Sabtu, 05 Juni 2010

Perjalanan di sore hari

Siang itu panas matahari terasa sangat mengganggu kegiatanku untuk mencuci pakaianku yang beberapa hari ini telah menumpuk, lalu aku putuskan untuk mencuci pada sore harinya.
Panas matahari mulai tertutup awan, tanpa terasa mendung mulai menemani kegiatanku mencuci, “Mamah ka Ema heula, engke jemput nya!” ujar ibuku padaku, karena beberapa hari ini aku tak sempat untuk meniduri kasur di kamarku sehingga aku tak tahu akan kabar nenekku.
Sehabis mencuci adikku merengek untuk segera menghidupkan motorku Shogun F 125, “Sekedap can beres, tinggal dipoekeun,” ujarku, walaupun mungkin hujan akan menemani pakaianku tapi tak aku tak tahu akan hujan jam berapa soalnya, jika enunggu hujan turun mungkin aku akan menyesal jika tak membiarkan pakaianku berada berjejer di kabel hitam pinggir rumahku.
Sehabis menitipkan pakaianku yang masih basah, aku bergegas menaiki motorku setelah beberapa kali usaha yang membuat kakiku pegal, akhirnya motorku hidup juga, “A, abi di payun nya,“ rengek adikku Bella, adikku yang berumur delapan tahun yang kadang kala sangat menjengkelkanku, karena sifatnya yang tak mau mengalah.
“Ulah, sadayana di pengker,” ujar adikku Manik, adikku yang pandai sekali merayu hingga kadang kala aku tak terasa memberikan uang seribuan karena melihat mukanya yang memelas.
Dalam perjalanan, “Nik bade dimana miceun Bella teh,” ujarku menggoda adikku yang dari awal perjalan diam saja, “Eta we di solokan, “ujar Manik, “Ah alim engke bisi pendak jeung rerencangan Anik,” ujar Bella membela diri.
“Saha Bel?,” tanyaku, “Ih jiji, hideung buluan, trus bau, buntutan,” ujar Bella, mungkin yang dimaksud adalah tikus, “Ah sanes ketang eta mah rerencangan sakelas Bella,” ujar Manik menimpali, “Sanes ketang eta mah rerencangan Dede, Dede mah kelas A nu eta mah kelas B,” ujar Bella membela diri, aku hanya tertawa mendengar tingkah adikku yang saling menimpali dengan hal yang tak perlu bahkan membawa-bawa anak tetangga, Dede kami memanggilnya padahal namanya Arham Sadidan, kadang tingkah polos dari anak kecil seperti melihat indahnya pertunjukan tanpa naskah.
Dalam perjalanan motorku hanya mencapai kecepatan maksimal 30 Km per jam, karena kurasa jarak sangat dekat disamping itu aku rindu mendengar ocehan adikku yang tak begitu penting menurutku hanya berkutat pada alamat tukang baso tahu yang tadi aku lewati, dan keluhan Manik karena Bella jarang mau membaca.
Sesampainya di rumah nenek ternyata ibuku telah pulang dan kami pun pulang setelah beberapa menit Adzan Maghrib berkumandang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar