Jumat, 20 Juli 2012

Kamis Juli, tahun ini

Dan saya sedang duduk di depan komputer ketika Movie Script Ending mulai dinyanyikan oleh Death Cab For Cutie, ternyata mengetik itu mulai tidak secepat dulu ketika hampir tiap kronik saya ketik, sepertinya jari ini mulai lambat dalam mengetik.

Hari di tanggal dua belas Juli ini saya tengah mengendarai motor yang sudah lama saya kendarai, akhirnya sampai juga di Moch Toha, sebuah jalan yang saya harap tidak ada pabrik di sisi jalannya, dengan selokan yang bersih dan sungai Citarum yang jernih seperti kata taruma diartikan oleh kaum pribumi di tanah pasundan ini.

Adalah saya yang tengah mengantarkan ibu saya untuk membeli bahan yang ia kehendaki untuk membuat baju dan beberapa kaos pesanan dari langganannya, begitulah risiko untuk menjadi seorang penjahit seperti saya dan mereka yang punya hajat hidup atas bantuan jarum.

Dan Otista telah saya lewati untuk segera memulai kesibukan lainnya, mengambil uang di teman saya, Santi namanya, ia anak suaka yang tengah Aad sangat sukai, saya sangat merasa bersalah karena perhitungan saya salah dalam menentukan waktu, janjinya saya sampai jam 12, ternyata sampainya jam 1 siang, alangkah saya menyesal untuk itu.

 Ternyata Santi tengah berdiri manis di samping pak Satpam di depan kampus, ternyata ia akan segera pulang untuk menemui ibunya di rumahnya di Salawu, sebuah daerah yang dulu saya jadikan tempat penelitian untuk tugas sosiologi dan antropologi saya ketika SMU, kampung naga namanya.

“Bumi abimah terus deui ti Naga teh,” ujar Santi menerangkan ketika mengobrol di kosannya, entah mengapa saya jadi ingin ke Garut, karena hari ini saya tak ada kerjaan dan saya pikir Salawu bukan tempat yang jauh untuk ditempuh.

Alhasil, akhirnya saya akan mengantarkan Santi ke Salawu setelah lama menunggu di kosannya, ketika Santi telah beres mencuci pakain, sebelumnya saya ke Suaka, inginnya mengajak Aad untuk ikut serta, dan mungkin jika jodohnya ia akan menemui calon mertuanya yang bisa bahasa Inggris.

Saya tak mengira ternyata Salawu itu tempat yang lumayan jauh, ditambah lagi jalanan yang baru untuk jalur saya yang belum saya kenal sehingga perjalanan itu saya lalui dengan santai saja.

Pemandangannya sangat bagus untuk saya yang kerap kali di depan mesin jahit, begitu pun dengan udara dingin sepertinya kurang cocok untuk celana ketat yang saya pakai.

Tasik malaya itu artinya, tasik yang malaya, begitulah dari penuturan Santi, kabarnya banyak batu sisa Galunggung yang menyembur sehingga sepanjang sawah yang saya lewati banyak batu sebesar pintu kerap terlihat, dan begitu pun kampung naga saya jelang, dan sebentar lagi rumah Santi akan saya jumpai.

Hari telah sore untuk wilayah Tasikmalaya, ketika saya sampai di rumahnya, ia mempunyai seorang ibu yang membuka les privat bahasa Inggris, mungkin jika mengobrol denga Miko ia akan memulai bahasa Britishnya, ataupun dengan Ratna, Hayati ataupun Risna yang sejurus dengan bahasa tersebut.

Santi punya dua orang adik yang sekolah di SMK dan SD, namanya Nabil, mirip dengan pacarnya Miko, mirip namanya saja maksud saya tidak secara fisik, soalnya ia itu laki-laki.

Saya jadi enak sekali ketika ada makanan di depan saya, ikan goreng telah tersedia ketika saya makan, dengan nasi panas tentunya jadi enak sekali.

Dan saya harus segera pulang sepertinya, karena teman di Garut telah menunggu saya, di perjalanan pulang ada suara merdu yang hadir di earphone di samping helm saya.

Ternyata Salawu tak sejauh tadi ketika rutenya mulai saya ingat lagi, saya kira anak-anak SUAKA sangat bisa menjadikan Salawu sebagai arena untuk mengisi liburan yang nanti akan dikenang oleh tuan rumah dan semua anggotanya.

Dan Salawu saya pulang dulu, jikalau sempat main lagi ke sana.

*diketik sembari senggang

Tidak ada komentar:

Posting Komentar