sekali rasanya, mungkin juga karena besarnya yang segede helm yang aku kenakan dalam perjalanan ke Ciwidey ini, sehingga durian itu tak habis untuk berdua.

Hanya dua baris yang habis, sekedar saran jika ingin durian yang mungkin lebih enak sebaiknya beli yang terbaik aja, enak sekali rasanya dan teksturnya yang tebal lebih nyaman lagi untuk dinikmati, kayaknya nyesel lah klo ga suka durian.

Sore hari tepatnya ketika perjalanan dimulai, setelah mampir ke Borma di Soreang itu, ban di motorku terus melaju menuju Ciwidey, perjalanan sungguh terasa lama, karena aku membawa orang tua di belakang punggungku, dengan kecepatan yang pelan tentunya karena setelah dihitung, dari ba’da Ashar dari rumah, menuju Ciwidey sampai setelah adzan Maghrib berkumandang.

Cimanggu aku lewati, dan selanjutnya adalah Patenggang, sebuah situ dengan beragam fasilitas yang mendukung untuk menghabiskan uang di sana dan beragam mitos yang ada di sana, mulai dari batu cinta yang melestarikan vandalisme, hingga lochness yang ad di danau di belahan bumi lainnya, hah!

Bulan sungguh di bulan ini, mungkin karena ini waktunya Sya’ban, kau tahu bulan itulah sebelum bulan Ramadhan yang akan kami jelang, acaranya bapakku itu akan menunaikan rapat yang diselenggarakan pesantren yang ada di Pajagalan itu, asal sekolahku dulu yang isinya ku kenal juga.

Singkat cerita, rumah yang jadi tempat untuk melaksanakan rapat itu telah aku lihat, dan motorku telah parkir di depannya, tadinya aku mau langsung pulang saja, namun karena melihat banyaknya uap yang keluar dari genangan air di Cimanggu itu aku jadi lebih tertarik untuk berendam.

Bersama saudaraku dan temannya yang seperjungannya di organisasinya PA, kau tahu itulah yang suka naik gunung dan turun gunung itu, pecinta alam mereka menamakan sesamanya, tapi klo lihat orang buang sampah bukan pada tempatnya saya kita itu manusia bukan manusia pecinta alamnya.

Motor telah melaju menuju tempat rendam di Cimanggu itu tepatnya, dan tiket pun telah dibayar berikut nawar dulu untuk masuknya, dan dada kami telah telanjang ketika airnya disentuh kaki. Perasaan aneh sungguh bercampur dengan perasaan serba salah, di atas dingin pisan karena waktu telah malam, dan di bawah panas pisan, seriusan klo masuk ke kolam baiknya mah dikit-dikit aja, karena panasnya itu loh, klo dibandingkan dengan beberapa pemandian air panas yang telah aku masuki airnya Cimanggu itu paling panas airnya.

Namun setelah lama aku beradaptasi dengan air yang ada di sana, rasanya lumayan nyaman juga, namun aku merasa risih aja dengan lingkungan di belakang punggungku, ada yang menawarkan prostitusi yang menjadi risih aja sebenarnya, bukan yang sang penjaja tubuhnya, tapi yang adu tawarnya itu loh, mereka para muda-mudi yang ada di sana itu, padahal disamping mereka ada sekeluarga besar terdiri dari beragam usia sedang makan-makan.

Jam di tangan saudaraku telah menunjukkan jam sebelas malam, ternyata hari ini telah malam, dan waktunya untuk beristirahat, namun tak lupa ciri kas dari Ciwidey telah kami coba, mulai dari bandrek hingga stawberry malam-malam telah kami coba, ternyata membuat kami lumayan kenyang.

Tadinya kami mau bertenda ria di Cimanggu itu, namun karena kegiatan prostitusi yang di depan kami itu ketika akan mendirikan tenda itu, secara pribadi aku merasa risih ketika calon ibu terlihat seperti itu, padahal kan seorang calon ibu akan jadi seorang ibu jikalau ia mau, dan nanti akan ditelaah oleh anaknya jika ia melahirkannya.

Kami pun memutuskan untuk ke Patenggang saja, dan bertenda ria disana saja, dan sekedar saran jikalau mau berkemah, sebaiknya tidak menggunakan celana slim fit atau dekat sekali ke kulit karena aku rasa itu dingin sekali jika ditambah tidak membawa sleeping bag.

*diketik dengan senang hati

tak terlalu penting#1

klo ditanya, klo kamu mendengar kata pertama, apa yang kamu ingat? mungkin yang ingat mantan pacarnya, ingatannya pada pacar pertamanya, atau mungkin bagi merasa lapar akut menahun pisan sangat sekali sehingga terkesan obesitas itu harapan hidup, karena ia ingat kata pertama adalah makan! ditambahkan tong poho saeunggeus kata makan teh dibere tanda seru ameh siga nu serius bari ngiler, ach shit! Asa kumaha nya serba salah aing mah nulisna ge, terus nu mesum mah inget pertama kalinya ciuman dan melakukan hal tidak senonoh pada mantan ibu seseorang di masa depan atau mencampakkan seorang bapak pada masa depan itu oge mun aya umuran kenh, terus mun anu gelo mah ditanya siga kitu pasti teuing urang teu bisa nerangkeunnana, kan urang mah lain nugelo, sugan tah tanya kanu gigireun maneh kumaha jawabannya, kan gigireun maneh mah nu gelo. Wekwew!

Ieu mah karek sigana, mun pertanyaan eta beunang kanu politisi, sigana bakalan nunjuk presiden pemenang pemilu sabab jadi jelema nomer hiji, da plat nomer mobilnya RI 1, terus we urang jadi inget omongan babaturan urang tentang pemilu nu kamari sistemna dicontreng lain dicoblos deui.

“kan pemilu ayeuna teh ngamimitian nyontreng, jadi teu rame atuh mun nyonteng mah,” ujarnya

“naha kitu kang,” tanya urang teh

“kan ayeuna teh nu pertama, urang mah sok jadi inget malam pertama, kan baheula mah dicoblos, jadi we akur tur ngeungaheun malam pertama teh, tapi kan ayeuna mah maenya kudu dicontreng,” ujarnya

Emang sih jadi aneh mun malam pertama teh dicontreng, wekwew! Tapi eta mun ceuk babaturan kuring, beda deui mun ceuk bahasa Indonesia, sebenarnya mah kata “pertama” itu terkesan ambigu jika menilik aturan EYD, imbuhan ‘pe’ itu menunjukan artian sebuah pekerjaan, misalkan penulis, kerjanya menulis, sedangkan pertama, kerjanya masa ‘rtama’ kan aneh sok naon atuh ‘rtama’ teh? Etamah iseng we.

Ini baru sebuah kemungkinan klo ‘rtama’ itu adalah alien yang dikirim oleh bangsa yahudi, ner teu di, maneh kan nu macana siga yahudi, sok we maneh nu boga agama bisa ngalakukeun aturan agama teu? Kan heunte maneh mah, siga maca quran na mah meureun bisa, tapi teu apal isina naon? Trus nu sok maca bibel sugan manehna teh taat, atawa nu sok maca Tripitaka, sugan inget keneh kana naon isina, jeng agama naon we nu bisa jadi patokan jang hirup bener jeung asup surga. Ner teu di? Maneh yahudi lain, nah teu ngajawab wae, mun lain mah nya sukur we.

Mun ditanya iraha pertama masuk masuk kelas di SD, pasti teu inget, iraha pertama kamu berdosa, ataupun kapan pertama kali kamu menginjak tanah, mungkin tak semuanya bisa menjawabnya, karena mungkin juga tak semua orang ingat akan hal-hal detail sedemikian rupa, karena hal pertama yang harus disadari manusia pada umumnya, keterbatasan adalah anugrah, sok we bayangkeun mun kabeh otak bisa dimaksimalkeun, meureun apal kabeh bahasa, terus boga nafsu teu? da geus apal isina, kan teu rame, jadi mending teu pal kabeh, da atuh ari apal kabehana mah moal ayan u silih patanya, da geus papada ngarti.

Urang mah inget kan kata pertama teh inget SMP, soalnya eta make kata pertama, ner teu? Apal meureun di SMP kumaha, nya sakola lah, tapi mikir teu sih kanu teu bisa sakola, ari SD mah geus puguh ayeuna mah da gratis meskipun ari tetek bengeknya mah meureun aya da make modal sakola teh, tapi kumaha SMP, meueren pertama didinya teh pertama putus asa da duitnya bayaran gede, ari maneh ngan tinggal menengadahkan tangan dan memelas untuk dikasih uang, karena orang tua kamu juga yang baik mungkin orang tua akmu akan ngasih uang, tapi kumaha mun nu teu boga duit, makanya kamuh teh harius bersukur brad, kamu masih bisa lewati SMP atau sekolah yang pertama itu karena ga semua orang bisa sekolah.

Mun ingat pada kata pertama teh urang mah sok inget kana rangking di kelas eng, terkadang urang mah selaku manusia biasa meunang rangking gede, sok bersukur kitu mun da rangkingna leuwih gede dari yabng lain, kan angka 38 dari 40 mah leubih baik daripada tidak sama sekali, hiks hiks, teu ketang etamah urang we nu bodo, matakan mun di kelas teh tong sare wae, bobogohan wae, cing bener diajar teh, ari nulis kieu mah meureun maneh ge bisa, ngan nulis we sakacaprukna, tapi mun nu diajr benermah meureun geus jadi presiden, mun teu jadi presiden ge mending nyieun negara sorangan we.

Mungkin sebaiknya jika ingat kata pertama, kudu inget kana akhir, yakin kitu tiap poe teh bisa dimimitian ku muka mata, kumaha mun teu muka-muka matana, alias dead, jadi meureunan pertama mah kudu introspeksi diri, maneh teh saha? Trus gunana naon?

Mun urang sorangan mah sih untuk memujudkan hal yang pertama itu dengan memulai dengan menulis hal-hal yang tak terlalu penting.

Bikin! Jangan Cuma diem aja

Bagaimana sih klo mau buat buletin atau mading? Sering kali pertanyaan itu terlontar dan terus saja tak mencari jawabannya, klo menurut saya sayang sekali, karena menulis adalah sebuah upaya untuk membuat peradaban masa depan lebih baik.

  1. Menulislah!

Klo kata Al-quran mah “bacalah!” terlihat sangat sederhana, namun apa yang harus dilakukan setelah membacanya, hanya dipendam saja, diingat-ingat, dan mungkin diberitahukan ke orang lain aku ini telah membacanya, saya kira itu jadi rancu, ketika suatu penafsiran atas ilmu hadir hanya dengan dibaca tanpa adanya pendokumentasian yang baik.

Sering kali orang pusing untuk menulis apa yang harus ia tulis, saran saya, tulislah apa yang ada dipikiranmu, jangan pedulikan dulu semua aturannya karena untuk menjadi penulis tak perlu menjadi seorang editor. Setelah kamu tulis, baru kamu periksa lagi, ingat jangan dulu mengedit tulisan saat kau mengetiknya atau menulisnya, biarlah proses menulis mengalir dahulu, sekira kamu rasa tanda titik ( . ) telah mengisi akhir paragraf tulisanmu maka mulailah kau edit lagi bagiannya.

  1. Awali dari yang kecil

Ibarat membuat rumah, tak semuanya terdiri dari dinding kayu, ataupun puluhan bata dan beratus sak semen, tapi tak lupa ada beberapa barang yang kecil namun berarti lebih. Paku, ia lebih menjadi vital ketika membuat yang besar.

Untuk membuat sebuah karya, buatlah dengan sedikit-sedkit, tak usah terburu-buru karena proses itu lebih vital daripada hasilnya.

Sekadar pembanding saja, yaitu update-an status dari Fb ataupun twitter yang kadang-kadang mendapat ratusan komentar dan beragam apresiasi, secara tak sadar menulis status adalah hal-hal yang kecil namun akhirnya akan baik juga karena di situ silaturahmi berjalan beriringan, membuat sebuah proses yang indah.

Tulis saja yang kamu pikirkan, apa yang teman kamu pikirkan, apa yang pacar kamu pikirkan, apa yang ustad kamu pikirkan, ataupun pikiran siapa sajalah yang menurut kamu itu menarik untuk kamu tulis. Dan ingat jangan pedulikan dulu komentar orang. Karena kamu lebih baik karena bisa berkarya, sedang mereka hanya komentar saja. Jadilah orang keren dengan berkarya!

  1. Tulis dulu, hasilnya kemudian

Saya sendiri sebenarnya jarang sekali menulis hal yang sangat urgen, ataupun sesuatu yang sifatnya fenomenal, namun lebih kepada hal-hal yang saya kategorikan menarik.

Dulu saya suka buat cerpen yang ga nyambung banget, misalnya perselingkuhan kentang dan ubi jalar, yang menghasilkan ubi garnet oven hangat sebagai hasil dari perselingkuhannya. Terkesan sungguh absurd sekali tulisan semasa SMU dulu, namun itu baru saya ketahui setelah banyak sekali tulisan saya buat, sehingga saya tulis dulu saja, setelah itu baru membuat untuk judulnya, ataupun membuat judul sesuai tema, dan menulis apa yang saya pikirkan, serius! gampang sekali tinggal kau hinggapkan jarimu ke tuts keyboard dengan pikiran yang terus mengawang dan tangan yang bekerja.

Yang penting pede dulu aja deh, kau tulis yang kau pikirkan, tentang hari ini, tentang sebuah perkara, tentang sebuah perbandingan suatu masalah ataupun masalah yang kau punyai.

  1. Jadikan karya nyata

Sering kali saya temukan teman yang suka buat tulisan namun tulisannya itu tak masuk majalah ataupun koran setempat, saran saya kirimkan ceritamu seperti apapun karyamu, nah jikalau tak dimuat-muat juga, mending bikin karya sendiri.

Mading

Mading atau lebih dikenal sebagai majalah dinding, ialah suatu media cetak yang tertempel di dinding ataupun sebuah area yang sengaja disediakan untuk diisi dengan karya-karya jurnalistik yang akan menjadi fenomena di masa depan.

Pertama-tama, tentu saja sediakan dulu madingnya lah, masa mau buat mading ga ada madingnya, buatlah dengan warna menarik dan tata letak yang apik, dan kamu sukai, sehingga akan lebih menarik dari jauh juga sehingga, klo orang liat dari jauh, mereka akan komen, “apaan tuh bagus banget,” kan enak klo karya kita ada komen begitu. Jadi sediakan madingnya lebih dahulu.

Setelah pertama, yaitu orangnya lah, karena untuk membuat mading harus ada orang yang buatnya, sehingga bertanggung jawab dari isi mading itu apa.

Kedua, isi madingnya dengan sesuka hati kamu, dengan tulisan tangan, ataupun diketik tangan, ataupun apalah itu caranya sehingga mereka bisa baca tulisanmu, gambar milikmu, ilustrasi milikmu, tanda tanganmu dan yang paling penting semua tulisannya dapat dimengerti, karena yang baca kan ga semuanya pake braille, ataupun sandi morse.

Setelah kedua, baiknya mah si mading kepunyaan kamu itu diatur isinya, sama aja kayak koran, kan ga semuanya tulisan, ada juga gambarnya, iklannya, sama siapa pembuatnya, mading juga kayak gitu, baiknya mah ada tata letak yang baik pula sehingga menarik untuk dilihat lebih dulu, klo kata pepatah mah don’t jugde book by the caover, nah ko buat mading beda lagi, cover First and content being laters.

Kayak ngegambar aja, kan ga pake satu warna, kayak gitu juga mading teh, baiknya mah diisi seperti komposisi yang indah aja, pake bentuk kek, pake efek apaan kek, mau kayak abis dibakar kek, mau ditempeli daun kering kek, yang penting menarik.

Saran klo mau buat mading

Pertama, bagusnya mah pake tema, sehingga semua materinya nyambung.

Kedua, penjadwalan itu penting, sehingga mading itu berkelanjutan, ga satu kali aja, kan ga rame klo cuma sekali, gampang aja, tinggal pilih mau per hari ganti, atau per Minggu, itu terserah kamu maunya gimana, trus yang penting itu kesanggupannya gimana.

Ketiga, pake team, kan klo kerja sendiri mah ga rame sama capek aja sih itu intinya mah, jadi tiap orang dapet kerjaan sehingga mengurangi jumlah pengangguran di muka bumi ini. Halah!

Keempat, madingnya disimpan di tempat yang strategis, kan jadi enak dibacanya rame-rame, kan ga enak juga klo ada mading di wc kepala sekolah, tiap mau baca harus permisi dulu.

Kelima, komitmen, biasanya ini yang buat males bikin mading, ga ada komitmennya, ga ada setianya gitu, buat ngehindarinya bagusnya mah ada keterbukaan tiap anggota yang buat mading teh biar enak gitu, jadi tak ada dusta antara kita, right!

Keenam, patuhi aturan penulisan dan kode etik jurnalistik, biasanya iti kurang diperhatikan dalam pembuatan mading, karena aturan kode etik yang belibet sehingga ga diperhatikan, kan ga baik juga klo si madingb bikin cerita porno, ataupun bohong, menghina salah satu pihak, ataupun tak ada nama pembuatnya, jadi siapa dong yang bikinnya.

Ketujuh, semangat! itu yang paling bahaya yaitu klo semangat padam, oleh karena itu tetaplah semangat, dan jaga apinya tetap menyala.

Buletin

Buletin? Apaan sih itu? istrinya pak letin, atau makhluk mars yang turun ke pluto, dan mampir di bumi, apaan sih? Gampangnya mah sih bisa kita lihat di masjid-masjid setempat, biasanya selebaran A4 dengan fotokopian ataupun pakai mesin cetak berisi karya jurnalistik apapun itu bentuknya mau cerpen, puis, pembahasan suatu masalah, curhatan, ataupun berita terkini.

Buletin biasanya buletin itu lebih keren daripada mading karena mobilitasnya lebih cepat dari mading, mading mah kan diem aja, klo buletin bisa dijajal banyak orang.

Klo mau buat buletin gampang aja, tinggal bikin! Ya tentunya dengan materi tulisan yang telah tersedia, klo mau gampang pake Corel aja, tinggal atur aja kan simpel, mau pake gambar tinggal masukin.

Nah ini klo yang mau manual juga gampang, biasanya pake fotokopian gitu lah, untuk lebih menarik bagusnya mah si buletin teh pake embel-embelan, yaitu gambar lah, ilustrasi lah, ataupun rubrikasi yang beragam. Nah biasanya buat tempelan itu sedikit sulit, jadi maen tempel aja, tapi ingat semuanya harus nyeni. Pake apapun sehingga cutting and glue is more importent than useless.

Klo sulit juga bikin aja yang simpel dulu, liat conto yang ada trus diadaptasi gitu, terus aja diinovasi lagi.

Dan terakhir tinggal difotokopi deh, bagiin dan lihat apa yang terjadi.

  1. Evaluasi

Bagusnya mah tiap karya itu dievaluasi biar ada peningkatan gitu, masa mau bikin teh yang itu-itu aja, kan ga enak juga. Liat yang lain sebagai pembandingnya, banyuak seharing sama yang bikin karya yang samanya, minta pendapat orang atas karya kita.

Selamat berkarya!

*diketik dengan senang hati

Perihal Reunian

Pagi ini, saya tengah duduk di hadapan komputer saya dengan ditemani susu putih berbentuk cair di dalam gelas yang lumayan besar, dan siap-siap menulis sebuah kejadian yang telah lama menjadi sejarah, tepatnya beberapa hari lalu hitungan jari tangan pun belum habis.

Ini tentang acara reuni, tepatnya beberapa bulan yang lalu, jikalau tak salah pertemuan pertama mengambil jeda lima bulan lebih beberapa hari dari dateline acara reuni yang jatuh di bulan Juni, tahun ini tepatnya.

Malam itu telah berkumpul banyak orang di ruangan sempit di Jatinagor, tepatnya ruangan itu pula yang jadi alamat patokan untuk sekretariat acara reuni seperti yang teman lihat dalam amplop undangan reuni dan beberapa lampiran lainnya yang bisa kita baca bersama-sama.

Di situ tengah kumpul, Muttakin Brother, maksud saya Rivan dan Husni, yang awam disapa sayang oleh temannya Wiwiw Danyo dan Bonot, hadir juga Rais Alfatoni, saya sendiri, Kahfiana, dan untuk terakhir datanglah Anggun Pramudya di sela-sela injury time. Tentunya berkumpul bukan karena agendanya bermain gapleh hingga esok lusa, ya mungkin itulah kenapa Rivan selaku empunya ide untuk berkumpul bersama-sama, tentunya juga bukan untuk kumpul kebo, melainkan untuk sekadar berbincang hangat tentang kenangan dan memori yang akan terulang kembali.

Saya hampir lupa, siapa saja yang datang sebenarnya yang pasti itulah yang saya ingat, namun jikalau ada yang belum diabsen segeralah protes pada saya yang menulisnya.

Awalnya kumpulan dijadwalkan setiap minggu pada hari apa gitu saya juga lupa lagi, dengan agenda sebuah kumpulan tentang reunian dan sebuah kajian tentang apa saja yang mungkin dapat didiskusikan, tentunya berbagi ilmu dan sudut pandang tentang suatu hal, diskusi pertama terbilang sukses dan selanjutnya molor, lagi dan lagi.

Sebenarnya jikalau dibilang tak ada hasil, kumpulan tersebut membuahkan hasil, namun hasil yang kurang maksimal, untuk saat ini tak perlu menyalahkan siapapun karena semunya telah menjadi catatan tertulis dalam sejarah lisan. Organigram telah ditunjuk, dan siapa pegang apa dan siapa kerja apa telah tersusun.

Dan yang pasti semuanya tinggal jalan saja. Entah kenapa semuanya seolah makin absurd saja, dengan banyaknya kepentingan pribadi dalam perihal reuni yang membuat semuanya ‘kacau balau’, maaf saja saya istilahkan demikian karena sebetulnya saya kira perihal reuni itu hanya main-main saja.

Setelah beberapa Minggu kegiatan kajian ilmiah itu terhenti, barulah ada kabar, namun aku lupa teksnya, yang pasti menerangkan kumpul lagi. Untuk merencanakan reuni lagi tentunya.

Kali ini acaranya yaitu survei, dan ini yang aku tidak terlalu sukai, yaitu memakai kendaraan bernama mobil di jalan yang sangat lurus sekali pisan sangat belok-belok. Shit!

Namun hari itu ternyata batal dan hitungan jam kemudian acara itu dilanjutkan, ya maksudnya ke Pameungpeuk untuk melaksanakan survei yang sangat berkesan, oh iya sebenarnya ada alasan jelas kenapa survei itu diundur. Kau tahu Rahayu Wikarman, itu loh seorang mahasiswa keren yang ikut hima Persis itu loh, seorang yang sangat keren lah jika kau tahu, dan hari itu ia menikahi anak orang dan mungkin untuk hitungan hari berikutnya ia akan menghamilinya juga.

Ia itu menikah di Cisompet ‘coret’ yaitu sebuah tempat yang tidak dikenal sama sekali olehku, ya mungkin itu karena baru pertama kalinya aku ke sana, jujur saja aku sendiri sangat kagum kepadanya, demi cinta ia menempuh jarak yang sangat jauh dan berliku, dengan jalan terjal dan arena yang sangat kental dengan unsur hutan entah berantah, semoga engkau menjadi ayah yang sangat keren untuk anakmu dan suami yang bertanggung jawab untuk istrimu yang cantik itu.

Pertemuan itu tak beberapa lama, setelah berbincang sekedarnya perjalanan dimulai lagi.
Perjalanan ulang serasa lebih cepat karena tidak merasakan baunya kopling yang terbakar dengan arena yang menurun sepanjang jalan, dan jalan raya kami jelang lagi.

Pantai itu belum kami pijaki, di mobil telah penuh sesak, ada Udin, yang kerap dipanggil dengan nama Fahrudin atau Pehul, ada Anggun, ada saya, Bonot, Rifky yang sebetulnya namanya sangat indah namun disayangi dengan nama Seblu, ada Irsyad, ada Danil, ada Danyo, dan Wahid, Ahmad dan.

Dan kami jambangi rumahnya Wawan yang kerap disapa Junteng, entahlah kenapa pula ia dipanggil demikian, namun Samsul tak kami jumpai, entahlah padahal ia sangat dekat.

Dengan prosesi seperti biasanya, yaitu istirahat dan esok harinya telah siap untuk menengok pantai yang kerap menjadi perbincangan banyak orang, akan keindahannya, tujuan utamanya yaitu survei, di LAPAN, sebuah arena untuk melaksanakan acar reuni terebut, dan jikalau kau ingin tahu semua gambarnya ada di surat undangannya.

Indahnya pantai ternyata tak sebanding dengan deburan ombak yang hadir menemani kami, walaupun sempat disekat oleh hujan sesaat rasa ikan di pantai itu sempat membuat kepala pening dan perut yang terisi untuk sekedar tertidur pulas di saung itu.

Akhirnya tercetus Rivan sebagai sihobul maksud untuk acara ini, dan kemudian cara pun terbentuk lebih baik dengan tugas yang terperinci pula, tinggal memberikan undangan tentunya dengan sebelumnya pemilihan logo yang pas untuk acara tersebut, walaupun gambar saya yang dipilih tentunya dengan banyak sekali perombakan yang tak merubah suasana.

Dengan banyaknya kumpulan selanjutnya awalnya saya optimis sekali reuni ini akan berlangsung dengan baik. Namun aku bersikukuh untuk menyiapkan second plan untuk acara tersebut, namun semuanya tetep pada satu acara, tanpa adanya acara lain jika acara ini gagal. Pameungpeuk adalah prioritas.

Selanjutnya adalah kumpulan-kumpulan di Sukajadi, dengan banyaknya kue aku sangat nyaman untuk mencobanya. Dan santapan yang lainnya pula, kumpulan selanjutnya lebih baik lagi, ada Dian Asmuni, Leli, dan Linati, dan Lena, dan ada Rika Mustika Riani hadir, dan beberapa orang lainnya yang telah terabsen di beberapa paragraf atas tulisan ini.

Dengan banyaknya evaluasi aku makin optimis, namun tetap saja Pameungpeuk menjadi prioritasnya, dan kamipun demikian, karena keputusan bersama itu rupanya yang lebih berpengaruh.

Hitungan hari semakin dekat dengan cara reuni itu, sebuah acara yang kami jelang dan evaluasi terakhirpun kami selenggarakan di Rancaekek tepatnya di rumah Rika satunya lagi, Rika NS, maaf aku tak tahu NS itu apalah juga singkatannya atau apalah itu yang membuatnya menjadi NS.

Namun aku tak sempat untuk berlama-lama selain menginterogasi pacarnya Rian, sehingga rapat aku hadiri beberapa menit dalam hitungan jam. Akupun pulang bersama orang paling besar IQnya seangkatan kami, dengan motor tua keluaran 2005, aku bersama Irsyad pun pulang tentunya dengan beberapa hal yang kami evaluasi, karena arah reuninya sepertinya makin absurd saja.

Setelah sampai di Buah Batu mengantar ayahku ke undangan, smspun aku sampaikan ke Rivan, ternyata acara reuni itu dipending untuk waktu yang belum ditentukan.

Ternyata, membuat acara itu sangatlah sulit, bahakan untuk niat baikpun sulit sekali, untuk sekedar saling mengenalkan seangkatan, saling bertegur sapa, dan membuat memori indah bersama-sama.
Namun yang lalu biarlah berlalu, esok masih panjang dengan mimpi indah yang harus dilaksanakan menjadi kenyataan.



*Ditulis pagi hari menjelang siang dengan senang hati

Senin, 09 Januari 2012

Wawancara Sama Mang Dedi

Saya wawancara dengan tukang becak di Kebon Kalapa, namanya Dedi bla4x saya tak tahu, yang pasti ia sudah memperawani anak orang.


Saya: jeng akang saha ieu teh?
Tukang becak: ahahahahah
Saya: eh serius, sareng akang?
Dedi: Dedi
Saya: oh
Dedi: ahahaha
Saya: kawit timana?
Dedi: ti Cianjur
Saya: oh ti Cianjur,ngalalana ka Bandung nya, nanaonan di Bandung?
Dedi: nya usaha we jeng kulawarga didieu
Saya: ayeuna ngawengi dimana kang?
Dedi: ari ngawengi mah nya di kontrakan
Saya: diii? Kebon kalapa keneh?
Dedi: heunte, di eta pengkereun pasar anyar
Saya: dupi saur akang keperawanan teh nu kumaha?
Dedi: ari aslina keperawanan mah, sakaemut kitu nyaeta istri nu can dijamah ku pameuget, ny katawisna mah nu jarang ameng, nya pastina orangtuana tiasa leres-leres ngadidik kiutu kanu jadi putrana
Saya: ari ngabentenkeun anu perawan jeung nu heunte kumaha carana?
Dedi: ngabentenkeuna nya, posisina kitu nya simpel we secara ieuna itulah, antara blong jeng heunteuna, heheh
Saya:ari gadis jeng parawan benten teu kang?
Dedi: nya ari gadis mah budak keneh, nya dibawah duapuluh tahun, mun parawan mah langkung ti eta, nya istilahna mah tos siap lah, siap digaulan
Saya: ari tanda-tandanya aya teu?
Dedi: nya tanda-tanda mah tos aya dina kebebasanna,mun bebas kitu ameng kamana wae etamah parawan jeng nandakeun tos siap dinaonkeunnana teh, nya dijamah kitu lawanna, mun gais mah biasana mah jadi pegangan orang tua keneh.
Saya: kinten-kinten kang di bandung seueur keneh parawan teu kang?
Dedi: ari ku ayeuna mah, sigana mah moal katawis seueur keneh , soalna di bawah 20 tahunan ge tos seueur nu arameng atuh, eta nandakeun tos sariap, kan ayeuna mah tos beres sakola teh daramel terus gaduh kabogoh terus we dieusian, malahan kajantenan yuswa 15 tahun oge tos nikah, pan benten jeng jaman baheula mah,
Saya: ari baheula kumaha?
Dedi: nya ieu ge cek carita ti sepuh, ti kolot kitu , nya sateuacan tumur 20 tahun mah nya can dewasa kasebatna
Saya: mun ayeuna?
Dedi: nya ayeuna mah sigana beda, nya bisi eusi tiheula nya mending ditikahkeun, katingali sok lalayeut, da memang katingalina kitu, malahan kajantenan kan sakola SD ge ditikahkeun.
Saya: gara-gara?
Dedi: nya eta ulin wae
Saya: jadi?
Dedi: nya eta tea di bawah 20 tahun haroyong diaku parawan tea, nya nu pantes mah diatas 20 tahun jadi parawan teh da tos siap dikukumahana.
Saya: jadi kumaha nasibna parawan teh
Dedi: ari ku ayeuna mah nya terancam, margi pergaulana ampir bebas pisan
Saya: jadi kudu kamaha nyalametkeun para parawan teh?
Dedi: nya kedah ieu we orang tuana, ngaosna, ngadidikna kedah ketat kitu, nya kacaritakeun ayeuna mah jam dua welas can aya di bumi, kan jaman baheula mah saatos isya teh kedah aya di bumi, kukulamprengan
Saya: jadi eta salah saha?
Dedi: lamun disebutkeun mah etamah salah orang tua, nya salah ngadidik
Saya: mun sakola kumaha
Dedi: nya eta oge , pang na mah eta tah dina jajan wae, komo dina jaman nu kieu, engke teh janten wantun kanu kolot teh, terus we milarian kamu sanes
Saya: aya hubunganna teu keperawanan jeng tuangan
Dedi: ah eta mah heunte sigana mah
Saya: mun hubungan jeng moral kumaha?
Dedi: tah mun eta mah sigana aya
Saya: aya pesen kanu teu parawan teu kang?
Dedi: nya sing ngajagi we, upami tos gaduh kabogoh sing bener ngajaga diri, da engke mah mun tos nikah mah bakalan nyobaan, hehe
Saya: aya pesen kanu parawana teu?
Dedi: kanu parawan mah, nya sing leres we ngajagina, terutami ka orang tuana, margi kasebatna etamah mahkotana, tambih istri mah pondok lengkah


*dibuat untuk dalam rangka majalah RTK yang kahiji

Teruntuk Teater Bohlam

Pagi itu aku masuk sekolah, atau dengan kata lain masa orientasi siswa, namun ternyata kesan pertama yang dibuat adalah penolakan, “Kamu siapa, kenapa masuk ke 22?” ujarnya, seorang kakak kelas menjegal langkahku ketika gerbang berteralis besi itu akan aku masuki, mungkin karena seragamku yang sangat berbeda dengan siswa khalayak ramai, setelah aku jelaskan, aku dipersilahkan masuk ke area tersebut.

Aku bingung mau masuk kelas mana, karena aku ini tak hadir dalam pembagian kelas aku lihat di jajaran kelas itu tak ada yang terbuka, “Ini mungkin,” ujarku berbisik, lalu aku masukilah kelas 1-4, dimana aku sangat bersyukur bisa mengenal teman-temanku hingga saat ini, mungkin mereka sebagian telah melupakanku, namun aku tak pernah lupa urutan bangku yang diisi olehku dan bagaimana pertemuan pertama di kelasku dulu dengan teman-temanku dulu.

Mungkin karena aku ini kurang pintar maka aku ini peringkat ke 4 terakhir dari belakang dari jumlah murid 42, sungguh sangat tragis untuk siswa yang jauh-jauh menempuh jarak kurang lebih 35 kilometer perharinya hanya untuk sekedar belajar, namun itulah prosesnya mungkin.

Pada hari ketiga, kelasku dikejutkan oleh suara berisik dan hantu-hantu yang terlihat lucu, bahkan aneh menurutku, kok ada ya hantu mirip manusia, “Siapa yang mau masuk teater Bohlam?” ujar Bimbim, yang pada saat itu aku tak mengenalnya, ia berperawakan pakai baju putih lusuh dan celana hijau army yang tak kalah lusuh dari bajunya, kontan saja aku langsung mengacungkan tanganku, dan disusul oleh teman sekelah yang lain, namun aku tak ingat siapa setelahku atau aku yang keberapa, setelah menjelaskan apa itu teater Bohlam, di kelas kami disuruh untuk ke sekre, dan mengisi formulir, aku lupa lagi apa itu pake biaya atau tidak, yang pasti yang aku isi itu formulirnya dari kertas. Kertas fotokopian lebih tepatnya.

Kemudian pertemuan demi pertemuan dilakukan, yang paling ingat adalah hari dimana dimulainya program kakak angkat, dan itu masih pagi, hari sekitar hari minggu pagi lah, kalimat yang rancu.

Para kakak angkat mulai berjajar seolah pajangan yang mendapat harga jual, berjajar, Ee, Omen, Andra, Indri, Vina, Ating, Giles, Hulk, Indri dan kakak-kakak angkat bagi adik angkatnya masing-masing, kala itu anggota Bohlam angkatanku itu banyak sekali, hampir satu kleas, namun minim sekali dengan namanya lelaki, mungkin untuk masuk Bohlam itu tidak maco, ataupun mereka belum sanggup menerima kemacoan dari Bohlam. Entahlah.

Ada aku, Yudi, Kudil, Tendi, dan Faisal. Berbanjar rapi dan memilih kakak-kakaknya masing-masing, setelah sebelumnya mereka memperkenalkan dirinya masing-masing dan kita mulai saling mengenal, kala itu kelasku itu jumlah anggota Bohlamnya paling banyak, sehingga ketika ada dispensasi, terkesan banyaknya murid yang diusir dari kelasnya, namun tunggu beberapa bulan berikutnya kelasnya akan lebih penuh lagi.

Dari jajaran kakak angkat Giles itu kedua terakhir dari kanan, tentunya menurut penglihatanku, yang kulihat itu ia itu lebih pendiam dari beberapa yang lainnya,mungkin itu efek namnya, giles kan peujet, jadi lebih tipis dari yang lain, atau entahlah, maka akupun berdiri di belakangnya, bersama Vera, dan satu lagi aku lupa lagi, klo tak salah ia itu mengundurkan diri dan yang tersisa aku dan Vera, lebih parahnya, sepertinya bukan pendididkan teater yang aku dapati, jika husnudon mungkin itu pendidikan membuat paper dan kumpulan berita dari artis Siti Nurhaliza yang saat itu sedang happening pisan, mungkin itulah yang suruh oleh Giles, karena ia itu terkesan sangat pendiam, tapi itu mungkin dulu, klo sekarang mah ya ga tau, beringas mungkin.

Setelah itu mulailah Pesta, yang aku ingat itu celotehan Faisal, “Sangka urang teh Pesta teh seneng-seneng siah, naha euweuh kue na?” dan itupun aku amini, ternyata mental kami jadi sasaran para kakak angkat dan pelaksana Pesta saat itu, jumlah kami itu 21 orang itupun jika tak salah dan yang mempestakan kami itu lebih dari pada itu. Yudi dan Kudil tak bisa hadir karena Kudil itu dipasang penn atau penyangga tangan pada hari itu, dan Yudi klo tak salah sakit.

Ada beberapa kejadian lucu yang aku alami, mulai dari susah berhentinya Sari mengangis, “Kenapa kamu ga berhenti nangisnya?” teriak Ziba ke Sari, “Atuda susah,” ujarnya sembari menangis, aku hampir tertawa melihat teman sebarisku berlaku demikian, kebayang aja ada ya orang yang susah berhenti nangis disuruh berhenti, ga bisa-bisa. Dan banyak sekali hal lainnya yang membuat bulu hidung dicepak mohack. Haha.

