Sabtu, 05 Juni 2010

Hari ini temanku menikah

Godi Rangga Budi Anshary

Hari ini hujan rintik bukan menjadi latar Bandung Timur, hujannya sekarang lebih besar dan lebih lama terasanya, karena tak terasa dari ba’da Ashar hingga Isya menjelang hujan tak kunjung reda. Jadi ingat lagu KOIL tentang hujan, sungguh nyaman sekali didengar, namun sayang tak dapat kudengar,
hanya pelipur lain yang datang, track A Movie Script Ending dari Death Cab For Cutie.

Kamar kos temanku kini berwarna abu-abu, dengan kain hordeng yang terlihat baru, berwarna biru. Aku datang ke kosannya setelah menepati janjiku untuk datang ke pernikahan temanku, Gugun seorang veteran aktivis LSPI dari statusnya sebagai mahasiswa. Seorang teman debat yang lumayan teguh memegang prinsipnya pada politik islam yang fundamentails. Sangat keukeuh.

Aku mengenalnya ketika ada diskusi di SUAKA, tentang hukum positif tepatnya, terlebih lagi pada pelaksanaan demokrasi di tataran masyarakat. Ia sangat menolak dengan konsep demokrasi dengan efek negatif dari sebagian untuk sebagian sedangkan berbeda denganku yang lebih sosialis dengan konsep utopia dan masyarakat madani versi Marx menjadi obrolannya sedangkan Wicaksono Arif yang dikenal dengan panggilan Wicak lebih mengusung demokratisasi dan paham konsensus yang selama ini ia usung.

Walaupun perdebatan berlangsung pendek dan sengit namun itu lebih pada kita mengungkapkan pendapat, toh hubungan kami yang berdebat tentang paham yang kami usung tetap saling menghormati. Tak ada dendam antara kami.

Beberapa hari yang lalu aku mendapat SMS dari Gugun, perihal pernikahannya, walau pun sebelumnya proses taarufnya, telah ia perbincangkan antara kami bertiga, tapi itulah akhirnya ia konsekuen dengan calonnya. Ia menikah tadi pagi.

Dari pemaparannya tentang proses pencarian jodohnya terbilang sangat cepat, dengan perkenalan dengan cara yang tidak umum menurutku tapi mungkin bagi sebagian mereka tahu itu umum, tapi itu cara yang keren dan berani mengambil langkah menuju sebuah keluarga yang sakinah. Amin.

Dalam phonebook di HP ku tertulis Gugun Humas, sebuah panggilan baginya yang kerap aku berkirim SMS untuk menanggapi pernyataan paranoidnya terhadap sistem pendidikan barat yang cenderung membebaskan. Bahkan terlalu bebas.

Hari ini ia menikah, sebenarnya dari pagi aku telah persiapkan rencana ke pernikahannya jam 10 pagi, namun karena tempatnya yang aku belum tahu jadi kuperkirakan jam 11. Namun ketika aku ke kostan ternyata tak ada air untuk mandi, sehingga untuk menunggu jam keberangkatan menuju tempat resepsi aku sempatkan untuk memperbaiki helmku. Dengan lapisan kain baru tentunya.

Jam 12 telah berlalu beberapa menit, ada SMS menanyakan buku dari Husna aku jawab “Buku apa?” eh tak ada balesan, aku datang ke Suaka, ternyata semuanya sudah beres ujar Agus.

Dalam perjalanan yang aku pikirkan, adalah rencanaku untuk segera menghabiskan masa mahasiswaku ini, pokoknya minggu ini proposal harus beres. Tak dikira awan mendung terlihat ketika banyaknya pedagang tahu sumedang di pinggir jalan terlewati. Di pinggir Kahatex aku bernaung dari derasnya hujan yang mulai mengguyur kawasan industri di Bandung Timur.

Aku mengajak Sopi Sopiah, seorang juniorku di SUAKA, karena ia memang orang Rancaekek dan aku berharap ia tahu akan lokasi tersebut, dengan sebelumnya mengajak Tina, seorang Pemred media GERAK di SUAKA, tapi ia tak bisa karena ada tugas akuntansi ujarnya di SMS.

Sembari menunggu hujan aku menanyakan perihal tempat resepsi pernikahan Gugun padanya, ternyata ia mau mengantarku ke sana, semoga lokasinya ia tahu dan tak banyak tersesat.

Setelah reda hujan, ia menungguku di depan sebuah jalan menuju Perum, aku melihat sebuah umbul-umbul perikahan temanku, ternyata ini tempatnya ujarku dalam hati, tapi tanggung aku telah mengajak juniorku, aku melaju lebih jauh menuju tempatnya berada dan berharap ia lebih tahu tempatnya dariku.

Karena aku tak tahu tempatnya aku terlalu jauh mengendarai laju motorku, menuju Parakan Muncang, setelah berputar dan bertemu dengan kawan pengantar, aku harap ia menjadi guide yang baik menunjukkan tempat resepsi tersebut.

Ternyata, lokasinya sangat mudah ditemukan, dengan umbul-umbul pernikahan Gugun dan Nia telah tersaji di pinggir jalan dan tempatnya pun tak terlalu sulit dicapai.

Gugun berpakain serba putih sementara mempelainya dengan warna kuning keemasan. tampak serasi. Tak berlama-lama karena ia menyuruh kami segera makan, dan aku pun mengiyakannya, karena aku memang belum makan. Sementara menunggu sang mempelai aku mengobrol dengan Sopi, ia pernah bertemu dengan mempelai wanitanya sewaktu di LDM, dan ia pun kenal dengan tempat resepsi karena seringkali ada pasar tumpah di dekat area tersebut.

Setelah Gugun datang, kami menyegerakan pulang, berdoa untuk kedua mempelai, dan pulang mengantarkan Sopi menuju rumahnya. Dalam perjalanan aku bertanya dan menerka-nerka bagaimana nanti pernikahanku, apakah banyak temanku yang datang?

Jatinangor 13 mei 2010 sewaktu hujan mulai reda

Tidak ada komentar:

Posting Komentar