Senin, 25 April 2011

Pergi ke Sukabumi

Pagi telah Nampak di sekre SUAKA, semuanya terang benderang dan untuk hari ini ada suatu tempat yang harus aku datangi, sebuah tempat yang hanya kutahu namanya saja, tentang jarak dan lain sebagainya aku tahu hanya dari sebuah alamat di layar komputerku ketika aku mengisi waktuku dengan melihat-lihat design.

Kangen juga setelah lama tak jumpa, kudapati kabar ia akan menikah, 27 maret ini, ya itu dua hari yang lalu, meskipun aku tak mengenalnya secara lebih baik, aku harus sempatkan untuk datang. Entah mengapa?

Beberapa suara yang tak asing terdengar keras dari handphone ku yang telah lama ini menemaniku,
“A, sanes bade ka sukabumi,”
“Muhun mah, sigana mah langsung angkat we,”
“Uih heula we, acuk darekil pan teu uih ti kamari,”
“Muhun atuh,”
Dan akupun segera bergegas, kuda besiku telah hangat di depan pintu sekre suaka.
“Mic kumaha adeuk moal?”
“Sok we, salam we ti urang jeung barudak SUAKA,”

Banyak sekali maaf untuk miko, kalau saja, pegas di motorku lebih baik dan bannya pun tidak segundul sekarang mungkin kau akan kuajak bermain-main di kota Cianjur dulu.

Tak berselang lama aku telah sampai di rumahku, dengan persiapan sebuah kado berbingkai kuning, aku telah siap untuk berpacu menuju Sukabumi, sepanjang perjalanan yang aku pikirkan adalah menerka-nerka bagaimana perjalananku nanti, entahlah?

Tak sadar aku telah melewati beberapa tempat, aku ternyata melewati tujuanku, aku masuk terlalu jauh di kota Cililin, pantas saja aku tak mengenal daerah ini, seolah asing akupun bertanya pada penduduk sekitar,

“Pa dupi jalan ka Cianjur ka palih mana?”
“Ka palih dieu tiasa, atawa ka cimareme tiasa, ngan ka cimareme mah uih deui, dupi ujang timana?”
“Ti banjaran pak, dupi ka ditu arah kamana pak,?”
“Kaditu mah ka Cililin keneh, mun ujang teu apal jalan mah mending kanu apal we jang, hariwang bisi nyasar,”
“Mun ka Cimareme tebih deui teu kang,”
“Mun apalna ka Cimareme mah mending ge ka Cimareme deui, da kaditu mah jalanna kudu nu apal bisi nyasar, ngan resikona kudu malih arah,”
“Muhun atuh pak bade ka Cimareme we heula,”

Ternyata lumayan jauh perjalan yang ditempuh, dan jalan yang aku kenalpun telah ada di depanku, dan Cimahi akan aku datangi beberapa menit lagi, ternyata setelah tol hampir satu jam lebih aku menempuh perjalanan sejauh seratus meteran, macet parah.

Pembukaan Robinson telah memacetkan jalan yang ada di tempat tersebut, terlebih lagi hari ini hari minggu, yang tertera itu ada Annisa Bahar dan Juwita Bahar, ternyata acara dangdut telah membuat lalu lintas ikut berdangdut ria, mungkin itu prasangkaku saja ketika melihat banyaknya polisi yang hanya menatap panggung dan memainkan periwitnya.

Sesampainya di Cianjur, kenangan lama mulai teringat kembali, dan kau tahu aku rindu kota ini, banyak sekali tempat-tempat yang aku ingin singgahi di kota kecil ini, dan tak lupa yang menurutku suatu yang penting. Makanan dan yang pertama aku tuju ialah kelapa muda di pinggiran trotoar, ah nikmat sekali.

Langit mulia menghitam ketika ketika kupacu ke arah Sukabumi, semoga tak hujan, aduh pasti basah.
Plang Gegerbitung membuat aku menghentikan niatku menghubungi temanku di Sukabumi, dan segera aku fokus pada alamat yang aku tuju, dan aku tak akan lupa alamat ini, desa Cisurupan Cijurey, Gegerbitung, Sukabumi dan itulah yang tertera pada memo di handphone ku.

“Pa dupi Cijurey kapalih mana?”
“Teras we jang, paling ge dua kiloan deui,”
Dan yang paling membuatku ketus, ialah aku bertanya itu telah ketiga kalinya aku dengar jawaban “Paling ge dua kiloan deui,” dan yang paling parah pertanyaan yang keempat menjawab
“Teras we jang paling ge dalapan kiloan deui,”
“Aduh Risna jauh pisan lembur teh,”
Setelah lama perjalanan tak aku lihat janur kuning, akhirnya aku temukan juga,
“Pa dupi ieu resepsina Risna Rubianti,”
“Sanes jang, ieu mah neng Astri,”
“Tapi leres pa ieu Cijurey?”
“Leres,”
“Dupi aya nu nikahan deui, didieu?”
“Taya jang, cobi kapalih kulon teras mung teu salah mah aya hiji deui,”
“Dupi eta lemburna Cijurey sanes pak,”
“Sanes jang, bilih lepat mah cobi kalebet we atuh,”

Ternyata yang aku dapati itu benar resepsinya Risna, dan kau tahu acaranya telah berakhir, ketika aku duduk di kursinya, pengantin tak ada dan tamu yang lainpun tak ada,yang ada itu orang-orang sedang berbenah.

Setelah mengisi daftar tamu, aku langsung mengambil alas makan dan mengisi secukupnya, baru saja suapan pertama, seorang pengantin baru menepuk pundakku, dan kau tak akan tahu betapa cantiknya ia, tak lama bertemu dan sekalinya bertemu dalam keadaan yang berbeda pula membuatku serasa aneh melihatnya.

“Gozi kadieu?”
“Nya enya lah kan ieu aya didieu,”

Tampaknya ia kaget juga ada tamu tak diundang datang.
“Nu lain mana?”
“Ke Ratna nuju kadieu,”
“Ok”

Setelah makan aku sempatkan shalat dulu, dan baru aku sadari aku telah menempuh jarak dan waktu yang lama, sungguh perjalan yang tak aku duga.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar