Selasa, 26 Juni 2012

Melerai sejarah


Hari ini kamar saya sudah penuh debu, sudah beberapa Minggu saya tak membereskannya, saya sadar kadang kala saya tak tahu terima kasih untuk sebuah ranjang yang kerap kali saya tiduri, dan beberapa baju yang kerap kali saya buat mereka basah dengan keringat saya, begitu pun dengan lantai kamar saya yang kini telah berdebu.

Di bawah ranjang saya ada batang sepeda balap yang belum sempat saya bereskan pengerjaannya, batang tersebut mulai ada bagian yang karatan, padahal, yang saya ingat dulu, sepeda tersebut tinggal saya cat kembali, ukuran batangnya untuk velk 17, untuk ukuran saya pun sepeda tersebut lumayan jinjit ketika saya coba, setangnya yang tanduk telah dingin ketika saya ambil untuk saya lap dari debu yang menempel padanya.

Saya rasa paduan antara debu dan lembab adalah hasil yang tepat untuk kamar saya hari ini, sebuah hasil dari beberapa minggu ke belakang, entah apa jadinya saya jika tanpa kamar ini, ruangan dindingnya sudah tidak putih bersih lagi, banyak poster tertera di sisinya, mulai dari gambar hasil karya orang lain, hingga pengumuman pemerintah kerap kali hadir di dindingnya, begitu pun poster tengkorak yang besar terlihat jelas ketika akan tidur, sebuah lemari pakaian berwarna cokelat yang saya dapatkan dulu ketika pindah ke rumah ini, dua baris rak terdapat di dalamnya.

Banyak catatan kuliah yang dulu saya catat ada juga di dalamnya, ternyata lemari tersebut tak muat untuk pakaian saya yang lumayan banyak, begitu pun dengan catatan yang ada di dalamnya, mulai dari diktat kuliah hingga fotokopian yang kerap kali aku harus bayar meski aku tak tahu faedahnya apa, teori saja.

Saya sepertinya harus segera melerai pertikaian tentang masa lalu saya yang kerap kali membuat saya minder karena tidak meluluskan kuliah saya karena kemalasan saya, sepertinya alasan malas sudah cukup jelas untuk hidup saya yang muram ini.

Banyak alasan yang bisa saja dikeluarkan untuk beragam pertanyaan yang mungkin akan datang ketika banyak cara untuk menempuh hidup dengan santai.

Hari ini, saya membakar beberapa catatan yang kerap kali membuat saya teringat kembali untuk tetap duduk di bangku kuliah, asap mulai keluar dari kamarku yang pengap, karena tak ada jendela yang proporsional untuk kamarku yang sempit, seperti ada kebakaran saja hari ini, semua pakaian yang menggantung di kamarku berbau asap, asap beberapa catatan yang kerap kali aku ingin lupakan.

Aku ingin berdamai dengan masa laluku, masa lalu dengan semua cita-cita yang kerap aku pasang dengan tingkatan yang maksimal, namun sepertinya kehendakNya itu lain.

Saya sangat menikmati panasnya api di kamarku iseng ini, walaupun sedikit membuat sulit bernapas, tapi lembabnya kamarku perlahan hilang, lantai di kamarku mulai hangat untuk sementara.

Hari ini ranjangku telah keluar dari kamarku, ranjang tersebut tergeletak rapi di hadapan rumah jahit, kamarku seolah luas hari ini, setelah dipel dengan aroma mawar, bau asap tak terlalu kentara, buku-buku telah rapi dan berada di dalam lemari pakaian, dan pakaian ada di rak buku.

Sebuah papan tulis putih hadir di kamarku hari ini, ukurannya yang besar menyisakan sedikit dinding untukku, aku ingin tidak lupa mencatat hari ini, mencatat bahwa aku bisa lebih baik untuk esoknya.

Pakaian kotor pun telah aku bersihkan hari ini, sembari menunggu kering aku hanya duduk dan mulai kembali membaca catatan yang dulu aku buat, ternyata banyak barang yang bukan pada tempatnya, beberapa barang dari SUAKA, beberapa buku milik temanku yang harus segera aku kembalikan, kemungkinan besar itu saya pinjam sebelum sakit beberapa Minggu kemarin, aku telah lupa lagi.

Catatan ujian telah aku pegang hari ini, ternyata kebanyakan hasil ujianku tidak terlalu buruk untuk saya perkirakan, meskipun tak semuanya 100 tapi beberapa bernilai 70, beberapa nama dosen muali saya ingat-ingat kembali, semoga mereka diberkahi rizki yang bermanfaat untuk kehidupan mereka, Pa Pambudi yang selalu dengan tenang memberikan kami pengertian tentang akuntansi, Pa Wawan yang menggantikan Pa Nurol Aen untuk bahasa Inggris, Pa Iwan yang memberikan kami pengertian lebih tentang fiqih dalam muamalah, Pa Hasan Ridwan yang telah dengan sabar memberikan kami tugas yang membuat kami sempat bingung untuk tugas akhir kami, Bu Dewi yang dengan tenang memberitahukan kami bahaya dari sistem ribawi, Bu Dyah yang dengan pelan tapi pasti memberikan keterangan yang jelas untuk lembaga keuangan syariah, Pa Toha Hasan yang beri tahukan kami tentang koperasi yang baik dan menurut agama itu mungkin dibenarkan, dan beberapa dosen yang kerap kali memberikan inspirasi kalau hanya teori hanya akan membuatku tahu di ubun-ubun tanpa kulitmu tahu itu panas atau dingin, rasanya asam atau manis.

Catatan tugas akhir yang saya tak kerjakan, penelitian bulanan yang menjadi fokus saya untuk beberapa tahun ke belakang saya dapati juga, ternyata tulisan saya terlalu banyak untuk sebuah bab 1, sehingga dari 37 halaman hanya 12 halaman yang disetujui oleh pembimbing, itu pun tanpa ia baca dan hanya melihat judulnya saja, saya sangat sakit hati ketika mendapat perlakukan seperti itu, namun ternyata status memberikan hak dan kewajiban lebih sedikit untuk saya.

Dahulu sebelum saya sakit thipus anfal, saya pikir semuanya bisa saya kerjakan kembali, namun sepertinya uang berkata lain, saya harus lebih dulu membantu keluarga saya dulu dibandingkan semua hal yang kerap menggelayuti pemikiran saya tentang ekonomi, saatnya saya praktek.

Beberapa ubin telah tertutup selimut saya yang tebal ketika saya ingin meniduri kamar saya, ketika lampu saya matikan, sepertinya saya harus mencatat hari ini, karena esok adalah misteri yang mungkin saja lebih indah dari hari ini.


*diketik sembari senggang

1 komentar:

  1. untung aja kamarnya gak kebakaran jangan dibakar bung sayang kertasnya bisa dijual kan itu jadi nilai ekonomis

    BalasHapus