Selasa, 10 April 2012

Sulitnya itu indah, part 2

Garut sudah kami duduki, maksud saya, saya sudah duduk di daerah Garut, kau tahu Garut kota apa? Sudahlah semua juga tahu kalau Garut kotanya orang-orang Indonesia dengan sub suku bangsa, yaitu sunda, ah tak penting juga paragraph awal ini.

Gerbang pesantren yang warnanya hijau telah kami masuki, setelah sebelumnya kami sempat makan dan minum di warungnya Udin, bentar, bukan warunganya Udin ketang, warung yang punyanya. Namun Udin bekerja di sana, tempatnya di sekitar pesantren jua, jika kau tahu jalanan yang berdebu di seberang warung selalu jadi saksi bisu para santri membeli barang dari warung itu.

Mesjid kami telah masuki dengan berwudlu sebelumnya, dan yang ceramah itu ustad yang sebelumnya sering marah kepadaku karena sering membangkang dari pendapatnya, namun karena seringnya aku dimarahi, aku jadi seperti aku sekarang ini, bebal.

Dan suasana Jum’atan sepertinya seperti Jum’atan pada khalayak ramai di daerah lain, ya begitulah namun tempatnya saja yang berbeda, di masjid itu banyak santrinya dan warung itu saya kembali masuki, mulai makan dan minum lagi, mulai obrolan yang tak terlalu penting, bagaimana hidup setiap orang melakukannya dan memaknainya.

Tak lama, motor telah kami tumpangi, ya maksud saya, saya dan Anggun yang akan mempaketkan barang ke ibunya, setelah makan mie dan kelapa muda kami berpulang.

Tak terasa adzan Ashar mulai terdengar, mungkin bagi beberapa orang yang tak kenal bahasa arab, mungkin mereka anggapan itu mantra yang menghipnotis umat Islam untuk masuk masjid dan sepertinya akupun demikian, aku masuk mesjid.

Di mesjid tidak seperti tadi penuh, namun sekarang itu dua shaf saja, dan aku tak sengaja memperdengarkan lagu Jamming di rakaat kedua, aduh malu benar dan ternyata Bob Marley tetap berteriak di HP saya, dan ternyata sulit juga menghentikannya. Setelah shalat pun demikian, ternyata panggilan dari bapakku, dan HPnya saja yang memanggilku, soalnya terpencet mungkin. Entahlah.

Tak lama setelah beberapa saat keluar masjid, ada mobil datang ke parkiran mesjid dan keluarlah raksasa dan bermuka lima puluh dan berkaki seribu… aduh mulai kacau ini tulisan, sebenarnya itu adalah Baduy dan Andi yang datang, ternyata mereka datang bersama-sama jangan-jangan…. Mereka itu teman baik dan ternyata mereka benar adanya teman baik, sepertinya mereka seperjalanan, dan itupun yang saya lihat.

Saya sebenarnya enggan melihat Baduy atau tepatnya Muhamad Riyadul Irfan, soalnya saya tak datang ke pernikahannya, ya ia telah menikah, ia telah menikahi seseorang yang tak saya kenal, dan saya belum mengucapkan doa.

Saya hanya berucup selamat dan meminta maaf karena tak hadir di pernikahannya.

Dan Andi terlihat seperti sebelumnya dan saran saya sebaiknya ia kembali ke khittahnya sebagai pemilik badan yang proporsional, sekarang ia lebih terlihat besar dibanding tahun-tahun pertama saya bertemu dengannya.

Sebetulnya dari angkatan kami itu telah banyak yang menikah, ya semisal Udin atau lebih dikenal dengan Fahrudin atau Pehul, atau Udin Serancabango, ia telah menikahi perempuan dan mungkin sebentar lagi ia resmi jadi bapak, ya maksud saya seorang ayah yang sah dari anaknya yang mungkin akan segera lahir, perkiraan saya demikian, soalnya itu lumrah.

Sepertinya alunan Eksplosion In The Sky telah membuat ritme tulisan saya menjadi semakin tak menentu, namun tentunya kehidupan bukan seperti itu, hidup itu terus berjalan dan demikian selanjutnya hidup akan terus berjalan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar