Senin, 23 Januari 2012

Ke Cimanggu

Sore ini durian yang mahal itu enak sekali rasanya, mungkin juga karena besarnya yang segede helm yang aku kenakan dalam perjalanan ke Ciwidey ini, sehingga durian itu tak habis untuk berdua.

Hanya dua baris yang habis, sekedar saran jika ingin durian yang mungkin lebih enak sebaiknya beli yang terbaik aja, enak sekali rasanya dan teksturnya yang tebal lebih nyaman lagi untuk dinikmati, kayaknya nyesel lah klo ga suka durian.

Sore hari tepatnya ketika perjalanan dimulai, setelah mampir ke Borma di Soreang itu, ban di motorku terus melaju menuju Ciwidey, perjalanan sungguh terasa lama, karena aku membawa orang tua di belakang punggungku, dengan kecepatan yang pelan tentunya karena setelah dihitung, dari ba’da Ashar dari rumah, menuju Ciwidey sampai setelah adzan Maghrib berkumandang.

Cimanggu aku lewati, dan selanjutnya adalah Patenggang, sebuah situ dengan beragam fasilitas yang mendukung untuk menghabiskan uang di sana dan beragam mitos yang ada di sana, mulai dari batu cinta yang melestarikan vandalisme, hingga lochness yang ad di danau di belahan bumi lainnya, hah!

Bulan sungguh di bulan ini, mungkin karena ini waktunya Sya’ban, kau tahu bulan itulah sebelum bulan Ramadhan yang akan kami jelang, acaranya bapakku itu akan menunaikan rapat yang diselenggarakan pesantren yang ada di Pajagalan itu, asal sekolahku dulu yang isinya ku kenal juga.

Singkat cerita, rumah yang jadi tempat untuk melaksanakan rapat itu telah aku lihat, dan motorku telah parkir di depannya, tadinya aku mau langsung pulang saja, namun karena melihat banyaknya uap yang keluar dari genangan air di Cimanggu itu aku jadi lebih tertarik untuk berendam.

Bersama saudaraku dan temannya yang seperjungannya di organisasinya PA, kau tahu itulah yang suka naik gunung dan turun gunung itu, pecinta alam mereka menamakan sesamanya, tapi klo lihat orang buang sampah bukan pada tempatnya saya kita itu manusia bukan manusia pecinta alamnya.

Motor telah melaju menuju tempat rendam di Cimanggu itu tepatnya, dan tiket pun telah dibayar berikut nawar dulu untuk masuknya, dan dada kami telah telanjang ketika airnya disentuh kaki. Perasaan aneh sungguh bercampur dengan perasaan serba salah, di atas dingin pisan karena waktu telah malam, dan di bawah panas pisan, seriusan klo masuk ke kolam baiknya mah dikit-dikit aja, karena panasnya itu loh, klo dibandingkan dengan beberapa pemandian air panas yang telah aku masuki airnya Cimanggu itu paling panas airnya.

Namun setelah lama aku beradaptasi dengan air yang ada di sana, rasanya lumayan nyaman juga, namun aku merasa risih aja dengan lingkungan di belakang punggungku, ada yang menawarkan prostitusi yang menjadi risih aja sebenarnya, bukan yang sang penjaja tubuhnya, tapi yang adu tawarnya itu loh, mereka para muda-mudi yang ada di sana itu, padahal disamping mereka ada sekeluarga besar terdiri dari beragam usia sedang makan-makan.

Jam di tangan saudaraku telah menunjukkan jam sebelas malam, ternyata hari ini telah malam, dan waktunya untuk beristirahat, namun tak lupa ciri kas dari Ciwidey telah kami coba, mulai dari bandrek hingga stawberry malam-malam telah kami coba, ternyata membuat kami lumayan kenyang.

Tadinya kami mau bertenda ria di Cimanggu itu, namun karena kegiatan prostitusi yang di depan kami itu ketika akan mendirikan tenda itu, secara pribadi aku merasa risih ketika calon ibu terlihat seperti itu, padahal kan seorang calon ibu akan jadi seorang ibu jikalau ia mau, dan nanti akan ditelaah oleh anaknya jika ia melahirkannya.

Kami pun memutuskan untuk ke Patenggang saja, dan bertenda ria disana saja, dan sekedar saran jikalau mau berkemah, sebaiknya tidak menggunakan celana slim fit atau dekat sekali ke kulit karena aku rasa itu dingin sekali jika ditambah tidak membawa sleeping bag.

*diketik dengan senang hati

Tidak ada komentar:

Posting Komentar