Mungkin untuk angkatan sekarang tidak banyak yang mengenal Nova ataupun Ziba, aduh masa itu mereka sangat horror terlihatnya padahal mah ga tau juga, sialnya aku itu orang pertama yang disuruh keluar dan membawa barangku semuanya, akupun nurut, dan lebih tertekan lagi ternyata, karena aku sangat sulit berkomunikasi dengan mereka dalam bahasa Indonesia, bukan karena aku ini orang sunda namun karena masa itu aku sangat enggan dan asa kagok we ngomong bahasa Indonesia teh.

Mungkin mereka hanya marah-marah, mencela dan sebagainya, sedangkan aku hanya diam saja, karena rasanya komunikasiku itu terbatasi sampai tulisan saja.

Di akhir Pesta, aku baru tahu klo pesta itu sebuah akronim Peresmian Anggota, atau bahasa gaulna mah ospekan. Shit aku tertipu.

Senja itu aku pulang dengan badan baru mandi dan kau tahu semua orang pun demikian, sampai rumah orang tuaku bertanya, “Kumaha rame pesta teh, gaya lah ka kota mah pesta,” ujarnya, sedangkan aku ketus saja, “Rame pisan, hah,” ujarku.

Semenjak itu aku jarang ke sekre, dan kurang tahu perkembangan selanjutnya, mulai dari mereka senang-senang taupun sekedar berkumpul ria di sekre, namun yang aku ingat dulu itu sekre itu tempat yang nyaman, pake karpet hijau atau biru ya, aku lupa lagi, soalnnya kan aku buta hurup, dan ada kursi yang nyaman untuk duduk, bahkan ketika aku hendak masuk terkadang aku lihat Topan tengah tidur disana, dan kegiatan selanjutnya ketika di sekre adalah mengobrol konsep, mulai dari cerita, berbagi peran, dan lain sebagainya, dan yang pasti tak lupa ialah bermain kartu dan catur di sekre, klo dulu mah sekre teh teu poek siga ayeuna, dan sektre dulu mah teu sakotor ayeuna.

Ada cerita menarik dimulai di ruangan itu, mungkin Ap masih ingah ingat ketika ditembak Jarwo, ataupun ketika ada yang marahan sama calon mantannya, ataupun juga belajar bersama di sekre itutentang fisika lah ataupun tentang ilmu gaib, ya kimia itu tadi, ngitung yang saya ga tau, jadi we saya kategorikan sebagai hal yang gaib. Jikalau dulu sekre itu dinding ada dua warna, dan sekarang lebih berwarna lagi karena orang-orangnya pun makin banyak warnanya.

Perihal nama mungkin sedikit aneh, kenapa sih dinamain Bohlam, bukan Patrick ataupun Gonzales yang lebih absurd lagi sehingga terkesan lebih keren, sempat aku tanyakan mengenai nomenklatur dari Bohlam sendiri, klo dari penuturan Ziba dan Didot mah sih, nama Bohlam teh dulunya Patromak, kemudian berhenti jadi Bohlam pada masanya Nova, dan perlu diketahui klo orang yang masuk Bohlam itu dikutuk menjadi orang keren. Pisan.

Begitupun aku, aku merasa terhormat jadi bagian dari keluarga besar pisan sangat sekali teater Bohlam dan mungkin anggota lainnya pun begitu, karena untukku sendiri tak ada mantan anggota Bohlam, meskipun secara jelas ia itu mau keluar, ya sudahlah itulah keputusannya. Toh Bohlam masih tetap bersinar.

Kebiasaan pesta entah dari kapan mulainya mah, tapi itulah momentum kita bisa berkumpul lagi, untuk sekedar bertegur sapa dan melihat regenerasi dari tiap angkatan ke angkatan lainnya.

Setelah beberapa bulan aku menjadi anggota Bohlam, ternyata kebiasaan untuk menjadi manusia superior timbul juga, dan terjadilah perpecahan bahkan perceraian, hah!, ga mungkin ketang, ya biasa lah anak perempuan mulailah clash yang berakibat banyaknya anggota yang mundur, dan kau tahu yang tersisa dari angkatanku itu terhitung jari yang ada di tanganku.

Mungkin musuh berat dari persahabatan ialah persekongkolan, ya itulah akibatnya ketika satu ada clash dengan yang lain berakibat yang lainnya juga ikut serta. Ah shit. Pokoknya pas waktu itu mah ga enakeun we ada di sekre teh, si anu sama siapalah, si una sama lahsiapa, kekanak-kanakan sih tapi itulah dinamika.

Jujur saja untukku sendiri tak terlalu aktif di Bohlam karena aku selingkuh dengan ekskul lain, dan aku berfikir di Bohlam lebih banyak orang, sehingga aku lebih melilih ekskul tersebut, namun kenangan di Bohlam tak ada yang sia-sia.

Sesampainya aku kelas tiga akhirnya aku bisa membuktikan ucapanku kepada Ziba di saat aku disuruh pulang, “Apa yang bisa kamu janjikan ke Bohlam agar kamu bisa masuk Bohlam?” teriak Ziba, spontan, “Sampai alumni insya Allah di Bohlam,” ujarku singkat.

Namun kenyataannya aku tak bisa maksimal dalam membantu kemajuan Bohlam dengan segala bentuk kegiatannya, karena kesibukanku yang lain, namun sekadar bercerita mah tak apalah jua.


*diketik sore hari, Untuk mencatat Bohlam dalam tulisan