Selasa, 10 April 2012

Perihal Nama

Biasanya saya selalu bertanya perihal nama seseorang untuk memulai sebuah pembicaraan, kebanyakan bisa memperkenalkan namanya dengan singkat, baik nama asli maupun nama samaran, ataupun juga hanya sekedar julukan.

Perkenalkan nama saya bla bla bla... dan seterusnya, biasanya tak kenalan maka tak sayang, begitu pun juga untuk lebih tahu maka selanjutnya berkenalan, karena dari pandangan saya tahu saja tak cukup untuk mengenal, dan untuk lebih tahu sebaiknya berkenalan saja, aduh absurd juga kata tahu, soalnya tahu itu terbuat dari kedelai, tahu?

“Nda, kenapa nama kamu kok gitu” ujar saya di depan Hp saya.

“Oh, Dinda itu nama kesayangan orang tua saya untuk saya, dan Hermawati itu singkatan nama orang tua saya, ujar Dinda.

Dinda itu biasanya saya ajak seteleponan pagi-pagi buta, ya soalnya sempetnya pagi dan jika ada wakttu aja, dan ternyata dari awal ‘kepencet’ selanjutnya sering seteleponan dan ternyata tak sia-sia, ia jadi teman seperbicaraan yang nyaman.

Adapun yang mungkin nama yang terkesan ga nyambung sama sekali, seperti namanya itu Panca, tetapi ia itu anak pertama, saya juga awalnya pusing, tetapi untuk lebih tahu sepertinya pertanyaan itu tak etis jika ditanyakan langsung ke anaknya, soalnya ia masih kecil, lalu saya tanyakan ia ke orang tuanya, “Panca mah incu kalima na Ma Eni,” jawab ibunya singkat, padahal sebelumnya aku berfirasat, mungkin ia itu anak kelima dari ayahnya yang poligami, ataupun menunjukkan rasa sukanya pada Pancasila, atau juga Pancakaki.

Nama memang unik, walaupun hanya seucap, dan seterusnya berkesinambungan, terus akan dipanggil demikian, jika singa mati saja bisa meninggalkan kulitnya untuk pajangan di dinding orang tak berperikesingaan sebaiknya mereka mencoba raja singa untuk tahu sakitnya hatinya singa, dan gajah pula meninggalkan gadingnya untuk jadi pajangan orang tak berperikegajahan, sebaiknya mereka berkaki gajah untuk tahu sakitnya tercerabutnya gading gajah.

Begitu pun panggilan, teman saya ada yang dipanggil Ee, aduh saya sangat penasaran atas panggilan itu, dan ketika iseng membaca tumblr miliknya, ternyata alasannya singkat, karena keisengan saja menulis di akun game onlen, dan seterusnya teman-temannya memanggilnya demikian, dan ketika ditanyakan itu kenapa dan bagaimana? “Biar cepet aja,” jawabnya. Dan panggilan itupun tertera lama sekali, sehingga sekarang nama itu saya ganti di phone book hp saya, secara sadar saya tak ingin memanggilnya demikian, namun kadang kala saya tak sadar.

Panggilan Giles sering sekali saya dengar, terkesan nama orang luar negeri bukan? Dan ternyata bukan, panggilan jajaka asal Bubat itu ternyata adalah akronim dari namanya, bilangnya sih itu teh singkatan, salah! Itu mah akronim, makanya! Sering baca KBBI.

Oh panggilan! Oh panggilan! Kadang kala membuat saya aneh dan sempat berpikir keras untuk sebuah makna, namun, ketika saya bertanya tentang makna nama saya ke ibu saya, “Apalah artinya sebuah makna dari nama, jika bukan dari cerminan dari sikapnya,” ujarnya singkat.

Kadang kala, nama merupakan sebuah doa yang mungkin akan dipikul seharian, dan mungkin saja jika ada orang yang ingin anaknya sepeti Abu Jahal ia akan menamakannya Abu Lahab, dan mungkin juga akan menyingkatnya Ajahal ataupun Alab, sepertinya paragraf ini itu tak penting.

Namun ini sepertinya penting, begitu pun dengan analogi nama, menulis pun demikian, tanpa judul tak akan tahu seperti apa penulis ingin mengungkapkan grand design dari tulisannya, jika benar mungkin akan diamini pembacanya, begitu pun jika salah akan dipertanyakan pembacanya.

Untuk pembaca dimulai dari Judul, dan kemudian diakhiri oleh titik di akhir paragraf, namun untuk penulis yang ingin mengungkapkan grand design pikirannya, bisa dengan berbagai cara, tergantung tiap kata yang ingin ditulisnya dan begitu pun untuk urusan nama dan bersikap.

*diketik malam-malam untuk mengisi waktu senggang

Tidak ada komentar:

Posting Komentar